Aku dan suami bergegas menuju dapur, Bu Titi mengikuti di belakang kami sambil menenteng belanjaan yang kami bawa dari pasar. Begitu sampai di dapur, aroma bangkai tercium di hidungku.
"Baunya dari kresek di atas amben itu, Mbak" ucap Bu Titi sambil menunjuk ke kresek hitam tadi malam.
"Benar! Kresek itu yang tadi malam dibawa oleh Yu Painem, tapi mengapa bau bangkai? Bukankah seharusnya isinya gula atau beras?" pikirku sambil mendekati bungkusan tersebut.
Semakin aku mendekat ke tempat kresek itu berada, bau busuknya semakin kentara tercium.
"Antep baunya, Mbak Titi" ujarku sambil menutup hidung
"Banget, Mbak" jawab Bu Titi juga menutup hidungnya
Suami mencubit tepian kresek itu, kemudian dijinjing ke arah lompongan, Bu Titi yang membukakan pintu supaya suamiku bisa lewat.
Sambil memperhatikan suami membawa bungkusan, otakku tak berhenti berpikir, "mengapa kresek yang diantar Yu Painem tadi malam bisa bau bangkai seperti ini? Apakah semalam ada tikus yang makan isinya kemudian mati di dalam? Mengapa tikus itu bisa mati, apakah isinya racun? Atau jangan-jangan ..."
Akhirnya kami sudah berada di lompongan, perlahan suami mengeluarkan benda misterius yang ada di dalam kresek itu. Kami semua penasaran dengan isi bungkusan itu. Begitu dikeluarkan isi di dalamnya oleh suamiku, Bu Titi dan aku sama-sama menjerit keras,
"WAAAAAAAAAAAAAAA"
Bu Titi tidak hanya menjerit tapi juga mual dan muntah seketika di lompongan. Sedangkan aku justeru menangis. Bagaimana tidak, di dalam kresek itu tidak ada gula atau beras sedikitpun, yang ada justeru si Manis, kucing kesayanganku di rumah.
Bu Titi masuk ke dapur, mungkin mau berkumur di kamar mandi. Aku duduk tercenung di depan jasad si Manis, tak kupedulikan lagi bau busuk yang tercium. Suamiku duduk di sebelahku.
"Manis, kenapa kamu bisa mati mendadak begini? Padahal, kemarin lusa kamu masih bermain dengan Nur?" ucapku lirih
"Dik, si Manis sebaiknya segera Mas kubur ya?" ucap suamiku
Aku hanya mengangguk, air mataku tak bisa dibendung. Kenangan bersama kucing kesayanganku itu kembali terkenang. Saat pertama kali aku menemukannya terluka di pinggir jalan, aku membawanya pulang, sampai di rumah kurawat lukanya sampai sembuh. Setelah sembuh, si Manis tinggal di rumah, menjadi bagian dari keluarga kecilku.
Anakku, Nur juga sangat menyayangi kucing kecil itu. Ada kebiasaan unik si Manis. Apabila waktu maghrib menjelang, ia biasanya berputar-putar di sekitar rumah, aku sengaja membiarkannya begitu, ada yang bilang kalau kucing itu menjaga rumah dari makhluk halus yang mau masuk ke dalam. Setelah isya' barulah ia menggaret-garet daun pintu, pertanda minta masuk ke dalam. Kami membiarkannya masuk kemudian mengajaknya bermain hingga tertidur di kamarku atau kamar anakku. Tengah malam, ketika salah satu dari kami bangun untuk minum atau ke kamar mandi, si Manis biasanya ikut bangun menemani.
Suamiku menggali lubang di lompongan, mengambil sepotong kain untuk bungkus si Manis, kemudian menguburkan si Manis di lubang yang ia gali. Aku mengamatinya dari jarak empat empat meter di depan pintu. Bu Titi duduk di belakangku setelah kembali dari kamar mandi,
"Mbak, itu kucing saya ternyata. Maaf ya, tadi sudah bikin Mbak Titi mual" ucapku
Tidak ada jawaban dari Bu Titi.
"Sampean nggak apa-apa, kan?" ucapku kembali
Masih tidak ada jawaban dari Bu Titi. Bau sabun tiba-tiba tercium di hidungku, "pasti Bu Titi tadi kumur-kumur sekalian mencuci mukanya dengan sabun milikku kemarin" pikirku. "OH TIDAK! Bau sabun ini bukan bau sabun milikku yang kutinggal di kamar mandi, tetapi ini bau sabun ..."
Bulu kudukku merinding seketika, aku baru menyadari bahwa sosok yang sedang duduk di belakangku, tepatnya di kursi goyang itu bukanlah Bu Titi, melainkan pemilik aslinya yaitu Yu Darmi.
Badanku menjadi gemetar, aku tidak berani menoleh ke belakang, aku tak mau melihat wajah pucat itu lagi. Aku berteriak memanggil-manggil nama suamiku, tetapi suaraku tidak keluar. Tanganku menggapai-gapai ke depan tak bertenaga, telingaku berdengung seketika. Suamiku tidak menoleh ke arahku. Dia masih sibuk mengubur si Manis. Aku terus berusaha memanggil nama suamiku tetapi mulutku masih tercekat. Kemudian ada tangan yang memegang pundakku.
"Mbak ... Mbak ... Mbak Sin" panggil seseorang dari belakangku
Bau sabun itu sudah tidak tercium lagi dan telingaku sudah tidak berdengung.
"Iya, Mbak" jawabku ngos-ngosan
"Mbak Sin, nggak apa-apa?" tanya pemilik suara itu lagi yang ternyata adalah Bu titi
"Saya nggak apa-apa, Mbak. Cuma tadi shock dengan kematian kucing kesayangan saya" jawabku sambil menoleh ke arahnya. Kulirik kursi di belakangku, tidak ada siapa-siapa di sana. Lagi-lagi aku harus berbohong kepada Bu Titi. Aku masih butuh ada Bu Titi di rumah Yu Darmi ini.
"Kucingnya sudah dikubur ya?" tanya Bu Titi
"Itu, baru selesai. Mbak, ayo kita cuci bahan-bahan masakannya dulu di belakang!" ajakku
"Ayo, Mbak" jawab Bu Titi
Aku senagaja mengajaknya mencuci bahan dulu, supaya aku ada yang menemani mencuci tangan di kamar mandi. Tidak lucu kalau aku harus ke kamar mandi sendirian di rumah ini, Bisa-bisa disamperin Yu Darmi lagi.
🚰🚰🚰
Agak siang sedikit, Bu Mimin datang ditemani dua ibu-ibu yang lain. Istrinya Wak Giman dan Mang Karjo. Bu Titi menceritakan penemuan bangkai si Manis kepada ibu-ibu itu. Aku terpaksa berbohong lagi, kukatakan bahwa kucingku itu memang kondisinya sakit, mungkin dia tahu majikannya ada di rumah ini, makanya ia mati di sini. Bu Mimin sempat menatapku curiga,
"Bukannya kucing kalau mau mati biasanya menjauh dari majikannya?" telisiknya
"Ya, nggak tau juga, Mbak Mimin. Mungkin si Manis ingin dikuburkan majikannya" jawabku ngasal saja. Aku takut Bu Mimin curiga dengan Yu Painem, soalnya kemarin ada dia waktu Yu Painem mengantarkan kresek hitam itu.
Kamipun melanjutkan pekerjaan dapur itu sampai selesai. Selama bekerja di dapur, aku terus berpikir tentang Yu Painem. Aku ingin menanyakan kepadanya, mengapa dia mengantarkan mayat kucingku ke sini? Apa dia yang menemukan mayat kucingku di jalan atau di rumahnya? Aku akui banyak orang yang mengetahui kalau si Manis memang kucingku karena warnanya tidak ada yang menyamai. Tapi apakah wanita tua introvert itu juga mengetahui hal itu? Atau jangan-jangan, dialah yang membunuhnya? Untuk apa? Nanti habis tahlilan aku harus tanyakan langsung kepadanya. Jika memang dia yang melakukannya, dia harus bertanggung jawab.
