Aku menawarkan kepada Siti untuk tidur di rumahku, tetapi sekeras apapun aku memaksanya, ia tetap bersikukuh memilih menginap di rumah Yu Darmi saja. Sejujurnya aku khawatir arwah Yu Darmi akan mengganggunya, terlebih Siti sudah melanggar pantangannya yaitu mencicipi makanan orang mati. Setelah beberapa kali ditolak, akhirnya aku menyerah dengan keputusannya, aku berpositif thinking saja, mungkin efek makan makanan orang mati pada gadis tersebut berbeda denganku.
Setelah selesai memasak, aku menuntun gadis itu ke kamar Yuli untuk ia tempati sementara waktu. Siti meletakkan tas ranselnya yang terlihat kokoh di atas meja kecil di sebelah tempat tidur.
“Bawaanmu banyak sekali, eman-eman tasnya nanti rusak,” ucapku.
“Kuat kok tasnya, Mbak” jawab Siti berapi-api.
“Kalau dari modelnya, pasti produk impor ya?” tanyaku penasaran.
“Enggak kok, Mbak. Beli ke Bu Darmi, kebetulan model yang ini terlaris di toko. Bu Darmi kulak ke supplier lokal, aku yang membantunya order lewat daring di Shopxx. Nama tokonya ‘Junan Olshop’,” tegas Siti.
“Panteeees ...,” jawabku mengiyakan karena aku juga berlangganan di toko daring tersebut.
Setelah membantu Siti menata barang-barangnya, kami berduapun segera menuju ke dapur kembali untuk menata makanan di piring-piring.
“Siti, makan dulu yuk? Saya bawa makanan dari rumah,” ucapku.
“Wah, kebetulan banget Mbak. Perutku sudah minta diisi,” jawab perempuan muda tersebut.
“Cuci tangan dulu, yuk?” ajakku yang kemudian diiyakan Siti. Kami berduapun berjalan menuju tempat mencuci tangan di sebelah kamar mandi. Kubasuh kedua tanganku dengan air yang mengalir, setelahnya akupun berjalan menuju amben tempat nasi bungkusku berada.
“Kok balik lagi, Mbak?” tanya Siti kepadaku sambil mencuci tangannya.
“Tanganku masih bau sabun, mau kubilas lagi,” jawabku. Akupun membilas tanganku dengan sabun sebanyak-banyaknya setelah Siti. Kemudian, kami berdua mulai membuka wadah makanan tersebut.
“Alhamdulillah ada telor dadarnya,” ucap Siti. -Aku masih mendengus-“kenapa, Mbak? Masih bau sabun?” tanya perempuan di depanku tersebut.-Aku mengangguk ...-“cuci lagi saja tangannya, Mbak!” ucapnya kembali.
Aku sudah bersiap berdiri melangkah ke kamar mandi, ketika tiba-tiba aku melihat Yu Darmi lengkap dengan jarik cokelatnya sedang duduk berselonjor di belakang Siti.
“S-s-siti ...,” ucapku terbata-bata.
“Kenapa, Mbak?” tanya Siti keheranan. Aku berpegang pada bahu perempuan itu supaya tubuhku tidak oleng karena mendadak kehilangan energi. Yu Darmi menoleh ke arahku dengan tatapan matanya yang tajam, tetapi hampa. Siti berusaha menolongku agar tidak terjatuh, aku didudukkan di amben. Yu Darmi masih di belakang Siti. Setelah menolongku, tiba-tiba Siti mendengus dan memejamkan mata, beberapa detik kemudian iapun berteriak.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRGH!!!”
Aku bingung dan takut, di satu sisi aku harus menolong Siti, di satu sisi aku tidak memiliki tenaga sama sekali, sementara arwah Yu Darmi masih berada satu meter di depanku dengan mulut yang menyeringai seolah-olah akan menyerangku.
“T-toloooooooooong!!!!” teriakku lirih tanpa tenaga.
Tubuhku terjerembap tak berdaya di atas amben, sementara Siti masih mendengus-dengus sambil berteriak di sebelahku seolah hilang kesadaran. Dalam hati aku berharap Mas Diki atau Nur segera datang untuk menolong kami berdua, tetapi mereka tidak kunjung datang.
“T-toloooooooooooooong!!!” teriakku kembali sekuat tenaga, tetapi yang keluar hanya suara serak di tenggorokanku.
Dalam keadaan ketakutan, tiba-tiba pintu samping berderit
KRIEEEEEEEEEEEEEEEEET
Dari ekor mata, aku melihat Yu Painem sedang berdiri di tengah pintu selama beberapa detik, kemudian ia berbalik pergi. Terdengar suara pintu dibanting dengan keras saat ia berjalan pergi. Entah mengapa sepeninggal Yu Painem, sosok mengerikan Yu Darmi juga menghilang, bau sabun jenazahnya juga mendadak sirna. Akupun menemukan tenagaku kembali. Sitipun sudah tidak mendengus-dengus ataupun berteriak-teriak.
