Mas Diki terkejut sekali, kami yang berada di dekatnya juga tak kalah terkejutnya.
"Buka pintunya, Mbak Sinta. Ini aku, Siti" teriak suara itu lebih jelas dari sebelumnya.
"Siti???" Aku memekik dengan keras. Segera kutarik gagang pintu dan aku berusaha membuka pintunya. Ternyata benar, setelan pintu itu terbuka aku melihat Siti berada di dalam dengan raut wajah ketakutan.
"Ngapain Kamu di dalam kamar Yu Darmi?" tanya suamiku.
"Aku tidak tahu, Mas. Sepertinya penyakitku kambuh lagi," jawab Siti.
"Penyakit tidur sambil berjalan, Mas. Sudah lama sekali aku tidak tidur sambil berjalan lagi. Terakhir waktu masih SMP, entah mengapa sekarang kambuh lagi. Seingatku aku tidur di kamar Yuli, bangun-bangun sudah ada di kamar ini. Aku membuka pintu dari dalam ternyata nggak bisa karena gagang yang di dalam aku patahin saking paniknya tadi," jawab Siti.
"Ah, kamu ini ada-ada saja, Siti ..." cetusku.
"Maaf ya, Mbak. Sudah bikin masalah pagi-pagi," ucap Siti.
"Sudah, buruan sholat subuh sana mumpung masih ada waktu, sedikit lagi habis waktunya," ucapku sambil berjalan ke dapur untuk membuat teh.
"Iya, Mbak. Makasih" Siti menjawab sambil ngeloyor ke dapur juga menuju kamar mandi.
Kunyalakan lampu dapur. Aku sedikit terkejut ketika sepintas kulihat ada seseorang sedang duduk di amben, tapi ketika kutajamkan penglihatan, sosok misterius itu sudah tidak ada lagi di sana.
"Mungkin cuma ilusi optik ...,"
Beberapa waktu kemudian, ketika aku memanaskan air di kompor gas, Siti balik di kamar mandi dan berjalan mendekatiku.
"Mbak, tadi malam itu aku mimpi aneh" ucapnya.
"Sudah, sholat subuh sana dulu. Baru ke sini lagi," ucapku.
"Iya, Mbak." Siti menjawab.
Akupun melanjutkan memasak air, ekor mataku tertuju pada amben yang beberapa waktu yang lalu sempat menimbulkan ilusi optik. Membayangkan ilusi optik itu benar-benar terjadi, entah mengapa membuat bulu kudukku berdiri. Bau sabun Yu Darmi kembali menyeruak di hidungku, leherku kaku secara mendadak. Beberapa detik kemudian, aku mendengar derap langkah kaki di belakangku, langkah kaki itu terhenti tepat di belakangku. Dan sebuah sentuhan tepat mendarat di punggungku, akupun menoleh secara refleks.
"Sudah selesai belum teh hangatnya?" ucap Mas Diki yang berada tepat di belakangku.
"Sebentar lagi, Mas" jawabku sambil menghela napas panjang. Ada kelegaan yang kurasakan.
"Punyaku gulanya sedikit saja ya," ucap suamiku.
"Iya, biar nggak kena diabetes" jawabku.
"Kalau kena diabetes, ntar Mas bisa letoy dong," tambah suamiku.
"Emang sekarang nggak letoy?" godaku.
"Apa mau bukti?" ucap suamiku sambil memelukku dari belakang.
"Stop, mas. Aku bercanda kok. Nanti dilihat anak-anak loh?" ucapku sambil terkekeh.
"Dasar Kamu ini, selalu saja menggodaku." ucap Mas Diki.
"Lagipula, Mas Diki kan masih dalam masa hukuman?" godaku lagi.
"Dosa loh, Dik. Kalau menolak permintaan suami," ancam laki-laki ganteng itu.
"Salah Mas Diki sendiri, kan pake nampar-nampar aku segala," Aku membela diri.
"Mas kan sudah minta maaf, Dik? Mas kalau nagih trus nggak dikasih sama Dik Sinta trus Mas jadi khilaf, gimana?" ancam suamiku lagi.
"Maksudnya, Mas Diki mau selingkuh gitu, hah?" Aku meraih bahu suamiku.
"Emang perempuan mana yang sudah Mas goda-goda?" ucapku dengan agak marah.
"Bukankah seorang laki-laki diperbolehkan menikahi lebih dari satu istri, Dik?" ucap suamiku sambil tersenyum.
"Oooo, iya boleh emang. Asal jangan suamiku saja, emang mau dipotong jadi dua itunya, Mas?" ancamku.
