Episode 3

“Haaa…”

Seolah telah melalui hari yang berat, sore itu sepulang sekolah In Hyeong memutuskan untuk bermain ke Pantai Haeundae. Dia menghela napas cukup keras usai memandangi langit.

“Kau sering kemari?”

Sontak In Hyeong menoleh ke belakang dan dilihatnya Jin Ho yang masih mengenakan seragam sekolah berantakan melangkah mendekatinya. Dengan kening berkerut dia melempar pandangan sinis pada Jin Ho yang saat itu mengenakan kacamata hitam.

“Apa yang kau inginkan?” tanya In Hyeong ketus.

Dengan sigap dia menghadap In Hyeong dan melepaskan kacamata lalu mengulurkan tangan hingga membuat kening In Hyeong semakin berkerut.

“Kau ingin menghipnotisku melalui jabatan tanganmu?” tanya In Hyeong datar.

Mendengar pertanyaan In Hyeong, dia pun menghela napas dan menarik kembali uluran tangannya sebelum kemudian, duduk bersila di atas pasir.

“Tidak ingin duduk?” tanyanya.

Tidak ada respon dan hanya tatapan sinis yang In Hyeong tujukan padanya. Namun, Jin Ho tampak tidak peduli dan dengan sekali sentakan dia menarik tangan In Hyeong yang langsung terduduk di sampingnya.

“Hei!” teriak In Hyeong kesal.

“Ini pertama kalinya,” ucap Jin Ho tak peduli.

Dan untuk kesekian kali, kening In Hyeong berkerut. Rasa penasaran pun perlahan menyelimutinya dan mulai terfokus pada Jin Ho yang tengah memandangi bentangan laut Pantai Haeudae yang semakin terlihat kemerahan karena bias cahaya matahari senja.

“Ini pertama kalinya,” kembali Jin Ho mengulang kalimatnya, “aku lahir di Seoul dan besar di Paris. Selama di sana, aku tinggal bersama Nenek dan kedua kakak perempuanku yang sedang melanjutkan studi. Sementara, orangtua kami berusaha keras mendirikan sebuah perusahaan di Seoul untuk menghidupi anak-anaknya. Tidak sia-sia, saat aku lulus sekolah dasar, perusahaan Ayah berkembang pesat. Kami pun bisa kembali berkumpul di Seoul. Tahun ajaran baru, kami pindah ke Busan karena Ayah ingin mendirikan perusahaan cabang di sini. Selama empat tahun berlalu, ini pertama kalinya aku ke Pantai Haeundae,” tambahnya panjang lebar.

“Apa kau sakit?” tanya In Hyeong.

“Aku minta maaf atas semua hal yang sudah kulakukan selama dua bulan terakhir. Aku iri melihat Yon Bin bisa dengan mudah mendapatkan teman,” kata Jin Ho sembari tersenyum sinis.

“Jadi…kau juga ingin berteman denganku?” tanya In Hyeong menyelidik.

“Aku hanya penasaran makanya mengikutimu sampai kemari.”

Merasa dipermainkan tatkala mendengar jawabannya, In Hyeong pun langsung beranjak dan seketika membuat Jin Ho ikut berdiri.

“Kenapa? Aku belum selesai bicara,” ujar Jin Ho heran.

“Katakan, sebenarnya apa maumu?” tanya In Hyeong ketus.

“Mmm.. aku hanya ingin meminta maaf atas kejadian yang kulakukan selama ini. Aku tahu, aku salah. Tapi, jujur saja setiap kali melihat wajahmu, aku selalu merasa kesal,” jelas Jin Ho sembari memijat-mijat tengkuknya.

“Haaa…” hela In Hyeong cukup keras, “kau ini sebenarnya ingin meminta maaf atau mengajakku berdebat? Kalau niatmu hanya ingin membuatku marah, sebaiknya jangan menggangguku. Aku juga tidak suka dengan anak sombong sepertimu,” tambahnya yang lalu berbalik.

Namun, baru akan melangkah, Jin Ho dengan sigap menahannya dan membuat dia seketika menatapnya penuh kekesalan. Pandangan sinisnya langsung tertuju pada tangan Jin Ho yang masih menggenggam erat lengannya dan segera, Jin Ho yang tersadar pun segera melepasnya.

“Ma, maaf, aku hanya ingin seperti Yon Bin. Berteman denganmu,” kata Jin Ho cepat.

“Ha?!”

“Ayo, aku rasa sudah saatnya pulang.”

Membisu dan pasrah adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan In Hyeong detik itu. Dibiarkannya Jin Ho menggenggam erat tangannya dan menuntun dia melangkah pergi dari Pantai Haeundae.

-----------

Hari itu Kamis, 1 November 2007, Guru Bae Ryu Joon, wali kelas 10-3 terlihat memasuki kelas bersama dua siswa kembar. Semua mata tertuju pada mereka tidak terkecuali, In Hyeong yang tampak terpesona dengan kedua siswa laki-laki tersebut.

“Anak-anak, hari ini kita kedatangan dua teman baru. Silahkan perkenalkan diri kalian,” kata Guru Bae.

Melihat kedua siswa baru tersebut, Jin Ho hanya tersenyum sinis seraya mengeluarkan komik dari ranselnya dan di saat yang sama, salah satu dari siswa itu pun mulai berbicara.

“Selamat pagi. Aku Goo Yong Hwa. Murid pindahan dari Seogang High School, daerah Kota Gwangju, Provinsi Jeolla Selatan. Mohon bimbingan kalian semua,” kata Yong Hwa sembari tersenyum ramah.

Mendengar nama Seogang High School disebutkan, hampir seluruh siswa dan siswi dalam kelas mereka menunjukkan ekspresi takjub. Lagi, tidak terkecuali In Hyeong yang hanya bisa meneguk ludah.

Reputasi Seogang High School yang bisa dikatakan sangat memuaskan itu selalu berhasil mencetak siswa yang luar biasa karena terkenal dengan kedisiplinannya dan hanya diperuntukkan bagi anak-anak pilihan.

Namun, dibalik seluruh kekaguman mereka, ada dua anak lain di pojok kelas yang sama sekali tidak peduli. Kedua siswa itu tak lain adalah Joon Jin Ho yang sudah asyik membaca komiknya bersama Yon Bin.

“Aku Goo Yong Hae, murid pindahan dari sekolah yang sama. Mohon bimbingannya,” kata Yong Hae datar.

“Baiklah, ada yang ingin ditanyakan?” tanya Guru Bae.

Dan salah satu gadis di kelas mereka yang bernama Seung Moon Rye pun mengangkat tangan dengan penuh semangat.

“Aku hanya ingin tahu, bagaimana cara kami membedakan kalian?”

Seluruh kelas langsung mengiyakan pertanyaan Moon Rye. Kecuali, lagi-lagi, Jin Ho dan Yon Bin yang sedikitpun tidak berminat dengan dunia orang lain.

“Kami kembar identik dan memang sedikit sulit membedakan di awal. Tetapi, semakin lama aku yakin kalian akan menemukan perbedaannya,” jelas Yong Hwa ramah.

“Kenapa tidak mengenakan kalung atau gelang? Jadi, kami bisa lebih mudah membedakan kalian,” tanya Min Ah tiba-tiba.

Namun, belum sempat pertanyaan Min Ah terjawab, Jin Ho langsung mengangkat kepala...

“Guru Bae, bisa kita mulai pelajaran sekarang?”

Sontak seluruh kelas menyoraki Jin Ho yang hanya membalas teman-temannya tersebut dengan tatapan dingin. Dan alih-alih marah, Guru Bae hanya bisa menggeleng dan berusaha menenangkan para muridnya.

“Sudah, tenang semua,” tegur Ryu Joon penuh kesabaran, “dan kalian berdua, bisa duduk di belakang Jin Ho dan Yon Bin. Bapak keluar dulu, sebentar lagi guru jam pertama akan masuk. Jadi, jangan ribut. Silahkan melanjutkan perkenalan di jam istirahat. Selamat pagi,” tambahnya yang kemudian berlalu pergi.

Dan setelah beberapa jam yang membosankan bagi para murid yang penasaran akan sosok teman baru mereka. Tibalah jam istirahat dan tidak seperti biasanya, Jin Ho kali ini menarik In Hyeong lebih dulu ke kantin.

“Kau ini kenapa?” tanya In Hyeong ketus.

“Duduk di sini, aku akan ambilkan makananmu,” perintah Jin Ho yang lalu pergi.

Walau kesal tetapi, In Hyeong tetap menuruti perintahnya dan menunggu sampai Yon Bin serta Min Ah ikut bergabung makan siang bersama mereka.

“Menurut kalian mana yang lebih tampan? Yong Hwa atau Yong Hae?” tanya Min Ah di sela acara makan mereka.

“Aku lebih suka Yong Hwa. Dia kelihatan lembut dan dewasa,” kata In Hyeong riang.

“Tapi, Yong Hae juga keren,” puji Min Ah sembari tersenyum sipu.

Menyaksikan sikap keduanya, Jin Ho pun hanya melirik sinis.

“Berhentilah mengagumi hal yang tidak akan membuat kalian cerdas. Menganggap mereka layaknya Pangeran Berkuda Putih, dekat denganku dan Yon Bin saja cukup sudah membuat kalian di musuhi hampir setengah sekolah. Apalagi anak-anak pesolek itu,” celoteh Jin Ho.

Ucapan Jin Ho dengan ekspresi datar yang sedikitpun tidak memandang mereka membuat In Hyeong tiba-tiba menarik baki tempat makannya.

“HEI!” teriak Jin Ho tanpa sadar.

“Kenapa?” tanya In Hyeong dengan rahang menguat.

“Hei, apa yang kau lakukan?” tanya Min Ah setengah berbisik, “apa kau tidak lihat sekarang seluruh orang di sini melihat ke arah kita,” tambahnya.

Tetapi, sama sekali In Hyeong tidak bergeming. Dia tetap menatap dingin Jin Ho yang juga melakukan hal sama.

“Joon Jin Ho, jaga sikapmu,” bisik Yon Bin.

Sontak, Jin Ho menatap tajam Yon Bin yang membalas tatapannya dengan tenang.

DUK! DUK! DUK!

Terdengar suara bola memantul cukup kuat lalu menggelinding dan berhenti tepat di bawah kaki Jin Ho yang langsung memandang kesal sosok di depan pintu kantin.

“Bertandinglah dengan anak baru itu. Kau dan Yon Bin.”

Sosok perempuan tomboy yang begitu jauh dari kata cantik sebab wajahnya yang terlihat sangat tampan seketika membuat seluruh pasang mata berpindah melihatnya, tidak terkecuali Yong Hwa dan Yong Hae yang sedari tadi memperhatikan keributan mereka. Perlahan siswi tomboy itu menghampiri Yong Hwa dan Yong Hae yang duduk tak jauh dari tempat Jin Ho.

“Aku, Kang Goo Hee. Ketua pengurus inti klub basket di SMA ini,” kata Goo Hee memperkenalkan diri, “aku sudah melihat profile kalian. Jadi, aku ingin kalian mengikuti pertandingan percobaan melawan mereka,”

tambahnya seraya tersenyum penuh arti pada Jin Ho.

Sementara, Yong Hwa menatap Jin Ho dengan tatapan yang begitu tenang. Yong Hae tampak melihatnya dengan sinis dan dingin.

“Apa yang aku dapatkan kalau berhasil mengalahkannya?” tanya Yong Hae datar.

Senyum pun terukir di wajah Goo Hee yang kemudian ikut memandangi Jin Ho.

“Kau dapatkan seluruh kepopuleran yang dia miliki,” ucap Goo Hee.

“Tapi, kami tidak butuh itu,” sahut Yong Hwa dengan senyum riang yang seketika membuat Goo Hee melihatnya.

“Kami ingin gadis berkucir kuda itu. Kami ingin dia bersama kami selama di sekolah dan sedikitpun anak di sampingnya tidak boleh mendekat.”

Mendengar pernyataan Yong Hwa yang terdengar begitu riang membuat Jin Ho melangkah cepat menghampirinya.

“Kalian benar-benar ingin gadis itu?” tanya Jin Ho dingin.

“Sangat,” sahut Yong Hae tak mau kalah.

“Baik. Kita bertanding two on two dan keluarkan darah dari setiap lubang yang ada di tubuhku. Tapi, asal kalian tahu, belum pernah ada yang mendengar seorang Joon Jin Ho kalah,” jelas Jin Ho dengan rahang menguat.

Mendapati reaksinya, Yong Hwa yang tenang pun berdiri dan menatap lekat matanya.

“Kalau kami bisa lakukan itu, apa kau akan benar-benar menepati janji?” tanya Yong Hwa seraya mendekatkan wajahnya ke telinga Jin Ho, “kau… tidak pantas untuk gadis baik sepertinya. Terlalu brutal,” bisiknya seraya tersenyum mengejek.“

“Kalau kalian tidak bisa melakukannya. Jangan coba-coba lagi mengajukan diri ke klub basket dan keluar dari sekolah ini di hari yang sama,” tantang Jin Ho.

“Kami terima,” ujar Yong Hae sembari berdiri membalas tatapan amarahnya.

Senyap. Tidak ada lagi perbincangan lainnya dan kantin terdengar ramai seperti tidak terjadi apa-apa. Hanya rasa khawatir tersisa tatkala In Hyeong melihat punggung Jin Ho yang melangkah cepat keluar dari kantin.

-----------

Tiba hari yang di nantikan seluruh siswa juga pengajar Busan International School. Dan ketika peluit dibunyikan, terdengar jelas sorak sorai para gadis yang mendukung masing-masing idola mereka.

Baik Jin Ho, Yon Bin, Yong Hae ataupun Yong Hwa tidak sedikitpun terganggu dengan riuh para pendukung mereka. Sementara, papan skor mati dan skor hanya dihitung menggunakan sepasang alat yang di pegang oleh Goo Hee serta wakil ketua klub basket, Joong Kyu Joon.

Pertandingan penuh emosi itu berlangsung selama dua jam dan tepat pukul 4.00 sore semua selesai. Suasana seketika sunyi saat Goo Hee melangkah ke tengah lapangan dan tampak tersenyum bersama alat hitung yang dibawanya.

“Mungkin aku tidak mengutarakan tentang keinginanku minggu lalu. Tapi, melihat hasil pertandingan kalian, aku ingin kalian berempat menjadi tim inti untuk pertandingan antar sekolah tahun depan,” jelas Goo Hee riang, “hasilnya seri,” tambahnya.

Mendengar pengumuman dari Goo Hee sontak seluruh penghuni Busan International School tertegun.

“Aku tidak terima apapun! Aku lebih memilih keluar dari sekolah daripada harus satu tim dengan mereka berdua!” teriak Yong Hae.

BUK!

WAAA…

Jin Ho tiba-tiba memukul kuat wajah Yong Hae yang langsung tersungkur seketika membuat seluruh siswa berteriak. Dan melihat saudara kembarnya dipukul tanpa sebab, Yong Hwa pun berniat untuk membalas namun, Yon Bin lebih dulu menghalangi dan memukulnya. Sedangkan, Goo Hee yang masih terlihat santai berusaha melerai mereka dibantu dengan para anggota klub basket lainnya. Cukup lama sampai perkelahian itu berhasil dihentikan dan In Hyeong yang merasa sudah cukup tenang pun berlari bersama Min Ah menghampiri Jin Ho juga Yon Bin.

“Jin, Jin Ho, kau tidak apa-apa? Aku bantu bersihkan lukamu, ya,” tawar In Hyeong sedikit takut.

“Aaaarrgghh…”

Teriakan amarah serta tangannya yang ditepis cukup kuat oleh Jin Ho saat akan membersihkan darah di dahinya membuat In Hyeong sontak terduduk akibat hilang keseimbangan. Bergegas Min Ah yang sedari tadi tengah membersihkan luka di wajah Yon Bin pun membantunya

“Kau tidak apa-apa?” tanya Min Ah.

“Tidak. Aku baik. Terima kasih,” kata In Hyeong seraya tersenyum getir.

Melihat Jin Ho yang masih dipenuhi amarah sama sekali tidak mempedulikannya, In Hyeong hanya bisa terpaku dan diam memandangi dia yang kini melangkah pergi bersama tas ranselnya.

“Kalian pulanglah,” perintah Yon Bin sembari meraih tas ranselnya.

Pandangan In Hyeong sempat tertuju pada Yong Hae dan Yong Hwa yang sudah dibantu hampir setengah gadis sekolah. Sejenak dia menghela napas pelan sebelum akhirnya beranjak dan melangkah pergi bersama Min Ah.

Terpopuler

Comments

Alanna Th

Alanna Th

msh m nerka' k mn arah kisahny. tp seru, aq zuka; mirip novel trjmhn, rd" misterius githu

2020-11-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!