Mas Diki dengan langkah yang sudah tidak tertatih lagi karena kram di kakinya sudah sembuh, berjalan mendekati kamar kakak sepupunya itu. Aku dan Siti berdiri merapat, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya dengan jantung yang berdegup kencang.
"Slot kuncinya aus, Dik. Sudah waktunya diganti," ujar Mas Diki sambil berusaha menutup pintu itu kembali namun selalu gagal. Sedangkan aku tetap berusaha mengintai bagian dalam kamar Yu Darmi dari tempatku berdiri, takutnya demit itu muncul kembali di sana tanpa sepengetahuan suamiku.
"Ya sudah, Mas. Biarin saja dulu, kita langsung ke rumah Yu Painem saja. Nanti kita mampir di Toko Kang Rasman untuk membeli selot kuncinya," teriakku tak sabar.
"Baiklah kalau begitu. Ayo kita segera ke rumah sebelah," pekik suamiku.
Kamipun segera berjalan beriringan menuju rumah Yu Painem. Saat kami sampai di depan rumah Yu Painem, ada bau tidak sedap yang tercium oleh hidung kami.
"Mungkin tadi malam itu Yu Painem keluar rumah sedang mencari bangkai tikus ya, Siti?" tanyaku kepada asisten Yu Darmi itu.
"Iya mungkin, Mbak. Tapi kayaknya bangkai tikusnya tidak ketemu, buktinya baunya masih antep sekali ini," jawab Siti.
"Iya, Sit. Ya sudah kita bantu cari nanti, jangan-jangan bapak-bapak yang tadi malam duduk di luar nggak mau makan bukan karena kekenyangan tapi karena mencium aroma bangkai tikus," ujarku lagi. Mas Diki menoleh ke arahku seperti mau mengiyakan perkataanku.
"Ayo buruan kita masuk ke dalam, di luar bau banget soalnya," ujar suamiku.
[Tok tok tok]
"Assalamualaikum ..."
[Tok tok tok]
"Assalamualaikum ..."
[Tok tok tok]
"Assalamualaikum ..."
Sampai tiga kali kami mengetuk pintu dan mengucap salam, tidak kunjung ada jawaban dari dalam. Sementara bau bangkai itu terasa sangat menusuk hidung.
"Langsung masuk saja, Mas!" ucapku.
[Krieeeeeeet ...]
Mas Diki mendorong pintu itu, ternyata tidak terkunci. Ketika pintu itu berhasil terbuka sempurna, semerbak bau bangkai menyeruak semakin kuat menonjok indera penciuman kami.
"Waduh ... bau bangkainya semakin kuat, Mas. Aku nggak kuat," ucapku sambil menutup hidungku.
"Apa bangkai tikusnya juga ada di dalam?" tanya Nur.
"Kamu kemarin waktu menjenguk bude Painem gimana, Nur?" tanyaku penasaran.
"Kemarin nggak ada bau bangkai sama sekali waktu saya menyapu ruangan ini," jawab Nur nampak keheranan.
"Mungkin bangkainya baru ada semalam," ucap Mas Diki sedikit menetralkan suasana.
"Mbak Sin ...," ucap Siti.
"Kenapa, Siti?" tanyaku.
"Perasaan saya kok agak tidak enak ya, Mbak?" ucap Siti.
"Maksud Kamu?" tanyaku penasaran.
"Entahlah, Mbak. Saya merasa tidak enak saja ...," jawab siti.
Aku menatap mata Siti dengan tatapan aneh. Kamipun masuk ke ruang tengah. Ternyata benar kata Nur, ruangan tersebut seperti habia disapu, meskipun bau bangkainya semakin kentara dan membuat aku mual-mual.
[Uweeeek ...]
Aku tak tahan, aku muntah ke lantai. Siti memijat-mijat leherku berusaha mengurangi rasa mualku. Mas Diki dan Nur merangsek masuk ke dalam, Nur membimbing Mas Diki menuju kamar Yu Painem yang tertutup tabir.
[Uweeeeeek ...]
Giliran Siti yang muntah-muntah ke lantai. Perutku sakit karena isinya terkuras semua. Di ujung sana Mas Diki dan Nur membuka tirai kelambu yang sudah usah itu. Tiba-tiba kulihat anakku limbung dan terduduk, ia kemudian histeris begitu pula Mas Diki.
"Astagfirullah ... sepurone Mbak Yuuuuu (mohon maaf Mbaaaak)" jerit suamiku keras sekali.
"Budeeeeeeeeeee ..." teriak Nur.
Melihat kedua lelakiku yang histeris seperti itu, akupun menemukan kekuatanku kembali untuk mendekati mereka berdua.
"Jangan melihat, Dik!" larang suamiku. Tapi aku memaksa melihat dan benar saja di atas dipan aku menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan dan menjijikkan. Ternyata sumber bau tidak sedap tadi bukanlah bangkai tikus melainkan jenazah Yu Painem yang sudah mulai membusuk. Bagian wajah dan perutnya membengkak seperti balon, warna kulitnya menghitam, rambutnya ada yang rontok, kulitnya ada yang mengelupas, dan cairan tubuhnya ada yang merembes ke kasur, mungkin sudah ada belatungnya di sana.
"Tolooooooooooooong ..." Aku berteriak sekuat tenaga demi menyaksikan pemandangan tak lazim itu.
