Hujan deras masih mengguyur, tangan pemuda itu gemetar. Dirinya sama sekali tidak tertarik dengan Hana. Hanya saja ingin menyentuh kulitnya yang halus dan...
Tidak...ini tidak boleh terjadi... batinnya. Jono menggeleng-gelengkan kepalanya. Kembali menetralkan diri memainkan bidaknya.
"Apanya yang cantik?" Dirga kembali bertanya, memindahkan pion bentengnya.
"Wajahnya, juragan..." Jono tertunduk jemarinya bertambah gemetar lagi, memberikan jawaban ambigu agar dapat mengatur debaran jantungnya. Kembali menggerakkan salah satu pionnya.
Dirga mulai tersenyum, menyadari ada yang aneh pada pemuda yang pernah mencium kening putrinya itu.
"Dia mewarisi kulit putih halus dari almarhum ibunya, entah bagaimana jika dia, sesudah malam pernikahan nanti..." gumam Dirga, kembali menguji reaksi pemuda di hadapannya, sembari meminum sedikit kopi hitamnya.
Malam pernikahan? Tentu saja akan ada pria yang melepaskan hiasan rambutnya. Mengangkatnya ke tempat tidur pengantin, sama-sama saling menaut bibir original dan memberi tanda di lehernya. Menurunkan ciuman perlahan... kemudian... otak presiden direktur muda itu tidak dapat dikondisikan jika sudah menyangkut tentang sang gadis desa cacat.
Ingin rasanya, mengigit wanita mengemaskan itu. Pria berpakaian pengantin dalam imajinasi liarnya? Tentu saja dirinya sendiri. Tapi sekali lagi...
Tidak boleh!! Dia bukan tipeku...gumamnya dalam hati
Jono menelan ludahnya, tangannya lebih gemetar untuk menggerakkan pion. Jakunnya naik turun. Sekeras apapun berusaha imajinasi tingkat tinggi itu tetap saja terlintas.
Skak...
Dirga, mengakhiri permainan. Sudah diduga olehnya, mana ada yang tidak tertarik dengan kecantikan putri tunggalnya. Hingga pria paruh baya itu tersenyum.
Jono menghela napas, untuk pertama kalinya dikalahkan dalam permainan catur. Bidak-bidak itu kembali diaturnya ke posisi semula.
"Jono dimana orang tuamu tinggal?" tanyanya, ingin mengetahui latar belakang calon besannya.
"Sudah meninggal, hanya ada kakak yang sedang sibuk mengurus perusahaan," jawabnya.
"Perusahaan!?" suara tawa Dirga terdengar nyaring, menggelegar memenuhi gudang,"Kamu pandai membuat lelucon, pantas saja mudah berteman dengan Hana," ucapnya.
"Tapi aku dan kakakku memang..." kata-kata Jono disela.
Dirga tersenyum, menepuk bahunya,"Sudah, dengar!! Bapak tidak punya anak laki-laki. Kamu tidak memiliki orang tua, kamu boleh menganggap bapak sebagai ayahmu. Asalkan sayangi Hana," kata-kata ambigu penuh makna dari sang tuan tanah.
"Maksud juragan?" Jono mengenyitkan keningnya tidak mengerti.
Hingga tiba-tiba Dirga memeluknya."Bocah... jangan panggil juragan lagi, panggil ayah. Mulai sekarang..."
Pemuda itu hanya terdiam, namun apa begini rasa pelukan hangat seorang ayah? Tidak menyadari maksud ambigu dari kata-kata Dirga.
***
Hari-hari yang masih saja terasa sepi. Jono menghela napas kasar, ini adalah hari ke 8. Hana menginap di rumah saudaranya. Terdiam di pematang sawah, usai mengumpulkan hasil panen cabainya yang sedikit.
Hingga seseorang datang, memakai sepatu kulit serta setelan jas. Dengan sigap melompati pematang sawah, dapat berjalan tanpa mengotori sepatu dan setelan jas rapinya sedikitpun, menatap ke arah majikannya yang termenung menghela napasnya berkali-kali.
"Tuan..." ucapnya tertunduk.
"Aku gagal panen, tidak bisa pulang dalam waktu dekat. Omong-ngomong apa yang dilakukan Joseph saat aku pergi?" tanya Jono penasaran.
"Tuan Joseph, memimpin secara total untuk sementara waktu. Tuan Joseph sedang ada di luar negeri saat ini," jawabnya.
Jono tiba-tiba tersenyum melirik ke arah sekretarisnya."Kamu tidak bosan bekerja di kantor?" tanyanya.
"Maksudnya?" Kelvin mengenyitkan keningnya tidak mengerti.
***
Dan benar saja, dalam sekejap majikannya merubah penampilannya yang elite. Pria ber-jas anti kusut, celana panjang rapi dengan sepatu kulit bermerek.
Menjadi seorang pemuda biasa dengan celana pendek, kaos bekas majikannya, serta sandal jepit."Aku ada rapat dengan klien," ucapnya ingin melangkah pergi.