Setelah benar-benar yakin kondisi aman, akupun berusaha duduk dan menoleh ke arah Siti.
“Kamu nggak apa-apa, Siti?” tanyaku.
“Enggak, Mbak. Aku nggak apa-apa. Mbak sendiri?” Siti balik bertanya kepadaku.
“Saya juga tidak apa-apa,” jawabku.
“Mbak Sinta tadi kenapa tiba-tiba limbung, terus kayak berteriak tapi tidak ada suaranya?” selidik Siti.
“Eh, saya tadi-“ Aku berpikir untuk membohongi mantan karyawan Yu Darmi itu.
“Mbak merasakan kehadiran Bu Darmi, ya?” potong Siti mengagetkanku.
“Darimana Kamu tahu?” tanyaku penasaran.
“Tadi aku juga merasakan kehadiran Bu Darmi, Mbak.”-Jawabnya sambil duduk.-“Aku kalau habis nyicipi makanan orang mati biasa kayak gitu, Mbak. Penciumanku jadi tajem banget, bisa mengendus kehadiran arwah,” lanjutnya. Aku cukup terkejut dengan pengakuannya.
“Siti, jangan bilang siapa-siapa ya? Saya sudah beberapa kali didatangi arwah Yu Darmi setelah tanpa sengaja minum teh untuk selamatannya Yu Darmi. Dia datang kepada saya di sini dan di rumah saya sendiri,” ucapku jujur kepada Siti.
“Mbak melihat sosok Yu Darmi?” tanya Siti masih penasaran. Aku mengangguk.
“Kamu jangan bilang-bilang yang lain, ya!” ujarku.
“Tenang, Mbak. Aku bisa jaga rahasia, kok.” Jawabnya renyah.
“Dulu waktu masih kecil, saya tidak tahu apa itu arwah. Setiap habis makan makanan orang mati, mereka muncul di depan saya. Saya biasa saja, seolah tidak terjadi apa-apa, kadang saya mengajak mereka bermain atau mengobrol.” Aku menceritakan pengalaman masa kecilku.
“Setelah saya tahu tentang arwah, saya tidak pernah lagi mau makan makanan orang mati, takut ...,” tambahku.
Siti mendengarkan ceritaku dengan seksama.
“Biasanya setelah dua atau tiga hari, arwah tersebut sudah tidak muncul lagi. Tapi entah mengapa arwah Yu Darmi masih saja menggangguku, padahal sekarang sudah memasuki hari kelima,” ucapku sambil menggeleng kebingungan.
“Mbak Sin ...” panggil Siti.
“Iya, Siti,” jawabku.
“Mohon maaf ya, Mbak. Ketika aku mencium kehadiran Bu darmi, Aku mencium aroma ketidakpuasan, seolah-olah ada suatu rahasia besar yang ingin beliau sampaikan kepada kita,” ucap Siti dengan mendesah. Aku memperhatikan ucapannya betul-betul.
“Mbak sinta tidak melihat sesuatu yang mencurigakan sebelum atau sesudah kematian Bu Darmi?” tanya Siti. Aku menatapnya nanar.
“Saya jarang ke sini, Siti. Saya taunya beliau sakit karena pas ke pasar lihat tokonya tutup, mampir ke rumahnya, ternyata Yu Darmi sedang terbaring di kamarnya, kemudian kami bawa ke rumah sakit, tetapi kondisinya terus menurun dan meninggal di sana,” jawabku.
“Beneran Mbak Sinta tidak mencurigai sesuatu?” tanya Siti kembali. Aku menggeleng, aku tidak mungkin menceritakan tentang barang-barang Mbak Titi yang mirip dengan milik almarhumah, karena itu masih sebatas asumsiku belaka, jika salah maka nama baiklah taruhannya.
“Kamu nanti jadi tidur di sini?” tanyaku memastikan.
“Iya, Mbak.” Jawab Siti tegas.
“Saya takut terjadi apa-apa sama kamu,” ujarku.
“Tenang, Mbak. Aku tinggal menutup hidung saja kalau Bu darmi datang,” jawabnya sambil cengengesan. Capek juga menghadapi mantan karyawan Yu Darmi yang keras kepala ini.
“WA saya kalau terjadi sesuatu!” perintahku.
“Siap, Mbak!” jawabnya.
Kami berdua sudah siap melanjutkan pekerjaan di dapur ketika tiba-tiba terdengar suara kaki diseret di lompongan, tak lama kemudian suara kaki tersebut berhenti tepat di depan pintu. Aku dan Siti berhenti bersuara dan saling berpandangan, sementara hari sudah mulai surup.
Dok ... dok ... dok ....
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Herry Ruslim
seru horornya
2022-12-19
0
Pelangi Biru
semangat terus berkarya kak 😎
2022-11-06
0
Ivanka Anata
Bu Mimin-Pak Sukirno dan Mbak Titi sekongkol habisin nyawa Yu Darmi dan kuasai harta-harta nya
2022-07-12
1