“Jadi, kau ingin dikenalkan pada No Hye Mi?” tanya Jun Su heran.
“Iya, aku ingin mengenalnya dan kalau bisa menjadikan dia kekasihku.”
“Bruurb…” Jun Su sontak menyemburkan minumannya, “kekasih?!” teriaknya kemudian.
“Apa kau ingin memecahkan gendang telingaku?!” bentak Jin Ho.
“Tunggu sebentar,” kata Jun Su sembari menyentuh dahi Jin Ho dan lalu dahinya sendiri, “aku rasa kau sedang demam tinggi,” ujarnya asal.
“Haahh… kau ingin menolongku atau tidak? Kalau tidak mau, lebih baik pulang saja,” omel Jin Ho seraya berdiri.
“Tunggu dulu,” tahan Jun Su sambil menarik tangan Jin Ho, “ayo, duduk dan ceritakan padaku apa yang terjadi,” tambahnya setelah Jin Ho kembali duduk.
“Untuk sekarang mungkin belum ada alasan. Hanya berharap yang terbaik untuk… hidupku.”
Terdengar ragu diakhir kalimatnya membuat Jun Su sontak menatapnya penuh curiga.
“Apa ini berkaitan dengan Cha In Hyeong?”
“Jangan terlalu banyak mengurusi hidup orang lain. Kalau ingin bantu lakukan saja, kalau tidak, ya, sudah,” omel Jin Ho.
“Hei, seumur hidup, setiap kali keluar rumah hanya wajahmu yang aku lihat dan sampai detik ini pun, hanya kau yang selalu kudapati. Aku bahkan merasa kau benar-benar seperti bayanganku. Kau tahu aku dan begitu juga sebaliknya,” balas Jun Su, “bukan aku tidak ingin membantu. Kau tahu kalau aku pun pernah mengalami hal sepertimu tapi, bedanya wanita itu sekarang sudah meninggal jadi, tidak terlalu kentara kalau aku ingin beralih. Enam tahun selalu bertemu dan dalam keadaan dia masih hidup pasti tidak akan mudah. Coba pikirkan baik-baik tentang keputusanmu,” tambahnya.
“Keputusanku sudah bulat. Aku ingin memulai hidup baru dan berusaha menyukai gadis lain,” kata Jin Ho tegas.
Hanya terdengar helaan napas Jun Su yang kemudian beranjak. Sesaat dia menatap Jin Ho yang tengah memandang kosong televisi.
“Apa kau yakin? Benar-benar yakin?” tanya Jun Su.
“Pulanglah. Besok beritahu aku nomor ponsel dan alamat rumahnya. Sisanya biar aku urus sendiri.”
Tampak raut simpati dari Jun Su tatkala memandangi punggung bidang Jin Ho yang kini melangkah ke kamarnya. Sampai pintu kamar tertutup rapat, Jun Su hanya bisa menghela napas pelan sebelum pergi meninggalkan apartemen Jin Ho. Sementara, Jin Ho terlihat memandang kosong fotonya bersama In Hyeong.
“Maaf, kau tetap satu-satunya malaikatku dan aku harap, kau tetap kuat tanpaku.”
Tenang, Jin Ho memasukkan foto tersebut ke laci lemari kecil di sisi ranjang, sebelum kemudian mematikan lampu tidur dan berharap bisa memejamkan mata tanpa penyesalan.
-----------
Di dalam apartemennya yang bernuansa pantai, Jin Ho terlihat tengah menyimpan foto-fotonya bersama In Hyeong ke dalam sebuah kotak besar. Ia meletakkan kotak tersebut di kamar dengan penerangan minim dan dinding yang dipenuhi foto In Hyeong sejak mereka duduk di bangku SMA. Sejenak ia memandangi seluruh foto-foto yang dia ambil diam-diam tersebut sebelum akhirnya menutup dan mengunci kamarnya dengan rapat.
Perlahan ia mendekati No Hye Mi, memberikan perhatian serta rasa sayangnya sepenuh hati, sampai tepat dua bulan berlalu dan ia dengan tegas menyatakan perasaan padanya.
Tanpa pikir panjang, Hye Mi yang merasa nyaman pun langsung menerimanya. Dan dengan adanya gadis bernama No Hye Mi di sisinya sekarang, Jin Ho juga perlahan melupakan sosok gadis bernama Cha In Hyeong.
Namun, dibalik seluruh kesenangannya bersama Hye Mi, ada sosok In Hyeong yang selalu berusaha menghubunginya dan hampir setiap malam ia habiskan hanya untuk menyesali perbuatannya sejak pertemuan terakhir mereka.
Hingga tanpa Jin Ho ketahui, kesehatan In Hyeong yang menurun membuatnya harus bermalam di rumah sakit cukup lama. Sampai tiba di malam yang gelap dengan hujan deras serta kilat menyambar setiap menitnya, tampak sosok bayangan berjalan cepat menyusuri pekarangan rumah Keluarga Joon.
Tiba di depan pintu utama rumah tersebut sosok berjas hujan itu bergegas menyingkap topi jasnya dan menampakkan wajah polos seorang Cha In Hyeong. Cepat-cepat ia memencet bel dengan tangan gemetar karena diterpa angin hujan yang begitu dingin. Hanya beberapa detik sampai Kyoung Hee membuka pintu dan terkejut melihat dirinya yang basah juga menggigil kedinginan.
“Ya Tuhan! In Hyeong? Apa yang kau lakukan? Cepat masuk,” perintah Kyoung Hee panik.
Di ruang tamu, Kyoung Hee segera membantu In Hyeong melepaskan jas hujannya dan kemudian menggandengnya menuju sofa.
“Duduk di sini dulu. Aku ambilkan baju ganti untukmu,” kata Kyoung Hee penuh kasih.
Bibirnya seakan membeku dan membuat ia sedikitpun tidak bisa menghentikan Kyoung Hee yang kini terlihat sangat sibuk karena kehadirannya.
“Pakai ini. Kau masih ingat kamar mandinya di mana, kan? Aku akan buatkan minuman hangat untukmu,” kata Kyoung Hee sambil menyerahkan selembar kemeja navy lengkap dengan jaket tebal berwarna senada.
Memilih untuk tidak diomeli, In Hyeong pun bergegas menuju kamar mandi dan mengganti pakaiannya. Beberapa saat kemudian, ia dikejutkan Kyoung Hee yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandi.
“Sini, bajumu biar aku cuci,” ujar Kyoung Hee seraya meraih baju basah yang dipegang In Hyeong, “besok kau ambil lagi kemari,” tambahnya tanpa mempedulikan In Hyeong yang merasa tak nyaman.
Dan beberapa menit kemudian keduanya telah kembali duduk berdampingan sambil menikmati cokelat panas di ruang tamu.
“Jadi, apa yang membawamu kemari dalam cuaca seperti ini?” tanya Kyoung Hee lembut.
“Jin, Jin Ho, apa dia menghubungimu dan Kak Kyoung Rye? Apa dia menghubungi Paman dan Bibi?” tanya In Hyeong sedikit takut.
“Iya. Jin Ho selalu menghubungi kami. Kenapa?”
“Di, dia juga menghubungi Yong Hwa dan Yong Hae seperti biasa. Tapi, kenapa hanya aku yang tidak dia hubungi?”
“Jin, Jin Ho tidak menghubungimu?”
Ada raut keterkejutan dari wajah Kyoung Hee usai mendengar pernyataan gadis manis di hadapannya. Kedua bola matanya pun membesar tatkala In Hyeong mengangguk lesu untuk jawaban atas pertanyaannya.
“Sudah lima bulan ini dia tidak menghubungiku. pesan terakhir yang aku terima darinya hanya memberitahukan kalau dia sudah tiba di Seoul. Setelah itu, dia tidak pernah lagi mengontak. Bahkan telepon dan pesan dariku pun tidak pernah direspon.”
Usai menjelaskan seluruh keluhnya, In Hyeong pun tertunduk hingga membuat Kyoung Hee terdiam dan mengusap punggungnya penuh kasih.
“Jin Ho tidak pernah terlihat murung dan selalu bersemangat setelah kalian bertemu. Tapi, malam itu dia pulang dalam keadaan lesu. Paginya pun dia tidak berselera makan. Apa ada masalah sebelum kalian pulang?”
“Ini semua salahku karena terlalu egois,” ucap In Hyeong seraya mengangkat wajah dan menatap Kyoung Hee.
“Sebenarnya ada apa? Cerita saja, mungkin aku bisa membantu,” ujar Kyoung Hee tulus, “kalian sudah berteman lama dan aku sangat mengenal Jin Ho, mustahil dia marah sampai tidak mengontak kalau hanya disebabkan masalah kecil.”
Sejenak, In Hyeong menatap dalam Kyoung Hee yang tersenyum lembut padanya sebelum kemudian, menghela napas pelan.
“Malam itu, Jin Ho melayangkan begitu banyak pertanyaan tentang kegiatan tari yang aku ikuti di kampus. Dia bertanya kenapa aku bisa berubah? Kenapa aku bisa mengikuti kegiatan seperti itu dan pertanyaan-pertanyaan lain yang intinya hanya ingin tahu kenapa aku melakukannya. Tapi, di salah satu pertanyaan yang dia ajukan, dia menyebutkan nama Yang Dong Hwa.”
“Pria yang menduakanmu itu?” tanya Kyoung Hee dan langsung dijawab anggukan singkat In Hyeong, “jadi, apa hubungannya?” tambahnya dengan kening berkerut.
“Aku tidak tahu, apa dia benar-benar tidak ingat atau hanya ingin mengejekku. Aku sudah membahas tentang pria itu di pesan suara dan aku yakin dia pasti tahu kalau aku tidak ingin membahasnya lagi,” sesaat In Hyeong menghela napas dalam, “aku marah karena dia menyebut namanya dan langsung mendorong jatuh Jin Ho lalu meneriakinya,” tambahnya penuh sesal.
“Karena itu Jin Ho marah padamu?”
“Kelihatannya begitu, padahal waktu itu dia sudah berusaha memelukku agar aku tenang. Tetapi, karena perlakuanku dia langsung mengatakan jika kami tidak akan berhubungan lagi,” jelas In Hyeong dengan suara tertahan, “aku pikir hanya amarah sesaat, sebab ketika tiba di Seoul dia masih menghubungiku namun, di hari berikutnya dia tidak lagi mengabari sampai detik ini.”
“Tenanglah,” ucap Kyoung Hee ketika air mata In Hyeong tiba-tiba membasahi kedua pipinya, “mungkin Jin Ho hanya sedang banyak pekerjaan dan kau pun pasti tahu kalau sekarang dia juga harus fokus menyusun tugas akhir. Aku akan bicara padanya nanti. Kau fokus pada kuliah dan kesehatanmu saja,” tambahnya.
“Te, terima kasih, Kak. Terima kasih banyak,” kata In Hyeong sesenggukan.
“Iya, sudah, jangan menangis lagi,” sahut Kyoung Hee seraya memeluk dan menepuk pelan punggung In Hyeong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments