“Joon Jin Ho?”
Jin Ho yang tadinya melihat pemandangan dari balkon rumah sahabat setianya itu langsung berbalik melihat orang yang memanggilnya.
“Hai, Nona Besar Cha In Hyeong,” sapa Jin Ho ramah.
Segera, dia berlari mendekat pada Jin Ho dan melayangkan pelukannya dengan begitu erat.
“Kau terlihat berbeda setelah kuliah,” kata In Hyeong.
“Kau juga, Tuan Putri.”
Dan tiba-tiba In Hyeong melepaskan pelukannya.
“Jin Ho, kita jalan-jalan, ya? Mau, kan?” bujuk In Hyeong dengan wajah memelas hingga membuat kening Jin Ho
berkerut, “aku mohon…” tambahnya.
“Baik. Ganti bajumu lalu kita pergi,” perintah Jin Ho sembari tersenyum geli.
“Yeiy! Aku mandi sebentar, ya.”
“Iya. Bergegaslah.”
Segera In Hyeong melesat ke kamar mandi usai mengambil handuk di kamarnya. Sementara, Jin Ho yang sudah sangat terbiasa masuk ke kamarnya pun kini telah duduk di tepi ranjang sambil memandangi sekeliling.
“Tidak ada yang berubah,” ucapnya pelan.
Tenang sesaat namun, dia tiba-tiba beranjak ke meja belajar ketika pandangannya tertuju pada sebuah foto yang tampak asing baginya. Ia meraih figura di sudut meja dan memandangi foto In Hyeong bersama seorang laki-laki berambut pirang dengan wajah oriental yang begitu khas.
“Itu Kak Lee Joon, seniorku di kampus. Dia akan lulus tahun ini.”
Terkejut mendengar suara yang ia kenal, Jin Ho pun sontak berbalik dengan tatap linglung.
“Pacar?”
“Bukan. Sama sepertimu, dia sahabatku. Sejak awal masuk, dia sudah membantuku. Bahkan buku catatannya, semua yang telah dia rangkum dengan rapi diberikan kepadaku agar lebih mudah belajar.”
“Oh.”
“Bisa keluar sebentar? Aku mau berganti pakaian.”
“Iya. Aku tunggu di bawah.”
-----------
“Jadi, kau suka padanya?” tanya Jin Ho sambil menikmati es krimnya.
“Tidak. Sampai sekarang Aku hanya menganggapnya sebagai Kakak saja, tidak lebih. Aku tidak ingin pacaran dulu,” sahut In Hyeong sembari memandangi laut di tepi Pantai Haeundae yang terbentang luas.
“Selama di kampus, apa tidak ada yang kau sukai?”
Sambil menjilati es krim cokelat favoritnya, In Hyeong menggeleng cepat sesaat.
“Belum. Mungkin ada tapi, kemungkinan besar aku hanya kagum.”
Sejenak keduanya terdiam sebelum perlahan pandangan In Hyeong teralih pada sahabatnya.
“Kau sendiri bagaimana? Aku lihat banyak yang berubah dari dirimu. Pasti lebih banyak lagi gadis yang menyukaimu.”
Senyum sinis tampak jelas dari sudut bibir Jin Ho setelah mendengar pernyataan In Hyeong. Dia tetap dengan santai memakan es krimnya sebelum kemudian, menatap gadis di sampingnya.
“Aku tidak butuh gadis lain selama kau masih di sisiku.”
“Hahahahahaha…”
Tawa In Hyeong seketika pecah usai mendengar pernyataan Jin Ho. Dan menyaksikan reaksinya, sesaat kening Jin Ho berkerut sebelum akhirnya ikut tertawa.
“Aku bercanda. Sebenarnya ada seorang gadis yang kusukai sejak kita masih SMA.”
“Hahahahahaha…. oh??”
Sontak tawa In Hyeong berhenti dan menatap dalam Jin Ho yang kini tengah memandangi laut.
“Jangan menatapku seperti itu. Kalau tidak, aku tidak akan cerita tentang gadis itu,” ancam Jin Ho seraya melirik In Hyeong sesaat.
Bergegas In Hyeong membetulkan posisi dan duduk dengan sangat rapi.
“Hahahahaha, kau ini,” ucap Jin Ho sembari mengusap lembut kepala In Hyeong.
“Jangan tertawa! Aku sudah duduk dengan rapi. Cepat ceritakan padaku tentang gadis itu,” omel In Hyeong.
“Haah… ini sebenarnya sangat aneh. Gadis yang kusukai itu tidak cantik, dia cerewet, tidak bisa diam juga selalu menggangguku. Tapi, sejak mengenalnya lebih dekat, aku merasa dia sangat perhatian dan penuh kasih sayang. Walaupun lebih sering membuatku kesal dibanding membuatku senang.”
“Gadis yang kau sukai aneh sekali dan apa aku mengenalnya?” tanya In Hyeong dengan kening berkerut.
“Duduk yang benar,” perintah Jin Ho sinis.
“Iya, baik,” sahut In Hyeong sambil membetulkan lagi posisinya.
“Apa kau tahu?”
“Apa? Apa?” tanya In Hyeong begitu penasaran dan bertingkah seperti anak anjing yang ingin diberi makan.
“Aku ini orang bodoh yang…”
“Aish… tidak perlu kau katakan, aku juga tahu kau itu bodoh. Hahahaha…” kata In Hyeong santai.
Menyaksikan reaksi In Hyeong yang dengan nyaman mendorong lengannya, Jin Ho pun merasa sangat terganggu hingga melempar tatap sinisnya dan seketika membuat In Hyeong berusaha menghindarinya.
“Mau dengar, tidak?”
“Tentu.”
“Duduk yang benar.”
“Baik,” untuk kesekian kali In Hyeong membetulkan posisinya.
“Sampai mana kita tadi?” tanya Jin Ho.
“Kau bilang, kalau kau itu bodoh,” sahut In Hyeong penuh semangat.
Dan tatapan kesal Jin Ho tepat mengenai kedua sorot mata polos seorang Cha In Hyeong yang sontak menjadi salah tingkah.
“Mmm… lebih tepatnya kurang cerdas. Hehe…” kata In Hyeong mengoreksi kalimatnya yang langsung disetujui Jin Ho.
“Aku ini orang yang kurang cerdas, pengecut. Aku tidak berani mengungkapkan perasaanku padanya.”
“Ha? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Apa kau takut dia menolakmu?”
“Ya, itu salah satunya. Selain itu, aku takut dia menyukai laki-laki lain dan aku takut kalau aku sampai membuatnya bingung.”
“Hmm… tapi, kan, gadis itu memang harus mengambil keputusan yang tegas. Kalau dia bingung, berarti dia tidak benar-benar menyukai keduanya.”
Beberapa saat mereka kembali terdiam.
“Oh, aku punya ide!” seru In Hyeong begitu bersemangat.
“Jangan macam-macam,” ujar Jin Ho sambil menikmati es krimnya.
Seakan tahu apa yang ada di pikiran In Hyeong, dia langsung memperingatkannya dan tampak tidak peduli lagi dengan pembicaraan awal mereka. Namun…
“Bagaimana kalau kau berlatih denganku untuk mengatasi kegugupanmu saat nanti kau menyatakan perasaan pada gadis itu.”
Tanpa peringatan, Jin Ho sontak menyemburkan es krim yang dimakannya dan membuat In Hyeong terkejut dengan kedua bola mata membesar.
“Heii! Kau pikir perasaan sayang itu sesuatu yang bisa kau mainkan kapan saja?” teriak Jin Ho kesal.
“Hehe.. hanya saran saja,” kata In Hyeong santai.
“Haah.. ayo, pergi.”
Segera Jin Ho beranjak meninggalkan In Hyeong yang masih tampak kebingungan. Dia yang kesal karena sikap In Hyeong pun langsung berbalik dan kembali menarik topi jumper-nya.
“Cepat!” kata Jin Ho sambil menyeretnya.
Dengan sigap In Hyeong berbalik dan membuat Jin Ho tersenyum sinis sebelum kemudian merangkulnya.
“Jin Ho, nanti kenalkan aku pada gadis itu, ya.”
“Tidak mau,” sahut Jin Ho santai.
“Kenalkan, ya, Jin Ho,” kata In Hyeong memelas.
“Tidak.”
Dengan kesal In Hyeong melepaskan rangkulan Jin Ho dan menghentikan langkahnya.
“Joon Jin Ho!”
“Cha In Hyeong!”
Lama mereka saling berpandangan tapi, sedetik kemudian keduanya tertawa.
“Hahahahahahaha…”
“Kenalkan, ya, Jin Ho,” lagi-lagi In Hyeong memohon usai mereka kembali berjalan.
“Tidak, tidak, tidak,” kata Jin Ho sambil melihat ke belakang, “ada anjing,” tambahnya yang langsung berlari dan sontak membuat In Hyeong panik.
“Joon Jin Ho, tunggu aku,” teriak In Hyeong sambil berlari tanpa mengetahui kebohongan yang Jin Ho buat.
-----------
Empat hari sebelum Jin Ho kembali ke Ulsan.
...WELCOME TO...
...BUSAN NATIONAL UNIVERSITY...
Itulah yang tertera di pintu gerbang sebuah universitas terkenal di Busan dan di balkon lantai tiga fakultas Farmasi tampak dua gadis yang tengah duduk berhadapan sambil menikmati milkshake masing-masing. Mereka tak lain adalah Cha In Hyeong dan Choi Eun Hee.
In Hyeong sangat sayang pada Eun Hee yang dia anggap seperti adiknya sendiri, sama seperti dia memperlakukan Joo Yeon. Dan rasa sayangnya semakin bertambah ketika Eun Hee mulai memanggilnya “Kakak”.
“Jadi kau menolak pernyataan cinta Kak Lee Joon?” tanya Eun Hee sambil mengaduk-aduk milkshake-nya.
“Ng,” sahut In Hyeong santai.
“Kenapa?” tanya Eun Hee penasaran, “apa tidak merasa rugi, kalau mengingat Kak Lee Joon termasuk senior favorit di fakultas kita,” tambahnya
“Entahlah. Aku hanya tidak memiliki perasaan apapun padanya, hanya menganggap sebagai kakak saja.”
“Mm… apa kau menyukai laki-laki lain?”
“Tidak,” kata In Hyeong seraya menggeleng.
“Benarkah?” tanya Eun Hee dengan tatap menyelidik.
“Ng, tidak ada.”
“Bagaimana dengan Joon Jin Ho? Sudah hampir empat tahun kalian bersahabat, apa kau tidak memiliki perasaan padanya?”
Sejenak, In Hyeong terdiam sebelum kemudian memegangi dada dengan tangan kanannya.
“Coba sebut lagi nama Joon Jin Ho,” perintahnya.
“Apa kau tidak suka pada Joon Jin Ho?”
Lagi dia terdiam sembari memegangi dadanya dan sedetik kemudian ia menggeleng cepat.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Eun Hee heran.
“Oh, hanya merasakan debaran jantungku.”
“Ha?”
“Kalau aku suka pada seseorang, jantungku akan langsung berdebar ketika namanya disebutkan.”
“Jadi, bagaimana? Apa jantungmu berdebar karena mendengar nama Joon Jin Ho?” tanya Eun Hee penasaran.
“Tidak. Biasa saja.”
“Ha?”
Melihat reaksi In Hyeong yang kini hanya terfokus pada milkshake cokelatnya dan tampak tidak peduli lagi akan pembicaraan mereka, Eun Hee pun hanya bisa menggeleng pelan sebelum ikut menikmati minumannya sendiri.
-----------
Tiba hari di mana Jin Ho dan Jun Su meninggalkan Busan untuk melanjutkan pendidikan mereka ke Seoul. Walau berat hati namun, In Hyeong harus rela melepas kepergian sahabat terbaiknya.
Dan sejak saat itu, mereka hanya berkomunikasi melalui telepon dan pesan singkat. Berharap bisa selalu mengibur sahabat kesayangannya, Jin Ho pun selalu mengirim foto-fotonya selama di Seoul dan In Hyeong dengan rajinnya mencetak foto tersebut untuk dipajang dalam sebuah figura besar di kamarnya.
Dalam rasa rindunya yang terkadang tidak tertahan, In Hyeong masih bisa terhibur dengan Eun Hee yang selalu setia mendengar cerita-ceritanya. Juga kehadiran kedua sahabat kembarnya yang bersedia mengujungi dia ke Busan saat waktu libur tiba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments