Bapak-bapak sangat menikmati masakan yang kami bawa, nasinya hanya sisa sedikit. Sedangkan lauknya benar-benar ludes. Mungkin karena saking laparnya, sehingga bisa menikmati masakan tersebut. Memang sich, bau jenazah Yu Painem sudah tidak tercium lagi semenjak liangnya ditimbun tanah, tapi aku sendiri jujur masih agak terbayang-bayang bau yang tidak sedap tadi
"Mas, gimana hasil otopsi jenazah Yu Painem?" tanyaku pada Mas Diki setelah ia selesai makan.
"Tidak ada kekerasan pada fisiknya. Jadi Yu Painem ini meninggal karena sakit, diperkirakan ia sudah meninggal empat atau lima hari lalu, hampir bersamaan dengan meninggalnya Yu Darmi," jawab suamiku panjang lebar.
"Apa Mas? Jadi ...," Aku terkejut karena selama mempersiapkan tahlilan di rumah Yu Darmi, beberapa kali aku berinteraksi dengan Yu Painem. Bahkan sampai tadi malam aku masih melihat Yu Painem di depan rumah Yu Darmi.
"Jika Yu Painem sudah meninggal lima hari yang lalu, berarti yang mengantar kucing mati itu hantu? Yang kutemui di rumahnya waktu mengantar makanan juga hantu? Terus yang datang tiba-tiba waktu aku diganggu arwah Yu Darmi, itu juga hantu? Dan yang semalam muncul di depan rumah Yu Darmi juga hantu? Jangan-jangan, yang tadi menyerupai wajah Mas Diki, memanggil-manggil Nur juga hantu?"
"Iya, Dik. Jenazah Yu Painem sudah berhari-hari berada di kamarnya tanpa ada yang tahu," jawab Mas Diki.
"Ya Allah ... kasihan Yu Painem harus meninggal seperti itu, Mas." ucapku spontan.
"Semuanya sudah ditakdirkan oleh Allah SWT, kapan, dimana, dan bagaimana kita akan meninggal," ucap Kyai Sholeh.
"Iya, Pak Kyai. Tapi hati kecil saya ikut menangis, tidak tega. Hidup sudah sebatang kara, masak meninggalnya juga dengam cara seperti itu. Ini juga menjadi kekeliruan saya. Saya berada di rumah Yu Darmi audah berhari-hari, harusnya saya curiga ketika ada bau tidak sedap yang tercium sampai rumah
Yu Darmi. Saya menyangkanya itu memang bau rumahnya Yu Painem, soalnya kata orang-orang, Yu Painem terkenal jorok dan bisa saja ada tikus atau kucing mati di sekitar atau di dalam rumahnya." Aku menjawab.
"Tapi, Pak Diki tadi bercerita katanya Bu Sinta sudah beberapa kali datang ke rumah Bu Painem, tapi tidak menemukan apa-apa?" ucap Kyai Sholeh.
"Iya, Pak Kyai. Saya beberapa kali mengantar makanan ke sana, keliru saya tidak melihat sampai ke kamar. Cuma sampai ruang tamu saja, dan saya tidak memeriksa betul, kenapa makanan yang saya berikan selalu habis. Saya pikir makanan itu diambil Yu Painem, bukan tikus atau kucing." Aku menjawab.
"Nah, itu namanya sudah takdir, Bu Sinta sudah berusaha tapi Allah memutuskan lain," ucap Kyai Sholeh.
"Iya, benar Pak Kyai," jawabku.
"Bu Sinta, tadi saya mengumumkan kepada masyarakat kalau tahlilan meninggalnya Bu Painem akan dibarengkan dengan tahlilannya Bu Darmi. Jadi Bu Painem akan ditahlilkan hari ini dan besok saja. Dan hari ini tahlil akan diadakan jam setengah lima sore sesuai info dari Pak Diki," ucap Kyai Sholeh.
"Iya benar, Pak Kyai," jawabku.
Setelah itu kamipun pulang ke rumah Yu Darmi untuk mempersiapkan acara yang sudah sejaman lagi akan diadakan.
Sesampai di rumah Yu Darmi, kamipun mempersiapkan segala sesuatu terkait acara tahlilan tersebut. Mas Diki menggelar karpet dan tikar di lantai dan di beranda, sedangkan aku dan Siti mempersiapkan makanan di piring-piring. Nur sengaja kuminta membantu kami berdua di dapur.
Ternyata yang datang ikut tahlilan sore itu agak banyak, lebih banyak dari biasanya. Entah karena kematian Yu Painem masih baru atau karena tahlilannya diadakan sore. Para warga berdoa dengam khusyu' untuk ketemangan arwah Yu Darmi dan Yu Painem, sayangnya makanan yang kami sajikan tidak begitu dinikmati oleh para warga yang hadir. Mungkin mereka masih teringat dengan jenazah Yu Painem yang agak membusuk, sehingga menurunkan selera makan.
Selesai sholat maghrib aku, Mas Diki, dan Nur sudah bersiap-siap akan pulang ke rumah. Tapi aku kepikiran dengan Siti, makanya aku berkata.
"Siti, ayo nginep di rumahku saja!" ucapku.
"Biar aku tetap di sini saja, Mbak. Takut merepotkan Mbak Sinta," jawab Siti.
"Enggak kok, Siti. Saya nggak repot. Justeru kalau Kamu nginep di sini, saya yang kepikiran," jawabku.
"Beneran nggak merepotkan?" tanya Siti, sepertinya ia memang mulai cemaa menginap di rumah ini semenjak Yu Painem ditemukan meninggal.
"Assalamualaikum ...,"
"Assalamualkum ...,"
Suara beberapa orang dari pintu depan.
"Waalaikumsalam," jawab Kami berbarengan.
Pintu depanpun terbuka.
"Yuli ... Fery ...," pekikku.
"Iya, Bulik ... Paklik ... Ini Yuli dan Fery," jawab mereka seraya berhambur dan memeluk kami. Mereka memang sangat dekat dengan aku dan Mas Diki.
"Mas Fery ... Mbak Yuli ...," pekik anakku juga ikut berpelukan dengan kedua anak itu.
"Ujiannya sudah selesai, kok sudah pulang Kalian?" tanyaku pada mereka.
"Alhamdulillah, Bulik ujianku baru selesai hari ini," jawab Yuli.
"Aku juga baru tadi selesai ujiannya," jawab Fery.
"Gimana untuk ujian hari pertamamu, Yul? Apa Kamu boleh menyusul?" tanyaku.
"Syukurlah, Bulik. Aku bisa menyusul ujian tersebut siang tadi. Makasih banyak ya Bulik atas bantuannya, mohon maaf Yuli tidak bisa membantu selama lima enam hari ini," Yuli menjawab.
"Itu sudah tugasnya Bulik dan Paklikmu ini. Syukurlah kalau Kamu bisa menyusul ujian. Oh ya, Kalian sudah dengar belum?" Aku bertanya.
"Dengar apa, Bulik?" Yuli bertanya.
"Yu Painem sudah meninggal," jawabku.
"Bude Painem sebelah?" tanya Yuli dengan ekspresi wajah terkejut.
"Iya, ..." jawabku.
"Sakit atau gimana, Bulik?" tanya Yuli lagi.
"Entahlah, dia sudah meninggal lima hari yang lalu," jawabku.
"Bulik nggak bercanda, kan? Lima hari yang lalu aku kan hari kematian ibu? Aku dan Fery kan ikut menghadiri pemakaman Ibu. Sampai aku balik ke kota, tidak ada kabar bude Painem meninggal?" Yuli bertanya lagi.
"Iya, Yu Painem meninggal hampir bersamaan dengan ibu Kalian. Tapi mayatnya baru ditemukan tadi pagi," terangku.
"Apa??" Yuli dan Fery terperanjat.
"Ya Tuhan, kasian bude Painem. Mengapa dia harus meninggal dengan cara seperti itu? Seandainya Ibu masih sehat, mungkin bude Painem tidak akan mengalami hal itu, karena setiap hari, sepulang dari pasar, Ibu selalu membawa makanan buat bude Painem." Yuli bercerita mengejutkanku.
"Apa benar ibumu yang memberi makan bude Painem selama ini?" tanyaku memastikan.
"Iya, Bulik. Beberapa kali waktu aku atau Fery telpon Ibu, Ibu pas ada di rumah bude Painem. Ibu juga pernah menyuruh bude Painem berbicara denganku. Bude Painem dan Ibu itu sahabat sejati pokoknya. Ya Allah nggak nyangka meninggalnya pun bersamaan. Sayangnya jenazah bude Painem harus ditemukan setelah beberapa hari meninggal," sambung cerita Yuli. Kami yang mendengarnya betul-betul surprise dengan pengakuan anak sulung Yu Darmi tersebut.
"Bulik, semalam Fery bermimpi buruk ...," ucap Yuli.
"Mimpi buruk apa, Fer?"
"Eee ... Aku mimpi anu, Bulik." Jawab Fery.
"Mimpi apa, ayo ceritakan?"
"Baiklah, Bulik" jawab Fery.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Herry Ruslim
nur ngasih makan hantunya Bu painem
2022-12-19
0
Luphie Phie
bukannya si yu Darmi ini punya anak 2 ya, udah besar lagi. tapi AMP selamatan hati ketujuh kok gak ada d rumah. sesibuk2nya kerja ataupun kuliah kalo orang tua meninggal mbok ya pulang gitu. tapi namanya juga fiksi ya, cuma ya gak ngotak aja seh,,,
2022-12-10
0
Om Rudi
Wah gak nyangka, Yu Darmi-Painem SOHIB
Selalu digantung ujungnya biar misterinya kental banget
2022-03-29
2