Episode 13

Seminggu setelah kepulangannya dari rumah sakit, In Hyeong yang ditemani Jin Ho dan Jun Su harus melepas lagi sahabat kembarnya untuk kembali ke Gwangju melanjutkan sekolah mereka ke jenjang yang lebih tinggi di sana.

“Kami akan merindukan kalian. Apalagi kau, Nona Besar,” kata Yong Hae sambil mengacak poni In Hyeong.

“Aku juga,” sahut In Hyeong sambil tersenyum lembut.

“Jaga diri kalian baik-baik. Kelak kita berkumpul lagi di kota ini,” kata Yong Hwa sambil menepuk pundak Jin Ho.

“Kami tahu, kalian juga,” sahut Jin Ho.

“Jaga dirimu baik-baik. Jangan terpengaruh perkataan orang lain. Aku akan menghubungi kalian setiba di sana,” ujar Yong Hae.

“Aku tahu,” sahut In Hyeong.

Dan pandangan Yong Hae pun beralih pada Jun Su.

“Terima kasih sudah membantu menjaga In Hyeong.”

“Iya, sama-sama,” sahut Jun Su sambil menepuk pundak Yong Hae.

Keduanya pun bergantian memeluk Jin Ho, Jun Su serta In Hyeong. Dan saat gilirannya memeluk In Hyeong, terlihat Yong Hwa memeluknya penuh kasih.

“Jaga diri baik-baik. Tetap makan yang teratur. Jadilah gadis super yang kukenal. Tetap jadi Cha In Hyeong yang kusayangi. Jangan pedulikan orang-orang yang mengatai atau menghinamu dan tutup saja telingamu,” ucapnya sembari menatap wajah In Hyeong.

Tawa pelan Yong Hwa sesaat terdengar ketika In Hyeong hanya mengangguk sebelum kembali memeluknya erat. Cukup lama, sampai sebuah kecupan kilat di kening In Hyeong mengakhiri pelukannya.

“Buka suratnya di rumah saja,” bisik Yong Hwa sebelum benar-benar melepaskannya.

Bingung sambil merogoh saku jaketnya, In Hyeong menarik sedikit benda di dalamnya. Tampak sebuah kotak dan amplop kuning. Sejenak ia terdiam sebelum memasukkannya kembali dengan terburu-buru.

Ketiganya pun mengantar kepergian Si Kembar serta kedua kakak laki-laki mereka, Goo Yong Lee dan Goo Yong San sampai masuk ke ruang check in.

“Ayo, pulang,” ajak Jin Ho.

Sembari meraih tangan In Hyeong dan menggenggamnya erat, Jin Ho melangkah ke parkiran bandara diikuti Jun Su yang telah membayai langkah mereka

-----------

Di kamarnya, In Hyeong terlihat membuka kotak kecil yang tadi diberikan Yong Hwa padanya dnegan hati-hati. Sejenak terdiam usai melihat isi di dalamnya sebelum mengeluarkan sebuah kalung berliontin bintang yang begitu berkilau. Sedetik kemudian ia meletakkan kalung tersebut dan meraih amplop kuningnya.

Bulan akan selalu tampak indah dengan atau tanpa bintang disekelilingnya.

Namun, bintang tidak akan selalu terlihat indah ketika bulan tak ada di dekatnya.

Bulan itu… selalu menarik perhatian setiap orang dengan bentuknya yang indah dan bulat sempurna. Bulan itu… selalu membuat setiap orang merasakan ketenangan ketika melihatnya dikesunyian malam. Bulan itu… selalu membuat setiap orang merasa aman karena cahayanya yang terang. Sedangkan, bintang tidak akan selalu menarik perhatian setiap orang berapapun banyaknya.

Bintang tidak akan selalu membuat setiap orang merasa tenang berapapun banyaknya.

Dan… bintang tidak akan selalu membuat setiap orang merasa aman berapapun banyaknya. Karena bintang tidak memiliki cahaya seperti bulan yang mampu menerangi setiap orang dengan cahayanya yang begitu terang. Bulan itu… sama seperti Cha In Hyeong dan aku adalah bintang yang mengharapkan terangmu.

Sementara, In Hyeong semakin senyap dengan kening berkerut. Di rumah Keluarga Joon tampak Jin Ho gelisah di balkon kamarnya.

“Aish… aku harus bagaimana sekarang?”

KLEK!

Pintu kamar yang tiba-tiba terbuka sontak membuatnya berbalik dan terlihat jelas sosok Kyoung Hee tersenyum padanya.

“Boleh masuk?” tanya Kyoung Hee lembut.

“Silahkan,” sahut Jin Ho sembari melangkah ke kursi meja belajar.

Dan dengan santai Kyoung Hee duduk di tepi ranjang.

“Kau sudah mengatakannya?” tanya Kyoung Hee.

Sembari bersandar di kursi belajarnya, Jin Ho hanya menggeleng lesu sebelum kemudian, menatap Kyoung Hee yang tampak mencibirnya hingga membuat kedua bola matanya membesar.

“Kau bilang, aku cerewet dan tidak ada pria yang mau mengajakku berkencan. Kau juga mengatakan, jika kau laki-laki tapi, kenyataannya menyatakan perasaanmu saja kau tidak punya nyali,” ejek Kyoung Hee.

Mendengar pernyataan Sang Kakak, dia pun seketika beranjak.

“Keluar dari kamarku.”

Kening Kyoung Hee berkerut mendengar perintah Sang Adik.

“Kau sedang memikirkan apa? Mungkin aku bisa bantu,” kata Kyoung Hee dengan tatap menyelidik.

Sesaat hanya terdengar dengusan kesal Jin Ho sampai akhirnya, Kyoung Hee menyerah dengan sikap dinginnya dan melangkah keluar. Hampir, Jin Ho menutup pintu jika gadis manis tersebut tidak menyelipkan kaki untuk menahannya.

“Hei! Hei! Tunggu! Tunggu sebentar!” kata Kyoung Hee cepat.

“Apa?!” bentak Jin Ho yang sudah hilang kesabaran.

“Aku sarankan, sekarang juga utarakan perasaanmu. Kau harus bergegas sebel…”

BRAK!

Usai mendorong cukup kuat Sang Kakak, akhirnya terdengar suara pintu dibanting keras. Dan melihat pintu di hadapannya tertutup rapat tanpa celah, Kyoung Hee pun hanya bisa mendengus kesal.

“Hei! Joon Jin Ho!” teriak Kyoung Hee.

“Pergi!” teriak Jin Ho tak mau kalah.

Tidak peduli akan suara langkah kaki Sang Kakak yang telah menuruni tangga menuju lantai bawah, Jin Ho pun memilih merebahkan diri ke tempat tidur dan membenamkan wajahnya ke bantal sebelum akhirnya, berteriak keras sambil menghentak-hentakan kedua kakinya sesaat.

“Hah! Hah! Hah!”

Untuk beberapa lama, dia merasakan napasnya yang memburu dan terdengar begitu lelah. Sedetik kemudian, padangannya tertuju pada sebuah foto ketika dia tengah bersama In Hyeong di taman hiburan. Sorot matanya kosong dan pikirannya terbayang akan ingatan tentang ucapan In Hyeong.

“Joon Jin Ho, waktu itu kau bilang, akan selalu menjagaku,  kan? Apa itu berlaku sampai hari ini?”

“Sampai kau mati pun aku akan tetap menjagamu.”

“Tetapi, bagaimana kalau kau mati lebih dulu? Kau tidak akan bisa menjagaku lagi.”

Tersenyum sembari perlahan Jin Ho meraih tangan In Hyeong dan menempelkan telapaknya ke dada gadis itu sendiri.

“Di sini. Walaupun kelak aku mati lebih dulu darimu. Aku akan tetap menjagamu di sini.”

“Tapi, kelak aku berharap mati lebih dulu. Sebab aku tidak ingin menangis dan menjadi lemah karenamu.”

“Kalau kau mati lebih dulu, aku tidak ingin menjadi penjaga kuburmu seperti juru kunci.”

Mendengar pernyataanya, In Hyeong pun seketika mendengus kesal sementara, Jin Ho hanya berusaha menahan senyum geli.

“Joon Jin Ho, kau ini benar-benar manusia paling menyebalkan di dunia. Apa tidak bisa sekali saja kau buat aku senang?!”

“Jadi, kau ingin dibuat senang olehku? Baik, akan kulakukan. Sekarang tatap mataku.”

“Tidak mau.”

“Kau bilang, mau dibuat senang. Bergegaslah.”

“Tidak. Tidak. Tidaaak...”

Saat In Hyeong terus menolak sambil menggeleng, Jin Ho sontak menekan kedua pipi In Hyeong sampai dia benar-benar menatapnya.

“Dengar, aku tidak pernah sekalipun ingin melihatmu menderita, apalagi menangis dan membuang air matamu sia-sia ataupun sengsara karena orang-orang yang hanya menganggapmu sebagai gadis sampah. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum dan tertawa seperti sekarang. Jadi, aku harap besok dan seterusnya, kau bisa tetap seperti ini.”

Tenang, pandangan Jin Ho masih kosong sampai…

My life is incomplete

I spend my day again nothing different

It's not awkward like this by myself*

Ringtone ponsel yang memenuhi penjuru kamar menyadarkan Jin Ho dari lamunannya dan bergegas turun dari ranjang, lalu

meraih ponselnya di atas meja belajar.

“Halo?”

“Jin Hooo…” teriak suara dari seberang.

Sesaat, Jin Ho menjauhkan ponselnya.

“Hei! Hei!” teriaknya kesal, “kau mau membuat gendang telingaku pecah.”

“Hehe… maaf. Apa kau sibuk? Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan.”

“Seorang Cha In Hyeong ingin menceritakan sesuatu padaku? Apa tidak salah?”

“Iis… ya, sudah, kalau tidak mau.”

“Hei! Hei! Tunggu seben...”

TUT… TUT...TUUT…. telepon terputus.

“Hah! Bocah ini...”

Kesal namun, panik membuat Jin Ho terburu-buru meraih jaket dan kunci motornya. Dia

melangkah cepat keluar dan menuruni anak tangga dengan setengah berlari. Hal tersebut membuatnya hampir menabrak Sang Ibu yang baru keluar dari dapur.

“Maafkan aku, Ibu. Aku pergi dulu. Aku menyayangimu.”

Tidak peduli akan kebingungan Ibunya, Jin Ho tetap melangkah pergi sampai terdengar suara pintu utama dibanting cukup kuat dan membuat Ibu mereka sontak mengerjap cepat.

“Ada apa dengan adikmu?” tanya Da Som kepada kedua anak perempuannya yang sedari tadi hanya menonton.

“Begitulah kalau anak muda sedang dilanda asmara, Ibu,” sahut Kyoung Hee santai.

“Ha?”

Sementara, meninggalkan kebingungan Ibu mereka, Jin Ho kini telah melaju kencang menuju rumah In Hyeong dengan motor kesayangannya sembari mengomel dan meluapkan kekesalannya.

*Missing You by BTOB

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!