Para penduduk sekitar berdatangan ke rumah Yu Painem setelah mendengar teriakanku. Beberapa dari mereka ada yang membopongku ke luar, membawaku ke ruang tamu Yu Darmi. Warga yang lain juga membopong Siti dan Nur, anakku. Hanya Mas Diki yang masih kuat untuk tetap berada di rumah Yu Painem bersama warga yang lain.
Di ruang tamu Yu Darmi, selama beberapa waktu aku histeris karena masih shock dengan kejadian itu. Aku tak habis pikir, tadi malam aku masih melihat Yu Painem di depan rumah Yu Darmi, tapi pagi ini aku menemukan jasadnya sudah membusuk di kamarnya sendiri.
"Lalu siapa yang tadi malam aku lihat? Mengapa mayatnya sudah membusuk? Apa benar Yu Painem baru meninggal semalam? Kalau iya, mengapa pagi ini sudah membusuk, seperti sudah meninggal berhari-hari. Apakah yang selama ini sering datang menemuiku di rumah Yu Darmi, bukanlah fisik Yu Painem, melainkan arwahnya?"
Kepalaku pening membayangkan hal-hal mengerikan itu. Siti dan Nur juga tak kalah histerisnya denganku. Tangis kami masih belum berhenti, antara tangis kesedihan dan ketakutan bergabung menjadi satu. Melihat kondisi kami yang seperti itu, wargapun mendatangkan Kyai Sholeh untuk mendoakan kami bertiga. Alhamdulillah, setelah muka kami dibasuh dengan air yang sudah didoakan oleh Kyai Sholeh, beberapa waktu kemudian kondisi kami mulai tenang. Kyai Sholeh menyuruh kami meminum air itu juga.
"Kamu nggak apa-apa, Nak?" tanyaku kepada anakku.
"Sudah mendingan, Bu." Nur menjawab.
"Terima kasih, Pak Kyai sudah mendoakan kami." Kau berkata.
"Sama-sama. Sebaiknya kalian beristirahat dulu, supaya cepat pulih staminanya," pesan Kyai Sholeh.
"Iya, Pak Kyai. Terima kasih," jawabku.
Kami bertigapun menenangkan diri di ruang tamu Yu Darmi ditemani ibu-ibu tetangga.
Beberapa menit beristirahat, tiba-tiba terdengar bunyi sirine. Para warga yang hadir memperhatikan siapa yang datang. Mereka semakin antusias menyaksikan peristiwa di rumah Yu Painem.
Selang beberapa waktu kemudian, aku bangkit dari tidurku bermaksud melihat aktifitas di rumah Yu Painem. Ibu-ibu tetangga melarangku, tetapi aku bilang kepada mereka kalau kondisi tubuhku sudah baikan, sehingga mereka mengijinkanku.
Aku melihat beberapa petugas medis dibantu anggota kepolisian menggotong kantong berwarna oranye dari dalam rumah Yu Painem menuju mobil ambulans. Semua warga yang menonton menutup hidungnya dengan masker atau kain. Aku mendenguskan hidungku untuk mempertajam penciumanku, bau bangkai tadi ternyata masih agak kentara meskipun tidak setajam tadi. Mungkin rumah Yu Darmi sudah disemprot dengan cairan kimia supaya bau busuknya berkurang. Selanjutnya ambulans itu berangkat meninggalkan rumah Yu Painem, mungkin menuju rumah sakit. Aku melihat Mas Diki berada di dalam rumah Yu Painem, sepertinya ia sedang diwawancarai oleh petugas kepolisian. Tak lama kemudian petugas kepolisian pun pamit. Sepeninggal petugas kepolisian, wargapun mengepel rumah Yu Painem. Bau busuk itu tak juga hilang dari rumah Yu Painem, setelah dipel berulang kali barulah bau busuk itu mulai pergi. Tapi entah mengapa, bau busuk itu seperti masih melekat di hidungku.
Tidak enak rasanya berdiam diri menyaksikan warga membersihkan rumah yu Painem. Akupun ikut membantu meskipun berkali-kali para warga melarangku, karena menurut mereka aku masih butuh istirahat.
Setelah semuanya bersih, satu persatu wargapun pulang ke rumahnya maaing-masing. Tinggal aku yang kecapekan duduk di teras rumah Yu Painem dan Mas Diki yang sedang berada di dalam melanjutkan pekerjaannya. Entah mengapa Mas Diki tidak juga mau pulang, padahal yang lain sudah pulang. Aku bermaksud menegur suamiku yang sedang berada di dalam, tapi tiba-tiba ada yang memanggilku dari arah rumah Yu Darmi. Akupun menoleh, ternyata yang sedang memanggilku adalah ...
"Dik, ayo kita pulang sekarang! Keburu siang ini," panggil Mas Diki dari depan rumah Yu Darmi. Aku terperangah karena jelas-jelas sedetik yang lalu, Mas Diki masih berada di dalam rumah Yu Painem. Aku beranikan diri menoleh ke dalam rumah Yu Painem. Dan ...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Prio Ajik
dannn tambah penasaran wae Thor
2023-10-24
0
rajes salam lubis
dannnnn bersambung
2022-05-09
0
Annisa alma
setiap akhir bab pasti bikin penasaran dan akhirnya nggak bisa berhenti baca.semangat thor.....
2021-03-22
0