Nur menggeleng, sorot matanya terlihat kebingungan
"Saya jarang ketemu Bu De Painem, Bu. Pas ketemu pun dia nggak pernah bicara. Paling cuma batuk-batuk" ucap anak laki-lakiku itu kemudian.
Aku tidak heran dengan perkataan anakku, Yu Painem memang terkenal introvert dan tidak banyak berhubungan dengan orang lain. Aku saja yang sudah lama hidup di desa ini cuma sesekali ke rumahnya, mengantar zakat fitrah.
"Emang kenapa dengan Bu De Painem?" tanya bujangku itu
"Oh, nggak apa-apa, Nur. Dia yang menemukan mayat si Manis" jawabku
"Ooo ... " seru anakku itu
"Ya sudah, kalau begitu ayo sholat isya' dan makan malam dulu!" ucap suamiku. Dari nada bicaranya sepertinya suamiku tidak begitu suka dengan pembicaraan kita yang mengarah kepada hal ghaib.
"Iya, Pak" jawabnya
Kami bertigapun bergantian ke kamar mandi untuk bersuci dan menunaikan sholat isya' berjamaah di kamar Nur. Nur paling senang kalau kamarnya dipakai untuk sholat, adem katanya. Setelah menunaikan sholat, kami sekeluarga makan malam di meja makan, aku sengaja menghidupkan kompor untuk membuat telor ceplok dan teh hangat sebagai menu makan malam. Setelah selesai makan malam, kamipun menuju peraduan masing-masing. Tak lupa aku berpesan kepada Nur,
"Nur, kalau mendengar sesuatu, kamu tidak usah ke luar kamar ya?" ucapku
"Iya, Bu" jawabnya seraya menutup pintu kamarnya.
🕙🕙🕙
Malam ini mataku sulit untuk dipejamkan, pikiran masih terus terbayang dengan kematian si manis yang masih misterius, selain itu aku juga memikirkan peristiwa ganjil yang dialami oleh Nur. Siapakah nenek-nenek yang selalu mengganggu anakku itu? Lama memikirkan hal itu, tanpa sadar akupun terlelap juga.
[BLEP] kedua mataku tiba-tiba terbuka.
Aku terbangun dari tidur rupanya. Hal ini biasa terjadi padaku ketika kecapekan atau banyak pikiran. Biasanya kalau terbangun tengah malam, aku gunakan untuk sholat tahajud untuk menenangkan pikiran, tetapi malam ini aku agak merinding yang mau ke kamar mandi. Mau membangunkan suamiku yang sedang tertidur juga kasiyan. Ah sudahlah, aku tidur lagi saja, siapa tau bisa terlelap lagi.
[SRET SRET SRET ... ]
Terdengar suara langkah kaki di depan pintu kamar menuju ke meja makan. Dilanjutkan suara air yang dituang ke dalam gelas. Mungkin itu Nur yang sedang kehausan di tengah malam, makanya dia minum, seperti ceritanya kemarin lusa. Aku harus keluar kamar menemaninya, supaya dia tidak diganggu oleh nenek misterius itu lagi. Atau paling tidak kalau memang nenek misterius itu muncul malam ini, aku bisa tahu siapa identitas sebenarnya yang mengganggu anakku beberapa hari ini.
Aku turun dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu kamar. Kuputar gagangnya dan kutarik ke dalam. Dari arah pintu kamar, pemandangan di ruang makan terlihat dengan jelas. Kami memang tidak pernah mematikan lampu di ruang makan karena tidak suka gelap-gelapan. Hanya ruang tamu yang dimatikan, itupun kalau kami sudah mau tidur.
"Kamu haus, Nur?" Tanyaku sambil mengucek mata
Tidak ada jawaban. Di ruang makan juga tidak ada siapa-siapa. Aku menoleh ke kiri dan ke kanan, mungkin anakku baru saja meninggalkan meja makan. Namun, tidak ada siapa-siapa. Aneh ... pikirku. Karena tidak ada siapa-siapa di luar, aku berencana menutup pintu kamar kembali dan melanjutkan tidurku. Belum sempurna aku menutup pintu kamar, dari sudut pintu yang masih terbuka, tanpa sengaja aku melihat sekilas sosok Yu Darmi dengan wajah pucatnya sedang duduk di kursi meja makan menatap tajam ke arahku.
"YA TUHAN!!!!" pekikku sambil membanting pintu kamar keras-keras dan berlari menuju tempat tidur. Aku melangkahi badan suamiku yang sedang tertidur pulas. Aku langsung kerukupan di sisi kasur yang menempel pada dinding. Sesekali aku mengintip ke balik selimut, takut Yu Darmi ikutan masuk ke kamar. Syukurlah sampai subuh tidak ada gangguan lagi.
😱😱😱
Esok harinya suami tidak bisa menemaniku ke pasar karena ada keperluan lain, sedangkan Nur aku suruh membawa baju ganti, jadi nanti sepulang dari sekolah tidak usah pulang ke rumah dulu, tetapi langsung ke rumah almarhum budenya saja. Nur menyetujui hal itu, mungkin dia juga masih trauma dengan kehadiran nenek misterius di rumah.
Setelah selesai berbelanja, aku tidak langsung meninggalkan pasar. Aku berkeliling pasar mencari anak kucing liar. Setelah ketemu, aku memberinya ikan asin. Mungkin sudah jodohnya, anak kucing itu tidak berontak ketika kubawa pulang. Aku mampir dulu di depan rumah untuk menaruh anak kucing itu di teras, kuberi ikan asin yang cukup untuknya sebelum kutinggalkan ke rumah Yu Darmi.
Rupanya Bu Titi dan Bu Mimin belum datang ke rumah Yu Darmi. Setelah memarkirkan sepeda di depan rumah Yu Darmi, akupun berjalan ke rumah Bu Titi.
"Assalamualaikum" Aku mengucap salam
tidak ada jawaban
"Assalamualaikum" Aku mengulangi dengan sedikit berteriak
"Waalaikumsalam" Terdengar jawaban dari arah belakangku.
"Mbak Titi dari mana?" tanyaku kepada Bu Titi yang hanya berbalut handuk.
"Biasa, Mbak. Habis dari tempat pemandian umum" jawabnya
"Oooo ... "
"Saya ganti baju dulu, ya Mbak. Silakan duduk dulu!" Ujar Bu Titi sambil membukakan pintu untukku
Bu Titi menenteng timba berisi sabun mendahului masuk ke dalam rumahnya.
"Mbak-" panggilku
"Ada apa, Mbak Sin?" jawab Bu Titi sambil menoleh.
"Em, nggak apa-apa" jawabku kemudian
"Ya sudah, tunggu dulu sebentar ya" ujar Bu Titi sambil nyelonong masuk ke ruang belakang rumahnya.
Bukan tanpa alasan aku memanggilnya barusan, aku melihat kalung keluargaku melingkar di lehernya yang tidak tertutup baju. Mau menanyakannya aku ngerasa nggak enak hati. Takut dia salah tanggap. Bisa saja kalung itu hanya mirip saja dengan kalung keluarga kami. Kalau dia tersinggung, aku sendiri yang repot nantinya.
Tak lebih dari sepuluh menit, iapun selesai ganti baju dan kamipun langsung menuju ke rumah Yu Darmi.
Lima belas menit bekerja di dapur, Bu Mimin datang membantu.
