Perlahan tubuh Hana diangkat oleh pak Kirjo, menaiki truk pengangkut beras. Tujuannya? Tentu saja akan ke kota, membawa stok beras. Namun kali ini gadis itu memiliki tujuan lain, menyembuhkan dirinya.
Truk mulai melaju, di tengah hujan gerimis yang melanda. Hingga berakhir berhenti di sebuah rumah sakit, pak Kirjo menurunkan Hana dibantu perawat, menitipkannya. Sementara pria paruh baya itu membawa stok beras pada para agen.
Dengan sabar menunggu giliran, sudah lama dirinya tidak menjalani pengobatan. Menunggu Haikal untuk menyembuhkannya, namun sebuah penantian yang sia-sia.
Pada akhirnya namanya dipanggil, seorang perawat membantunya masuk ke dalam ruangan pemeriksaan.
***
Beberapa jam menjalani pemeriksaan, semua hasil akhirnya keluar. Hana menangis memeluk amplop coklat besar di tangannya.
"Ja... jadi saya dapat berjalan normal lagi? Tapi hasil pemeriksaan 8 tahun lalu, sa...saya akan mengalami cacat permanen!?" tanyanya dengan nada suara bergetar.
Sang dokter menghela napas kasar,"Dulu usai kecelakaan, anda tidak begitu banyak mengikuti pemeriksaan rutin. Mungkin syaraf yang terputus terhubung perlahan, setelah 8 tahun. Selain itu, teknologi kedokteran 8 tahun lalu berbeda dengan saat ini. Vonis yang dahulu mengatakan cacat permanen dapat berubah, seiring perkembangan teknologi kedokteran,"
Dirinya tidak akan cacat lagi, hanya tinggal menjalani sekali pembedahan, memperbaiki beberapa syaraf dan mengikuti fisioterapi. Dirinya memiliki kemungkinan untuk dapat berjalan normal.
Berbeda dengan hasil pemeriksaan 8 tahun lalu, dirinya divonis akan mengalami cacat permanen. Kali ini dirinya memiliki harapan.
"Hana..." pak Kirjo yang baru datang dari mengantar beras, berjalan mendekatinya yang tengah berbicara dengan seorang pria berpakaian dokter. Pria yang mengantarnya hingga ruang tunggu.
"Pak aku akan dioperasi, bisa tolong hubungi ayah. Katakan Hana akan bisa jalan, tapi rahasiakan dari semua orang di kampung..." ucapnya tersenyum.
Pak Kirjo menghela napas kasar, kemudian mengangguk. Wajah keriput itu tersenyum,"Juragan akan senang..."
Hana mengangguk,"Ayah akan senang,"
"Jika tes terakhir hasilnya bagus, besok sudah dapat menjalani operasi. Mungkin rentan perawatan pasca operasi mencapai seminggu. Mengenai rincian biaya, bisa langsung diurus di bagian administrasi," ucap sang pria paruh baya berkacamata tersebut.
"Fisioterapi, memerlukan waktu berapa lama, hingga saya dapat berjalan normal?" tanya Hana menggengam jemari tangan orang yang memberinya harapan untuk kesembuhan.
"Tergantung kondisi pasca operasi. Tapi dipastikan, jika semua berjalan lancar. Anda akan dapat berjalan normal," jawaban dari sang dokter.
Hana tersenyum dalam tangisannya, dirinya dapat menjadi istri yang sempurna bagi pria yang menikahinya nanti.
Jono, apa kamu juga mencintaiku? Apa kamu akan tulus pada wanita cacat... gumamannya dalam hati mengepalkan tangannya, menghapus air matanya.
"Pak Kirjo, ini rahasia kita bertiga, ayah, saya dan pak Kirjo saja yang boleh tau," pintanya, kali ini ingin mendapatkan suami yang tulus padanya. Walaupun menikahinya karena paksaan.
Pak Kirjo hanya mengangguk, menyanggupi.
***
Bau kopi hangat tercium, siapa yang tau kopi hitam di desa dapat lebih nikmat dibandingkan dengan Vietnam coffee, coffee latte, atau Americano sekalipun. Jono menghela napas kasar, sudah tiga hari Hana tidak terlihat di gudang.
Gadis desa yang dirindukannya. Tunggu? Dirindukannya? Ini bukan perasaan rindu, hanya ada yang kurang saja saat Hana tidak ada. Gudang terasa sepi, adrenalinnya yang terpacu kala menyentuhnya atau membatunya bergerak tidak ada lagi. Terasa ada yang kurang, lubang menganga di hatinya tidak terisi. Ini benar-benar bukan perasaan rindu. Jono hanya kangen...
Dirinya telah pulang dari ladang, mengumpulkan hasil panen cabainya yang tidak banyak. Terdiam terpaku menatap derai hujan yang turun. Hingga truk itu terlihat juga pada akhirnya. Truk yang dikemudikan pak Kirjo, membawa Hana ke rumah saudaranya tiga hari yang lalu.
