Aku benar-benar terkejut dengan rencana yang dikemukakan oleh Siti. Siti melarangku untuk menceritakan kepada siapapun perihal rencana tersebut. Aku masih tidak habis pikir ternyata kecurigaanku terhadap Bu Titi benar adanya, beberapa hari yang lalu aku melihatnya memakai kalung milik Yu Darmi dan juga dompet milik Yu Darmi pada hari yang lain. Ternyata selama ini Bu Titi hanya berpura-pura baik kepadaku, di balik itu semua perempuan itu ternyata adalah seseorang yang jahat.
Pukul sembilan pagi, beberapa tetangga datang membantu. Wak Giman aku mintai tolong membersihkan pekarangan Yu Painem dan mengganti lampu-lampu yang kurang terang, memangkas rumput-rumput yang agak tinggi, melepas kelambu yang sudah usang, alhasil rumah itupun terlihat lebih asri dan tidak surup lagi.
Mang Karjo yang datang bersama Wak Giman, aku mintai tolong mengupas buah kelapa yang akan digunakan untuk membuat masakan dan kue basah acara tujuh hari tahlilan Yu Darmi dan dua hari meninggalnya Yu Painem. Sedangkan suamiku aku suruh membersihkan seluruh bagian rumah Yu Darmi, sama seperti rumah Yu Painem. Lampu-lampu yang sudah redup, aku suruh ganti dengan yang terang, minimal duapuluh watt.
Agak siangan keponakan Yu Painem yang tinggal di luar jawa datang. Ia mendapat kabar dari Pak RW yang kebetulan memiliki nomer HPnya. Keponakan Yu Painem tersebut tak henti-hentinya menangis meratapi kematian Bulik satu-satunya. Ia datang bersama anak dan istrinya. Ia mengucapkan terima kasih kepadaku dan suami yang telah menggantikannya menyelesaikan prosesi pemakaman buliknya. Ia juga bercerita kepadaku kalau selama ini tidak bisa pulang ke jawa karena penghasilannya minim, hanya cukup untuk makan saja. Tetapi begitu mendengar buliknya meninggal, iapun menjual motor satu-satunya yang digunakan untuk berjualan makanan untuk ongkos pulang. Aku berpesan padanya untuk tidak usah kembali ke luar jawa, lebih baik tinggal saja di rumah peninggalan Yu Painem tersebut.
Kebetulan hari ini Jum'at dan tanggal merah, jadinya Nur libur sekolah. Anakku bersama kedua anak Yu Darmi aku suruh nyekar ke makam budenya dan bude Painem ditemani oleh keluarga keponakan Yu Painem.
Aku dan Siti sibuk di dapur dibantu oleh Bu Mimin dan perempuan yang malas aku sebut namanya itu. Aku heran Siti biasa saja menghadapi pembunuh mantan bosnya itu. Aku sengaja menyibukkan diri untuk menghindari percakapan dengan perempuan memuakkan itu. Hari beranjak siang, rumahku dan rumah Yu Painem hiruk pikuk dengan suara orang. Tidak seperti biasanya yang sunyi mencekam, semakin siang semakin banyak warga yang datang membantu. Hari itu spesial sekali, rumah Yu Darmi dan Yu Painem serasa begitu hidup. Arwah Yu Darmipun tidak nongol-nongol lagi di depanku.
"Mbak, jangan lupa rencana kita tadi pagi! Itu kue dan tehnya sudah aku siapkan di atas meja," ucap Siti mengingatkanku atas rencana kita. Sejujurnya aku merasa bersalah dengan melakukan hal ini, karena aku merasa ini seperti aku bermain dengan takhayul, tetapi biarlah ini yang terakhir aku lakukan demi terungkapnya kejahatan perempuan laknat itu. Akupun masuk ke kamar Yuli tempat Siti menaruh kue dan teh yang harus aku perlakukan dengan ludahku supaya yang memakannya juga dapat melihat arwah Yu Darmi sepertiku. Hal ini aku lakukan terakhir kali pada saat aku masih SMP, waktu itu aku tidak sengaja melakukannya, kue bekas gigitanku dimakan oleh sahabatku. Padahal waktu itu aku dapat melihat arwah tetangga yang baru saja meninggal karena aku makan di rumah tetanggaku itu. Sahabatku sampai sawanen selama tiga hari dan dibawa ke psikiater. Aku merasa berdosa sekali waktu itu.
Pukul setengah sebelas siang, Siti menyuruh orang-orang yang sedang sibuk bekerja untuk beristirahat dan makan kue serta minum teh terlebih dahulu. Mereka semuapun berkumpul di ruang tamu dan dapur Yu Darmi. Siti membagikan kue dan teh kepada mereka semua. Aku terus melirik Bu Titi dengan sinis untuk menunggu reaksinya nanti setelah memakan kue dan meminum teh tersebut.
Wargapun mulai memakan kue dan meminum segelas teh yang diberikan oleh Siti. Hanya aku dan Siti yang tidak makan atau minum. Aneh, setelah memakan kue dan meminum teh tersebut, aku tidak melihat ada sesuatu yang berubah dari Bu Titi. Ia masih bertingkah ceria seperti biasanya, dan tersenyum rama kepadaku. Aku kesal dan merutuk diriku sendiri.
"Ya Tuhan ... apakah pengaruh makanan orang mati itu sudah luntur padaku? Kalau begitu, Bu Titi akan lepas dari hukuman setelah berbuat jahat?"
Aku sudah bersiap memasak kembali bersama ibu-ibu yang lain ketika tiba-tiba ada salah satu warga yang jatuh terjerembab dari amben mengagetkan kami semuanya.
"Ampun....Yu Darmi ... Ampuuun.... Pergiiiiii Pergiiiiii!!!!" teriak warga itu, warga yang lain sibuk menolong perempuan itu. Sedangkan Siti merapat ke arahku sambil berkata.
"Yang di dalan mimpiku bukan Bu Titi, Mbak. Tapi perempuan sialan itu," ucap Siti.
"Bu Mimin?" Aku bertanya.
"Iya, Mbak" jawab Siti.
Warga membantu menyadarkan Bu Mimin yang sedang ketakutan. Namun, itu tidak membantu apa-apa, justeru Bu Mimin meracau banyak hal. Sedangkan aku, seperti biasa jika aku sudah mentransfer daya tangkapku pada dunia ghaib, maka kemampuan penglihatanku pun berkurang. Aku hanya bisa mencium bau sabun Yu Darmi yang semakin kuat.
"Ampuuuuin!!!! Pergiiiii Yu Darmi!!! Aku takuuut. Iya aku akan ngaku, aku yang membuatmu bertengkar dengan Wak Giman. Sebenarnya ayamku yang memakan gabahmu, tapi aku yang mengkomporimu supaya melabrak Wak Giman. Aku bilang Wak Giman sengaja melepas ayam-ayamnya di gabah yang Kamu jemur," teriak Bu Mimin dengan mata penuh ketakutan.
Wak Giman terbelalak dengan pengakuan Bu Mimin.
"Aku juga yang membuatmu bertengkar dengan Mang Karjo. Aku yang memperbesar apinya dengan menambah sampah plastik, dan aku yang sengaja membuka pintu dapurmu supaya asap pembakaran itu masuk ke rumahmu. Aku juga yang mengkomporimu dengan mengatakan Mang Karjo tidak suka denganmu," teriak Bu Mimin lagi.
Mang Karjo dan isterinya yang semula membantu Bu Mimin menjadi geram dan melepas perempuan itu menggelepar di lantai.
"Aku juga yang menyebarkan isu pada warga sini aku bilang Kamu itu pelit dan judes. Aku memanfaatkan kesibukanmu di pasar untuk memfitnahmu sombong. Aku melakukannya karena aku iri sama Kamu. Kenapa daganganmu laris, sedangkan aku tidak?" teriak Bu Mimin lagi.
Kami semua yang mendengarnya menjadi marah dan jijik dengan perempuan itu.
Beberapa waktu kemudian, ada petugas polisian yang merupakan BABINKAMTIBMAS yang bertugas di desa ini. Rupanya ada salah satu warga yang menelpon polisi tersebut.
Bu Mimin masih berteriak-teriak ketakutan dan meracau.
"Iya, aku mengaku aku yang telah menukar obatmu supaya Kamu mati secara perlahan tanpa ada yang curiga. Aku juga yang mencuri kalung dan dompetmu dan kujual ke Yu Titi. Ampun Yu Darmi .... Pergiii!!! Aku takuuut,"
Bu Titi ketakutan sambil memegangi kalungnya. Aku mendatanginya untuk menennagkannya, aku juga meminta maaf kepada Bu Titi karena telah sempat mencurigainya.
Petugas itupun membawa Bu Mimin ke kantor polisi. Beberapa jam kemudian, suami Bu Mimin juga dibawa ke Polsek. Dari hasil pengakuan Bu Mimin, suaminya juga terlibat pada rencana pembunuhan tersebut.
Malam ketujuh tahlilan Yu Darmi, banyak sekali warga yang hadir. Setelah acara tahlilan selesai, banyak warga yang meminta maaf padaku karena telah menjauhi Yu Darmi selama ini. Ternyata Yu Darmi tidak seperti yang diisukan selama ini, beliau adalah sosok wanita tangguh yang berjuang gigih untuk menafkahi kedua anaknya dengan keringatnya sendiri, dan tidak lupa bersedekah pada tetangga yang membutuhkan. Ia memang tidak memilik waktu yang banyak untuk bergosip ria dengan tetangga, karena waktunya banyak dihabiskan di pasar. Tetapi setiap ada tetangga yang punya hajat, ia menyempatkan nitip pada Bu Mimin. Ternyata Bu Mimin tidak pernah menyampaikan hal itu, justeru ia melempar isu miring kepada para tetangga karena ia iri dengan kemajuan toko Yu Darmi.
Malam ketujuh berakhir dengan penuh ketenangan dan kelegaan. Tenang karena tidak ada gangguan arwah lagi. Lega karena misteri di rumah Yu Darmi sudah terungkap.
Keesokan harinya ternyata keponakan Yu Painem memutuskan untuk melanjutkan acara tahlilan malam ketiga almarhumah. Banyak warga yang membantu, termasuk aku. Suasana seram mencekam sudah tidak ada lagi di rumah ini, yang ada kebersamaan dan kekeluargaan. Makanan yang disajikan untuk para wargapun ludes, tidak ada kesan jijik sedikitpun karena rumah Yu Painem sudah benar-benar dibersihkan oleh warga. Tidak ada kesan jorok sedikitpun, justeru rumah tersebut sekarang wangi dan indah. Pukul sembilan malam aku, suami, dan Nur sudah sampai di rumah. Nur mengajakku makan malam di rumah. Aku menolaknya karena sudah kenyang.
"Ibu makan dimana kok sudah kenyang?" tanya anakku.
"Iya, Ibu sudah kenyang. Tadi Ibu makan di rumah Yu Painem," jawabku enteng.
TAMAT
Terima kasih sudah mengikuti novel ini sampai selesai. Jangan lupa baca novel saya yang lain yang berjudul KAMPUNG HANTU.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Minartie
udah tamatkah
2025-02-18
0
Rahmat Sumeri
aku masih pnasaran si manis mati kenapa ya thor
2022-11-05
1
rajes salam lubis
mantap
2022-05-10
1