"Barusan aku lewat depan rumah Yu Painem, Mbak Sin" ujar Bu Mimin
"Ada orangnya?" tanya Bu Titi
"Ada kok, lagi duduk-duduk di ruang tamunya. Kayaknya ada tamunya?" jawab Bu Mimin
"Siapa tamunya, Mbak? Aku kalau lewat kok tutupan terus rumahnya. Tiap antar makanan ke rumahnya, nggak pernah ada orangnya." jawabku
"Nggak kelihatan, Mbak Sin. Tirainya ketutup sich" jawab Bu Mimin
"Dasar perempuan tua aneh. Lampu kadang siang malam mati terus. Kadang hidup terus. Kalau diingatkan malah marah-marah. Males saya yang mau ngingatkan lagi" ujar Bu Titi
"Sabar, Bu. Namanya juga orang tua" ucapku
Pukul satu siang Nur datang, satu jam kemudian suamiku juga datang. Jam empat sore, makanan sudah matang. Kedua tetangga Yu Darmi itupun ijin pulang dan tidak bisa membantu malamnya karena harus menghadiri pengajian ibu-ibu. Aku tidak bisa menahannya, toh hari ini ada Nur yang bisa kuajak menemani di dapur. Sepeninggal mereka berdua, aku mendatangi suamiku yang sedang bersih-bersih di ruang tamu,
"Mas, kalau boleh tahu. Perhiasan Yu Darmi ditaruh dimana?" tanyaku
"Lengkap ada di dalam lemari, di kamar Yu Dar" jawab suamiku
"Kalung yang sama kayak punyaku ada juga kan, Mas?" tanyaku lagi
"Kayaknya ada juga. Kenapa, Dik?" balik suamiku yang bertanya
"Eeeee ... Nggak apa-apa Mas. Hanya pengen tau saja" jawabku ragu
"Nanti kalau Yuli atau adiknya butuh biaya buat studinya, perhiasan-perhiasan itu bisa dijual. Kecuali kalung itu, jangan. Itu warisan keluarga turun-temurun" jawab suamiku lagi
💍💍💍
Setelah mendapat penjelasan dari suami, akupun berjalan menuju ke kamar Yuli, mau melihat Nur di sana. Tadi, selesai makan siang dan sholat, dia langsung tiduran, katanya kecapekan. Rencananya sekarang mau aku bangunkan untuk mandi dan sholat ashar, sekaligus menemani aku di dapur. Nggak enak rasanya sore-sore sendirian di dapur Yu Darmi. Singup.
Kulihat anak laki-lakiku masih tertidur nyenyak menghadap tembok, sama seperti biasanya, tidur kerukupan. Bikin geregetan saja anak ini sudah kubilangi berkali-kali jangan tidur kerukupan, tetap saja diulangi.
"Nur ... Nur ... Bangun Le, sudah sore" aku menggoyang-goyang badan Nur
Tak ada reaksi dari anak itu, ia benar-benar tertidur dengan nyenyak. Sudah jadi kebiasaan anak itu, kalau lagi kerukupan, dia nggak akan bangun, kecuali kerukupannya dibuka. Dan akupun juga parno kalau harus membuka kerukupannya. Aku merasa sedang membuka kerukupannya jenazah saja. Waktu Yu Darmi meninggal saja, aku tidak berani membuka kerukupannya, sekedar untuk meniupkan doa atau sholawat ke telinganya.
Aku harus naik ke atas ranjang untuk membuka kerukupan anak lelakiku ini. Sesampai di atas kasur, akupun memegang ujung selimut yang menutupi bagian mukanya, bersiap untuk membuka kerukupannya, ketika tiba-tiba ...
"Bu, sikat gigi barunya ada?" teriak seseorang dari arah kamar mandi. Aku menajamkan pendengaran untuk memastikan suara siapakah itu.
"Bu, sikat gigi barunya ada?" Teriak seseorang itu lagi yang seratus persen suaranya mirip dengan anakku.
Aku terkesiap. Kalau yang di kamar mandi itu anakku. Terus, siapa yang sedang berbaring di depanku ini? Tidak lama aku berpikir, sosok di depanku tiba-tiba membalikkan badan dan membuka kerukupannya sendiri. Bau sabun jenazah menyeruak tajam ke dalam hidungku, tepat ketika wajah pucat itu terbuka lebar di bawahku, matanya yang merah sedang menatap ke arahku, hidungnya yang tersumbat kapas menambah kengerian wajahnya.
"WUAAAAAAAAAAAAAAAAAAA" teriakku yang tercekat di tenggorokan.
Matanya yang melotot bersitatap dengan mataku yang melotot juga. Bedanya, kalau ia melotot menakutiku, sedangkan mataku melotot saking terkejutnya dengan pemandangan di hadapanku. Tangan Yu Darmi yang pucat memegangi tanganku, aku tidak bisa kabur saat itu.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Minartie
sereeeem tapi asyik ngebacanya
2025-02-17
0
NiedaSofian
Dulu aku udah baca cerita ini tp aku stop di part 5… serem… tp aku pingin tau kelnjutnnya cerita ini.. baru mampir lagi deh..
2023-01-17
2
Herry Ruslim
seru nih...lanjut terus
2022-11-11
1