"Aduh, jangan dong Dik. Sadis amat sich," ucap suamiku sambil menutupi daerah di bawah perutnya seolah-olah akan kupotong beneran saja. Aku jadi terkekeh melihat ekspresi ketakutannya.
Akupun melanjutkan proses membuat teh, hingga akhirnya selesai. Mas Diki kumintai tolong membawa teko berisi teh panas dan beberapa cangkir untuk dibawa ke ruang tamu.
Beberapa waktu kemudian, Siti yang baru selesai menunaikan sholat subuh datang menghampiriku.
"Mbak Sinta, aku mau melanjutkan ceritaku yang tadi," ucap Siti.
"Silakan, Sit!" jawabku.
"Tadi malam aku bermimpi aneh, Mbak. Di dalam mimpiku aku melihat setiap Bu Darmi berangkat ke pasar, ada orang yang masuk ke rumah ini lewat jendela itu," kata Siti sambil menunjuk ke jendela dapur yang benerapa hari lalu kulihat bersama Nur, anakku.
"Terus, Siti?" tanyaku penasaran.
"Iya, Mbak. Orang itu masuk ke dapur kemudian ia juga masuk ke kamar Bu Darmi," jawab Siti.
"Apa yang ia lakukan di sana, Siti?" tanyaku kembali semakin penasaran.
"Ia menukar sesuatu di kamar Yu Darmi," jawab Siti.
"Apa yang ia tukar, Siti?" Aku bertanya kembali.
"Ia menukar obat yang biasa diminum Bu Darmi setiap hari," jawab Siti dengan gigi gemeretak.
"Apa???" Aku terhenyak.
"Iya, Mbak. Dia yang membuat penyakit Bu Darmi semakin parah," jawab Siti dengan emosi.
"Siapa dia, Siti? Mengapa ia tega melakukan hal keji itu?" tanyaku segera ingin tahu.
"Dia juga mengambil kalung milik Bu Darmi yang kebetulan tertinggal di meja obat," jawab Siti kembali.
"Apa???" Aku terkejut, pikiranku terbayang pada seseorang yang pernah kulihat memakai kalung keluarga besar itu.
"Dia juga mengambil salah satu dompet kulit milik Bu Darmi," ucap Siti lagi sambil membayangkan mimpinya. Matanya sudah sembab.
"Siti, apakah orang itu Bu Titi?" tanyaku penasaran. Mulutku terlontar begitu saja menyebut nama tetangga Yu Darmi itu.
"Jika mimpiku benar adanya, orang itu harus masuk penjara, Mbak. Tidak peduli ia siapa, karena perbuatannya telah menyebabkan kematian Bu Darmi. Bahkan bisa dikatakan, ia juga turut andil membuat Bu Painem mati kelaparan." lanjut Siti.
"Apakah kita akan melaporkan Bu Titi ke polisi, Siti?" Aku bertanya.
"Tidak, Mbak. Kita tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk menjebloskan pelaku itu ke dalam penjara. Karena mimpiku tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah di mata hukum," jawab siti tegas.
"Trus, apa kita hanya akan diam saja membiarkan Bu Titi bernapas lega setelah dengan keji melakukan kejahatannya?" Aku berkata dengan nada agak tinggi karena emosi yang meledak.
"Tenang dulu, Mbak. Kita tidak boleh gegabah menghadapi ini. Orang ini licik, Mbak. Kalau kita gegabah, ia bisa saja lolos dari jeratan hukum," jawab Siti.
"Apa Kamu punya rencana?" tanyaku.
"Iya, Mbak. Aku punya suatu rencana, tapi aku memerlukan kerjasama Mbak Sinta untuk melaksanakannya," ucap Siti serius.
"Apa rencanamu, Siti. Aku pasti siap membantu sekuat tenagaku supaya arwah Yu Darmi tidak gentayangan lagi," jawabku.
"Sini, Mbak. Aku bisikin rencananya!" ucap Siti sambil menarik kepalaku. Sitipun mendekatkan mulutnya dengan telingaku, iapun membisikkan rencana anehnya kepadaku.
"Ya Tuhan ... Kamu serius akan melakukan itu?"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Anisah Ani
Rencana si siti pasti mau jd hantu nya Darmi,bwat nakut2in si mbak Titi itu biar dia jd ketakutan dan minta maaf bwat kejadian yg udh dia sebabkan sendiri.dri situ jd ketangkep deh siapa dia nya.
2022-12-18
0
Om Rudi
Mantap, Siti kayaknya cerdas nih
2022-03-30
3
Irma Suryani
seperti bukan bu titi deh..tp siti yg jahat...sebenernya dia yg udah jual barang2 itu dan dia juga yg tukar obatnya yu darmi...hmm
2021-03-13
1