⭕⭕⭕
Syukurlah, arwah Yu Darmi tidak nongol-nongol lagi siang maupun malam harinya. Mungkin karena banyak orang yang ada di sana. Tapi tetap saja, aku selalu merapat dengan ibu-ibu itu, karena biasanya Yu Darmi muncul kalau aku sendirian, meskipun hanya beberapa detik.
Acara tahlilan berjalan dengan lancar, semua makanan di piring ludes, kebetulan yang memberi bumbu masakan hari itu, istrinya Wak Giman yang terkenal mantap masakannya. Tak lupa ketika pulang, ibu-ibu itu aku bawakan sisa makanan dan kue tiga macam, masing-masing dua bungkus. Aku sengaja menyisakan satu bungkus berisi nasi dan kue tiga macam untuk kubawa ke rumah Yu Painem, sekaligus menanyakan perihal si Manis.
Aku berjalan ke rumah Yu Painem, suamiku seperti biasa menunggu di pinggir jalan. Kuketok daun pintu Yu Painem,
"Dok dok dok ... Assalamualaikum"
Tidak ada sahutan.
Aku coba dorong pintunya, ternyata terbuka.
"Asalaamualaikum ..." Tetap tidak ada yang menyahut. Aku dorong pintu itu sampai mentok ke tembok, takut Yu Painem muncul tiba-tiba lagi seperti kemarin. Ketika pintu kubuka, sama seperti kemarin, bau tidak sedap kembali tercium. Cuma sekarang lebih kentara lagi. Aku kecewa karena Yu Painem tidak muncul, tetapi karena sudah terlanjur ke rumahnya, aku taruh saja bungkusan yang aku bawa itu di kursi seperti kemarin. Lagi-lagi makanan itu aku lempar ke atas kursi karena kursinya agak masuk ke dalam, aku takut ketika menaruhnya pintunya tertutup sendiri.
"Yu ... Saya naruh makanan di kursi" kataku agak keras, meskipun tidak kulihat ada Yu Painem di sana.
"MAAAAAAAAAAAAOOOOOOWWW"
Aku terkejut karena tiba-tiba ada seekor kucing melompat dari dalam ke arahku, aku menghindar. Daun pintu tertutup dari dalam. Aku masih ada di dalam, sedangkan suamiku di luar.
"Mas .... Mas ...." Aku gedor-gedor pintu yang tiba-tiba tertutup rapat.
Aku tarik gagang pintu dari dalam tetapi tidak bisa membuka pintu tersebut. Aku panik karena suamiku sepertinya belum menyadari bahwa aku terkunci di dalam rumah Yu Painem. Tiba-tiba bau sabun tercium di hidungku menyeruak diantara bau tidak sedap khas rumah Yu Painem. Aku merasakan hawa tidak enak di ruangan pengap itu.
"Yu Dar, mohon jangan muncul saat ini! Saya takut sekali" pekikku sambil terus menggedor-gedor pintu dengan keras.
"KRIEEEEEEEEEEEET"
"Dik, Kamu nggak apa-apa?" ucap suamiku dari balik pintu. Syukurlah akhirnya suami datang menolongku.
"Ayo Mas pulang. Orangnya nggak ada di dalam." Aku merengek sambil menggandeng tangan suamiku.
Kamipun pulang meninggalkan rumah Yu Painem dengan tanpa info apapun mengenai kucingku. Aku yang membonceng menghadap ke samping sempat melihat bayangan seseorang berdiri di balik jendela. Entah Yu Painem atau bisa jadi itu arwah Yu Darmi.
🔱🔱🔱
Sesampai di rumah, tidak seperti biasanya bujangku mengunci pintu kamarnya. Apa dia kesal kepadaku karena tidak kuajak ke rumah Yu Darmi? Aku melarangnya bukan tanpa alasan, karena ingin dia benar-benar sehat dulu.
"Dok ... Dok ... Dok"
Tidak ada sahutan.
"Dok ... Dok ... Dok"
"Ayo, Nak bangun,sholat isya' dulu!" teriakku
Pintu kamar terbuka,
"Ibu ?" sapanya
"Iya, kenapa Kamu keringetan begitu, Nak?" tanyaku. "Jangan-jangan Kamu kerukupan lagi?" tambahku
"T-tidak, Bu" jawabnya terbata-bata.
"Trus kenapa kamu bisa keringetan begitu? Apa kamu demam lagi?" tanyaku cemas sambil kupegang dahinya. Dingin.
"A-anu, Bu" katanya masih terbata
"Anu kenapa, ayo cerita sama Ibu dan Bapak!" todongku
"Ibu dan Bapak tidak marah kan, kalau Nur cerita sesuatu?" ucapnya lagi
"Enggak, asal Kamu jujur" jawabku
"Sini masuk dulu ke kamar Nur!"
Aku dan suamiku menyusul Nur ke kamarnya. Nur duduk di atas kasur, kami berdua duduk di pinggir.
"Sekarang ceritakan!" ujarku
"Kemarin lusa pas maghrib, waktu saya habis berwudlu di kamar mandi, saya mendengar ada suara nenek-nenek di depan pintu. Tapi pas saya intip lewat jendela, nggak ada orangnya. Pas saya balik ke kamar, suaranya terdengar lagi, saya intip di jendela nggak ada lagi. Habis itu saya balik ke kamar, suara nenek-nenek terdengar lagi, tapi diikuti dengan suara maongan si Manis. Trus suara itu tidak terdengar lagi." cerita anakku
"Makanya waktu ibu pulang, kamu tidur krukupan?" Aku bertanya
Anakku mengangguk kemudian melanjutkan ceritanya,
"Tengah malamnya saya kehausan, saya tidak seberapa takut karena sudah ada Ibu dan Bapak di rumah. Saya ke meja makan, si Manis menemani. Pada saat saya minum, terdengar suara nenek itu lagi di depan, saya buru-buru masuk ke kamar lagi. Namun, si Manis lari ke depan lewat jendela yang kacanya pecah itu." tambahnya
"Terus?" tanyaku penasaran. Aku pikir ini ada hubungannya dengan kematian si Manis.
"Saya tidak mendengar apa-apa lagi setelah itu. Besoknya saya tidak melihat si Manis lagi sampai sekarang. Terus, pas maghrib tadi, nenek itu memanggil-manggil lagi di depan pintu. Saya takut, Bu, Pak." tutup cerita anak lelakiku itu.
"Ya Tuhan, siapa sebenarnya nenek yang dimaksud anakku tersebut? Apakah dia yang membunuh si Manis? Apa tujuan nenek itu mengganggu anakku?" tanyaku dalam hati
"Nur, si Manis sudah mati" ucapku pelan
"APAAAAAAA?" ujar Nur tidak percaya
"Tadi siang Bapak yang menguburkannya di rumah Bu Demu" jelasku
"Ya Tuhan, pasti nenek itu yang telah membunuhnya!" pekik anakku sambil menangis
Anakku menangis sesenggukan, air matanya mengalir deras. Aku bisa memaklumi hal itu. Si Manis itu sudah seperti keluarga di rumah ini. Aku biarkan Nur melepaskan emosinya. Kuambilkan air putih untuk ia minum setelah tangisnya reda.
"Nur, kalau Ibu boleh tahu. Apakah Kamu tahu Bu De Painem?" tanyaku
"Perempuan yang tinggal di sebelah Bu De Darmi?" tanyanya
"Iya" jawabku
"Kenapa, Bu?" tanyanya kembali
"A-apakah, suara nenek-nenek yang Kamu dengar, mirip dengan suara Bu De Painem?" tanyaku
Nur menarik napas dalam-dalam.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
AGhanteng
Memang kucing satu2nya yg menjaga rumah kita dari serangan makhluk lain.
Lah saya gak bs tdr kalau kucing ga ada di dekat saya.Ngerasa dijaga gitu thor.
2022-11-06
1
Pelangi Biru
semanngat terus berkarya kak
2022-11-06
1
Black Shadow
si Sinta udah tau penakut ma sering di tampakin yu Darmi terus ada keganjalan dari painem bukannya crita ma lakinya malah sok nyimpen rahasia sendiri itu juga kalo bukan karena anaknya yang crita duluan..punya laki buat apa...buat slampiran doank ya ga mau terbuka ma lakinya
2022-07-21
2