Entah apa yang ada di fikiran sang presiden direktur itu, dirinya berjalan membuka pintu penumpang samping pengemudi. Namun seperti hari sebelumnya, tidak ada Hana yang harus diangkatnya ala bridal style. Hanya sebuah kursi kosong yang terlihat.
Jono menghela napasnya lagi, berjalan kembali, duduk di bangku menikmati segelas kopi hitam hangat. Drama Romeo merindukan Juliette? Tidak ini hanya drama Romeo yang kangen pada Juminten.
"Jono, ini kunci gudang. Ingat jangan sampai hilang," ucap pak Kirjo menyerahkan kunci gudang pada satu-satunya orang yang tidur disana.
"Iya..." Jono mengambil kunci kembali termenung.
"Kangen anak juragan ya?" sindir pak Kirjo, yang hendak mengambil motor bebek tuanya, memakai jas hujan.
"Tidak, siapa yang kangen sama si pelit, cacat. Setelah aku kembali kaya, aku tidak mau bertemu dengan si pelit lagi..." jawabnya, komat-kamit memendam kekesalannya. Mungkin karena sudah tiga hari Hana tidak kunjung terlihat juga.
Pak Kirjo hanya terdiam sejenak, memanaskan mesin motornya, mulai berfikir mungkin ini alasan Hana tidak ingin mengatakan tentang kemungkinan kesembuhannya. Jono tidak menyukainya sama sekali, ingin mendapatkan kasih sayang yang tulus, tapi sulit.
"Jono, jangan bilang begitu, nanti ada malaikat yang catat. Kalau setelah sukses benar-benar tidak bisa bertemu Hana lagi, bagaimana?" ucapnya mulai memasukkan gigi motornya, "Bapak pulang dulu ..." lanjutnya.
Jono hanya terdiam, mengenyitkan keningnya menatap meja kosong yang ada dekat dengannya. "Memang benar, setelah mempunyai uang 100 juta, aku akan pulang menikah dengan model atau selebriti ternama yang IQ-nya standar!!" ucapnya seolah-olah mengomeli Hana yang tiba-tiba menghilang.
Hingga ditengah hujan deras sebuah mobil Jeep melintas, mendekati area gudang. Terparkir dengan sempurna disana. Benar, inilah kedatangan sang juragan yang paling dihormati di desa itu.
Pria dengan wajah tegas, memakai topi koboi, menatap ke arah Jono. Entah apa yang ada di fikirannya.
Mau apa ketua mafia kampung ini kemari... batinnya berusaha tersenyum, sebagai seorang Presdir hanya satu yang harus dihormati. Orang yang dapat mengeluarkan dana.
"Juragan..." ucapnya tersenyum, menunjukkan gigi putih ala iklan Pepsodentnya.
"Kirjo sudah pulang?" tanyanya dengan raut wajah yang seolah tidak terbantahkan.
"Sudah juragan..." sebagai bawahan, Presdir yang terbiasa mengusir manager tidak becus dari ruangan rapat, hanya dapat tersenyum lebar. Mengingat kekuasaan sang tuan tanah yang memakai kemeja kotak-kotak, dengan celana jeans-nya itu.
Namun, apa itu? Pria itu tiba-tiba tersenyum?
"Jono, saya dengar dari Hana sawahmu gagal panen. Jika perlu apa-apa jangan sungkan pada bapak, bapak bisa beri keringanan pinjaman tanpa bunga dan jaminan," ucapnya tersenyum hangat menepuk bahu Jono.
Orang ini salah minum obat ya.... batinnya tidak mengerti.
"I...iya, saya memang rencananya mau menanam semangka," tanpa sungkan Jono mengatakan rencananya.
Bodoh, menanam semangka di musim ini. Memang kamu mengerti cara menanamnya... Kalau sudah jadi mantu, harus diajari baik-baik bagaimana jadi tuan tanah yang pintar dan berwibawa... gumam Dirga dalam hatinya.
"Nanti saya bantu, bagaimana jika kita main catur..." Dirga mulai berjalan mendekati termos yang ada di sana menyeduh kopi hitam.
"I... iya," Jono mengenyitkan keningnya, mengamati situasi aneh saat ini. Mengambil papan catur, mulai mengatur bidaknya.
Hingga permainan pun dimulai, langkah pertama diambil Dirga, yang mulai menyesap kopi hangatnya."Apa menurutmu Hana cantik?"
"Cantik," jawaban dari Jono menggerakkan bidak kudanya.
"Bagian mananya yang cantik?" Dirga kembali menggerakkan bidaknya selangkah.
Bibirnya yang masih original, pipinya yang halus, leher putih yang ingin aku gigit, kulit dan tubuhanya yang... batinnya, membayangkan tentang Hana, tangannya gemetar. Kehilangan konsentrasi, untuk bermain.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Labib Firda
wah" stratg premn kmpng 🤣🤣
2024-06-13
0
mamae zaedan
lah sama aja itu🤭
2024-01-01
0
BUNDA ZAHRA
Aku salut sama juragan yg ini,kasih kerja rodi aja calon mantu mu juragan😅😅😅😅
2023-01-10
1