Tapi dengan cepat Jono menarik leher kaos lusuh yang dipakai Kelvin, tidak membiarkannya pergi. Kunci mobil di jas yang telah terlipat rapi dilemparkannya ke sungai kecil dekat sawah. Tempat Kelvin dipaksa berganti pakaian.
"Rapat!? Tugas utama sekretaris presiden direktur apa?" tanya Jono tersenyum.
"Membantu tugas presiden direktur," jawab Kelvin sudah merasakan firasat buruk.
"Jika presiden direktur menjadi petani, sekretarisnya juga harus membantu menggarap lahan," ucapnya tersenyum, tidak terbantahkan.
"Tapi pekerjaan kantor..." kata-kata Kelvin disela.
"Sekretaris kakakku mengatakan, selama aku tidak ada, dia yang menghendel semua pekerjaan atas kordinasi dari Joseph. Sedangkan kamu hanya membaca novel online dan komik di ruangan kerjaku. Sembari tertawa nyaring," Jono mulai melempar jas yang dipakai Kelvin ke sungai.
"Tuan!! Aku akan bekerja lembur, tolong jangan..." ucap Kelvin gelagapan, kala sesuatu yang paling berharga kini dalam genggaman Jono.
Pluk...
Tanpa rasa bersalah handphone keluaran terbaru itu dijatuhkannya ke sungai. Tersenyum menatap ke arah Kelvin.
"Tuan..." gumamnya, hendak mengejar phoncellnya yang mulai tenggelam.
"Jika aku berhasil mengumpulkan 100 juta, dan kembali ke perusahaan. Aku akan membelikanmu phonecell baru, aku sudah mengirim pesan pada sekretaris kakak. Joseph mengijinkanku membawamu sebagai bantuan," Jono tersenyum cerah tanpa dosa.
Sementara sang Kelvin berlutut merenungi nasibnya. Menangisi handphonenya yang berisi puluhan video 21+, game yang sudah sampai di level tertinggi.
***
Kini Jono memiliki orang yang dapat diandalkan untuk membantunya menurunkan pupuk.
"Tuan ini berat ..." gumamnya, rasanya sudah tidak mampu lagi.
"Aku sudah bertahan selama beberapa bulan," ucap Jono sombong."Omong-ngomong namaku disini Jono. Jangan memanggil tuan atau Nathan, mengerti!?"
"Baik Jono," Kelvin kehilangan kata-kata, menghela napas kasar. Tenaganya terasa terkuras habis.
Namun, ada angin segar yang terasa kala sebuah truk terhenti. Seorang pria paruh baya, membuka sebuah kursi roda. Menurunkan seorang gadis cantik, bagaikan berkebangsaan Asia timur, namun hidungnya mancung, mata yang tidak sipit. Mungkin blasteran? Entahlah, tapi benar-benar cantik.
Kecantikan alami yang terlihat, menyegarkan mata. Dengan cepat, Kelvin menurunkan beberapa karung pupuk.
"Tuan... itu siapa?" tanyanya kagum.
Jono menghela napasnya, menatap Hana yang sudah diturunkan oleh pak Kirjo. "Itu anak perawan tunggal juragan Dirga, dia kesulitan berjalan. Namanya Hana..."
Kelvin menghela napas, "Tuan, salah maksudku Jono. Aku ingin mengundurkan diri, tinggal di desa..." gumamnya, tertegun.
"Mengundurkan diri?" Jono mengenyitkan keningnya.
"Iya, tinggal dengan istri di kampung," jawaban dari mulut Kelvin yang masih menatap ke arah Hana.
"Istri? Kamu ingin menikah dengan gadis desa?" tanyanya kembali.
Kevin mengangguk,"Belum terkena pergaulan, besar kemungkinannya masih perawan, anak juragan, ditambah cantik... calon istriku ..."
"Kamu menyukai Hana!?" Jono mengepalkan tangannya, kesal. Dijawab dengan anggukan oleh Kelvin.
"Dia itu cacat!!" lanjutnya tidak terima.
"Setiap orang punya kelemahan, dia tidak bisa berjalan. Tapi kemungkinan besar masih tersegel rapi. Tugas lain, tinggal menyewa ART kalau sudah menikah. Tidak boleh jaga gengsi, jika ingin menemukan produk fresh berkualitas untuk dijadikan istri..." Kelvin tersenyum, hendak berjalan mendekati Hana.
"Dia terlalu pintar!! Tidak cocok dijadikan istri!!" Jono memegang lengan kaos sekretarisnya.
"Baguslah kalau pintar, IQ juga dapat diwarisi dari faktor genetik. Siapa tau keturunanku jadi cerdas semua. Permisi..." ucapnya, melepaskan tangan Jono.
"Tunggu!! Sekretaris br*ngsek!!"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
ahjuma80
nah bagus tuh jalan pikiran si kevin
2024-08-05
1
mamae zaedan
jawaban sekretaris yang cerdas,, ambil dari sisi positifnya jangan kayak kau jono😏😌
2024-01-01
0
Biduri Aura
wah d komporin sekretaris ny 😂😂😂😂
2023-01-15
1