In Hyeong masuk kelas dan melihat Yon Bin sudah duduk di bangku kemarin bersama Jin Ho di sampingnya. Tampak dia begitu santai bersandar dengan mata tertutup serta kedua kaki yang bersilang di atas meja sembari mendengarkan musik melalui headphone dan mulutnya tampak bergerak mengunyah permen karet.
Melihat In Hyeong yang heran dengan sikapnya, Yon Bin pun menghentikan kegiatan belajarnya dan tersenyum geli.
“Dia memiliki cara belajar yang sedikit berbeda,” tegur Yon Bin.
Pandangan In Hyeong seketika teralih pada Yon Bin yang masih tersenyum manis padanya.
“Oh! Terima kasih atas bantuanmu kemarin,” kata In Hyeong canggung, “dan selamat karena kau terpilih menjadi ketua kelas kami,” tambahnya.
“Bukan aku yang menolongmu tapi, Jin Ho,” sahut Yon Bin tulus.
“Tapi, setidaknya kau yang lebih berusaha. Mmm.. maaf, dibanding temanmu ini,” jelas In Hyeong seraya tertunduk dengan perasaan tak nyaman.
“Setidaknya dia menjadi pengganti matras paling nyaman,” ujar Yon Bin dengan senyum mengejek.
“Iya,” sahut In Hyeong sembari mengangkat kepalanya , “terima ka…”
Seketika In Hyeong bungkam tatkala melihat Jin Ho tiba-tiba melepaskan headphone-nya dengan kasar. Dia membuka mata dan menurunkan kedua kakinya, lalu menatap tajam In Hyeong yang sontak kembali tertunduk. Sementara, Yon Bin menepuk pelan pundaknya sambil tersenyum.
“Kau sudah bangun? Kenalkan, ini In Hyeong. Yang kemarin kau tolong.”
Mendengar suara Yon Bin yang begitu tenang, segera In Hyeong mengangkat wajahnya dan menatap Jin Ho yang hanya menunjukkan ekspresi datar.
“Ha, hai, terima kasih yang kemarin, ya,” kata In Hyeong sedikit takut.
Tidak ada reaksi dan sedikitpun dia tidak mempedulikan In Hyeong yang kini tampak linglung. Alih-alih membalas sapaannya, Jin Ho malah berdiri dan menatap Yon Bin yang masih terlihat tenang.
“Pelajaran pertama Tata Krama dan Ilmu Sosial. Aku pergi, kau urus sisanya. Pelajaran selanjutnya aku akan masuk,” perintah Jin Ho datar.
Dan tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Jin Ho untuk In Hyeong. Bahkan saat berpapasan dengan Min Ah yang baru tiba, dia juga tidak bereaksi dan tetap melangkah santai keluar dari kelas dengan ranselnya.
“Dia mau pergi ke mana?” tanya Min Ah heran.
“Aku juga tidak tahu,” sahut In Hyeong seraya berbalik menatap Yon Bin, “kenapa kau diam saja? Kau, kan, ketua kelas. Dan kalaupun dia memang memiliki otak yang jenius, dia juga tidak bisa bertindak semaunya.”
“Jin Ho paling tidak suka dengan pelajaran Ilmu Sosial.”
“Kenapa? Apa karena gurunya?” tanya In Hyeong dengan kening berkerut.
“Bukan karena guru. Tetapi, karena hal lain.”
“Hal lain bagaimana maksudmu?” tanya Min Ah penasaran.
Namun, belum sempat Yon Bin menjawab, bel masuk berbunyi dan guru pun datang di saat yang sama. Beberapa jam kemudian, pelajaran pertama berlalu, disusul pelajaran kedua dan berlanjut ke pelajaran ketiga. Sampai tiba waktu istirahat tepat pukul 12.00 siang.
“Hoaahmm… seperti neraka. Aku mengantuk sekali.”
Mendengar keluhan salah seorang teman mereka, In Hyeong pun tersenyum sebelum kemudian, berbalik melihat Yon Bin yang tengah sibuk membereskan buku-buku pelajarannya.
“Kau bilang, dia tidak suka pelajaran Ilmu Sosial. Tapi, kenapa pelajaran Bahasa Korea dan Matematika dia tidak masuk juga?”
“Iya, sebenarnya dia ke mana?” tanya Min Ah yang tampak kesal.
“Aku bilang, dia tidak suka pelajaran Ilmu Sosial bukan bilang, kapan dia akan kembali, kan?”
“Tetapi, setidaknya di hari pertama belajar, dia harus menampakkan wujudnya,” omel In Hyeong.
Mendengar celotehan kedua teman barunya itu, Yon Bin hanya melempar senyum geli.
“Aku lapar. Ayo, ke kantin,” ujar Yon Bin seraya beranjak dan mengusap kepala In Hyeong.
Dengan perasaan kesal akibat rasa penasaran yang tak terjawab, mereka akhirnya memutuskan untuk bungkam sambil mengikuti langkah Yon Bin. Dan diantara baris keramaian para siswa lainnya, In Hyeong yang terfokus dengan gilirannya untuk mengambil makanan pun tidak menyadari jika Min Ah telah berpindah barisan ke pojok kantin untuk mengambil makanan yang berbeda.
“Min Ah, aku jadi kesal. Entah kenapa ini tidak adil. Guru Jung juga tidak marah karena absennya Jin Ho. Memangnya dia siapa? Anak Presiden? Kenapa bisa seenaknya tidak masuk pelajaran. Mungkin dia jenius tapi, setidaknya dia gunakan otaknya untuk bersikap baik. Terlebih dia seperti anak yang suka memanfaatkan teman. Lihat saja Yon Bin tetap membelanya walaupun dia sal… akh!”, seketika In Hyeong memekik dan berbalik marah usai kepalanya dipukul cukup kuat dari belakang, “hei, Oh Min... Joon Jin Ho…”
Bersamaan dengan celotehannya yang terputus, seluruh pasang mata pun tertuju pada In Hyeong yang tanpa sadar membentak dan seketika bungkam tatkala melihat sosok tinggi dengan tatapan dingin di hadapannya.
Sosok yang tak lain adalah Joon Jin Ho itu terlihat memegang sendok dengan posisi cukup tinggi dan tidak di pungkiri dialah yang memukul kepala In Hyeong menggunakan benda tersebut. Namun, menyaksikan para murid serta guru di kantin menatapnya heran, In Hyeong pun hanya bisa membungkuk beberapa kali sambil meminta maaf.
Sampai keadaan kembali seperti semula, In Hyeong baru bisa melihat Jin Ho yang masih memandanginya dengan ekspresi datar.
“Apa?! Kau memang berdosa, kan?!” bentak In Hyeong dengan mata melotot, “membolos di hari pertama belajar. Apa kau tidak kasihan pada orangtuamu, mereka membayar hanya untuk membiayai sekolah dan gaya hidup harianmu. Kau pikir kau sia… akh!”
Lagi, In Hyeong memekik dan kali ini, Jin Ho melayangkan benda tersebut ke bibirnya. Seakan tidak memberi kesempatan untuk In Hyeong melawannya, ia pun langsung menukar sendok miliknya dengan milik In Hyeong dan lalu melangkah lebih dulu mengambil makanan.
Sementara, In Hyeong yang tidak memiliki banyak waktu, mau tidak mau bergegas ikut mengambil makanan di samping Jin Ho yang tampak tidak berdosa.
“Lain kali gunakan mulutmu hanya untuk mengunyah makanan. Sayang jika kau gunakan untuk mengeluarkan seluruh isi otakmu yang tidak penting. Setidaknya bagus, aku tidak menuntutmu karena hampir mematahkan leherku. Cukup aku yang melihat, lain kali gunakan dalaman. Dasar mesum.”
Penjelasan Jin Ho yang berbisik padanya sebelum pergi sontak membuat In Hyeong terbelalak dan bungkam menahan amarah dengan wajah merah padam. Dan sejak kejadian hari itu, tidak sedikit pertengkaran yang selalu terjadi diantara mereka.
Bahkan tim kreatif kelas 10-3 pun kacau akibat perbedaan pendapat tentang dekor kelas untuk memperingati ulang tahun sekolah dan membuat mereka bertengkar hebat. In Hyeong sendiri hampir menangis berusaha menutupi rasa malu serta kesalnya karena bentakan Jin Ho di hadapan teman-teman sekelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments