Episode 18

“Menyebalkan. Kenapa ponselnya dimatikan?” omel In Hyeong.

Untuk kesekian kali ia menekan nomor Jin Ho yang sedari tadi tidak kunjung tersambung hingga membuatnya kesal.

“Aish, menyebalkan,” ujarnya seraya melempar ponsel ke tempat tidur.

Tenang sesaat, ia menghempaskan diri ke ranjang dan membenamkan wajah ke bantal.

“AAARRGGGHH… JOON JIN HOOOO…”

Teriakkannya tertahan namun, hatinya berharap Jin Ho mendengar rasa frustasinya hari itu dan sementara, di taman Sungai Han.

“In Hyeong?”

Sontak Jin Ho yang seakan mendengar suaranya terbangun dan bergegas mengeluarkan ponsel dari saku jasnya. Ia segera menyalakan ponsel yang sebelumnya dimatikan dan sesaat kemudian, tampak pesan suara In Hyeong di layarnya.

“Bocah Nakal, apa kau bisa pulang hari ini saja dan menemaniku di Pantai Haeundae? Aku sangat membutuhkanmu sekarang…”

Mendengar suara In Hyeong yang jelas menahan isaknya, Jin Ho seketika tertegun sebelum kembali mendengarkan pesan tersebut.

“Aku… ingin kau disampingku sekarang. Ka, Kak Dong Hwa… dia menduakanku.”

Dan selesai mendengarkan pesan suara tersebut, ia bergegas men-starter mobil sembari menghubungi Jun Su.

“Halo, Kak, hari ini aku ke Busan. Besok siang aku usahakan datang tepat waktu,” jelas Jin Ho.

“Ha? Kenapa mendadak sekali? Besok rapat humas, kalau kau tidak datang semua bisa kacau,” sahut Jun Su dari seberang.

“Tenang saja, ada Jae Seop yang bisa menggantikan kalau aku terlambat. Dia sudah menguasai semua materi.”

“Ba, baiklah. Tapi, apa yang terjadi sampai kau mendadak pulang? Apa Paman sakit?” tanya Jun Su begitu penasaran.

“In Hyeong memerlukanku sekarang,” ujar Jin Ho tegas.

Membisu adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan Jun Su. Baginya yang sekarang dilakukan Jin Ho terlalu berlebihan untuk kategori teman. Namun, bagi Jin Ho, pulang ke Busan demi gadis yang telah merubah hidupnya adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan sekarang.

“Ba, baik. Hati-hati di jalan. Kabari aku setibanya di sana,” sahut Jun Su ragu.

“Iya. Terima kasih.”

-----------

“Ibu, aku ke Pantai Haeundae dulu. Tidak usah menungguku, mungkin aku pulang sedikit terlambat, Aku sayang Ibu,” kata In Hyeong seraya mengecup singkat pipi kiri dan kanan Moon Ji.

“Hati-hati, Sayang. Ibu juga menyayangimu,” sahut Moon Ji.

Bergegas In Hyeong mengeluarkan sepeda biru muda kesayangannya dari garasi dan perlahan mengayuhnya dengan riang. Walaupun hatinya masih dilanda perasaan kesal dan khawatir karena hingga menjelang sore Jin Ho tidak kunjung menjawab telepon.

Sesampainya di Pantai Haeundae, ia memarkirkan sepeda di bawah pohon kelapa yang rindang sebelum kemudian, menggelar sebuah tikar dan duduk menikmati hembusan lembut angin laut.

Tenang sesaat, dia lalu mengeluarkan laptop serta beberapa camilan dan dua kaleng minuman bersoda dari ransel ungunya. Setelah mengeluarkan semua isi ranselnya, pandangannya pun tertuju pada snack rumput laut di sisinya. Tatapnya menerawang, teringat akan masa sekolahnya saat masih satu sekolah bersama Jin Ho.

“Kau suka snack rumput laut ini, ya? Aku lihat kau selalu membelinya lebih dari satu.”

Sembari menikmati camilan favoritnya, Jin Ho yang tengah asyik membaca komik ketika itu hanya melirik sinis.

“Kalau tidak ada kesibukan lain, lebih baik kau kerjakan tugas sejarah yang tadi diberikan Guru Shin,” kata Jin Ho ketus.

Menyaksikan Jin Ho yang kembali sibuk dan mengabaikannya, In Hyeong pun hanya bisa cemberut seraya duduk di sisinya. Dan melihat ia duduk dengan perasaan kesal, Jin Ho seketika memandang gadis tersebut sambil mengangkat sebelah alisnya.

“Sudah aku katakan, kerjakan tugas saja. Jangan menggangguku,” omel Jin Ho.

“Tidak mau.”

“Kenapa?” tanya Jin Ho, “kau kerjakan, nanti aku lihat hasil kerjamu. Cepat, cepat,” tambahnya sembari mendorong-dorong pundak In Hyeong.

Namun, In Hyeong tidak melawan dan tetap diam hingga membuat Jin Ho merasa aneh dan bergegas meletakkan komiknya lalu menatap lekat gadis tersebut.

“Kenapa?” tanya Jin Ho penasaran.

Langsung saja In Hyeong membalasnya dengan begitu memelas. Dan Jin Ho yang tidak tahan akan tatapan itu seketika gugup.

“He, hei! Jangan menatapku seperti itu,” omelnya sembari menutupi wajah In Hyeong dan mendorong-dorong kepalanya agar menjauh.

Tetapi, tatap In Hyeong semakin dalam dan perlahan air matanya berlinang dan membuat Jin Ho begitu terkejut sampai melompat ke kursi. Ia berjongkok dan tertegun memandangi In Hyeong yang telah terisak dengan kepala tertunduk sebelum akhirnya mendorong sedikit bahu In Hyeong dengan telunjuknya.

“In, In Hyeong? Cha In Hyeong, jangan menangis seperti itu. Maaf, aku tidak bermaksud bicara kasar padamu. Nanti kalau Yong Hwa, Yong Hae ataupun Yon Bin datang, mereka pasti berpikir aku sudah jahat padamu dan langsung menghajarku,” jelas Jin Ho dengan wajah memelas.

Perlahan In Hyeong mengangkat kepalanya dan memandangi Jin Ho dengan wajah basah dipenuhi air mata.

“Tung, tunggu sebentar,” kata Jin Ho.

Bergegas ia melompat ke meja menuju kursi dibarisan paling depan dan mengobrak-abrik isi tasnya. Ia mengeluarkan sebungkus tisu sebelum kemudian kembali menghampiri In Hyeong dan berjongkok di hadapannya.

Ia menarik selembar tisu dan menyerahkannya pada In Hyeong namun, dia tidak menyambutnya. Pandangan In Hyeong sesaat tertuju pada snack rumput laut Jin Ho dan membuatnya seketika terbelalak.

“Ka, kau ingin snack rumput laut itu?” tanya Jin Ho ragu dan langsung dijawab anggukkan tegas In Hyeong, “ja, jangan. Itu snack-ku yang terakhir. Bulan ini semua stock snack rumput laut seluruh supermarket di Busan sedang kosong dan baru bulan depan mereka menjualnya lagi. Aku akan berikan apapun yang aku miliki asal jangan yang satu itu,” tambahnya begitu memohon.

“Kau jahat. Kau bilang, sayang padaku. Aku betul-betul ingin makan snack itu sejak minggu lalu tapi, sampai hari ini aku belum mendapatkannya. Dan sekarang, kau memilikinya tetapi, kau tidak ingin membaginya denganku.”

Kembali, In Hyeong kembali memandangi Jin Ho dengan mata berkaca-kaca.

“Ba, baik, aku akan membagi snack ini denganmu tapi, berhentilah menangis,” sahut Jin Ho seraya mengambil snack rumput laut tersebut dan langsung menyodorkannya pada In Hyeong, “i, ini makanlah. Jangan menangis lagi.”

“Ka, kau yakin mau membaginya denganku?” tanya In Hyeong setengah terisak.

Mendengar pertanyaannya, Jin Ho pun tersenyum, lalu mengambilkan snack-nya.

“Buka mulutmu,” perintahnya.

Dan segera, In Hyeong tersenyum riang dan menyambut suapan Jin Ho yang lalu mengusap lembut kepalanya.

“Haaa…”

Terdengar helaan napas In Hyeong usai tersadar dari lamunannya dan lalu menatap langit biru yang terbentang luas.

“Joon Jin Ho, terima kasih,” ucapnya tulus.

Sesaat ia terdiam seraya tersenyum merasakan angin laut yang mengusap lembut kulitnya.

“Joon Jin Ho, mungkin sekarang kau akan sangat sibuk karena harus bekerja dan kuliah di saat yang sama. Tapi, aku harap semua lelahmu akan terbayar dengan kesuksesan dan kelak, aku berdoa kau bisa dapatkan cinta sejatimu lalu hidup bahagia selamanya,” tambahnya.

Sementara tanpa ia ketahui, kini Jin Ho telah tiba di rumah hingga membuat orangtua serta kedua kakaknya terkejut. Dan saat ditanya perihal kepulangannya, dia hanya menjawab singkat.

“In Hyeong memerlukanku. Besok siang aku kembali ke Seoul.”

Bergegas Jin ho men-starter motornya menuju Pantai Haeundae dan sesampainya di sana dia langsung menemukan In Hyeong yang tengah terlelap di bawah pohon kelapa. Perlahan ia ikut duduk dan menyandarkan kepala In Hyeong di pundaknya.

Usai mengambil laptop di pangkuan In Hyeong dan berusaha tanpa menimbulkan suara ia mengutak-atik laptop sahabatnya tersebut. Perlahan membuka satu per satu file-nya hingga ia menemukan satu file khusus dan membuat ia tercengang ketika mendapatinya berisi foto-foto In Hyeong.

Wajahnya tampak memerah tatkala melihat salah satu foto In Hyeong yang begitu berbeda. Foto yang memperlihatkan seorang Cha In Hyeong dengan celana panjang ketat serta kemeja putih yang menampakkan lekuk tubuhnya, ditambah high heels hitam yang menghiasi kakinya dengan rambut hitam panjang yang terurai hingga menambah manis penampilan gadis tersebut.

Terpaku, kedua mata Jin Ho mengerjap cepat ketika menatap In Hyeong yang tengah tertidur di pundaknya. Jantungnya berdebar kencang dan darahnya seakan mengalir cepat hingga membuat rasa panas menjalari tubuhnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!