****
"ugh!"
Tangan Akihiro kembali bergerak lagi. Ia pun membuka matanya, lalu kembali bangkit ke posisi duduk. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding dekat wastafel kamar mandi.
Ia melirik ke tangannya. Ada bercak darah dari tangannya itu. Ternyata, darah itu berasal dari kepala Akihiro yang terluka karena terbentur kaca besar di kamar mandi sekolah.
Ia mengerang kesakitan sambil memegang kepalanya. Lalu setelah itu, matanya melirik ke samping kirinya dan terkejut. Ia melihat ada mayat yang bersimbah darah di dalam kamar mandi ke-4 yang ada di sampingnya itu.
Ternyata mayat itu adalah Shanti. Temannya sendiri. Shanti meninggal dalam keadaan yang mengenaskan. Sekujur tubuhnya dipenuhi darah. Dan entah bagaimana, kepalanya Shanti itu bisa masuk ke dalam WC kamar mandi.
Karena melihat kejadian itu, perut Akihiro seketika langsung mual. Ia pun Kembali berdiri dan langsung berlari keluar dari dalam kamar mandi.
Saat di depan pintu kamar mandi perempuan, tiba-tiba saja air bening menetes ke sepatunya. Air mata Akihiro yang menetes. Dia merasa sedih karena telah kehilangan temannya lagi. Apalagi, mereka meninggal dengan keadaan yang tidak wajar.
Akihiro kembali mengeluarkan semua emosinya. Ia pun berteriak keras di depan kamar mandi dan menangis. Lalu ada orang lain yang mendatanginya dengan cepat.
Ah, ternyata itu Rei, Mizuki bersama dengan Lisa juga. Mereka sempat mendengar teriakkan Akihiro yang kencang itu saat berusaha untuk mencari tempat perlindungan.
"Hiro! Kau ke mana aja?!" tanya Mizuki.
"Hiro, kenapa kau menangis? Ada apa denganmu?" tanya Rei.
Akihiro tidak menjawab semua pertanyaan temannya itu. Ia hanya terdiam saja. Tapi, pada akhirnya, Akihiro pun kembali membuka mulutnya. Ia menunjuk ke dalam kamar mandi perempuan.
"Di–di dalam sana."
Rei, Mizuki dan Lisa pun masuk ke dalam kamar mandi perempuan. Akihiro menunjukkan tempatnya. Tempat kematian temannya yang tragis itu. Semuanya terkejut saat melihat mayatnya Shinta di sana.
"Ini semua salahku!" teriak Akihiro. "Seandainya aku bisa mengejar dia dengan cepat, mungkin aku masih bisa menyelamatkannya. Tapi ini apa?! Temanku telah menjadi korban lagi! Bodoh! Aku ini bodoh! Tidak berguna! Lebih baik aku mati saja! Mati! Aku ingin mati saja!"
PLAK! BUK!
"Rei!" Mizuki berteriak sambil menarik tubuh Rei yang sedang menghajar Akihiro itu.
Rei menampar wajah Akihiro, lalu ia memukul tubuhnya sampai terjatuh. Akihiro menatap tak percaya pada Rei sambil memegang perutnya yang sakit.
"Dian yang ku kenal tidak mungkin seperti ini! Pasti ada seseorang di dalam tubuhnya!" bentak Rei.
BUK! BRUK!
"Sudah! Hentikan Rei!" bentak Mizuki. Darah menetes dari mulut Akihiro. Wajahnya sedikit terluka. Saat ini, Rei lah yang tak bisa mengendalikan emosinya.
"Kenapa?! Aku hanya ingin mengeluarkan sifat barunya yang ada di dalam tubuhnya saja." Ujar Rei santai.
Lalu, Rei pun mengangkat tubuh Akihiro dengan cara menarik kerah bajunya secara paksa. Lalu memojokkannya ke tembok. Akihiro hanya diam saja. Rei pun menatap tajam pada Akihiro.
"Dian Syahputra yang kukenal itu tidak akan pernah menjadi seorang yang gampang menyerah dan pasrah dengan hidupnya hanya karena hal sepele. Jadikan itu pelajaran untukmu!"
CUP!
Seketika, Mizuki dan Lisa pun terkejut. "Waaaaa! Rei! A–apa yang kau lakukan?!"
"Hanya menciumnya saja. Agar perasaanya jadi tenang."
"Ta–tapi kan..., tapi...."
"Di dahi! Aku hanya menciumnya di dahinya saja! Sudahlah...."
Lisa melirik ke Akihiro. Ia tertawa kecil. "Waaah, lihat. Muka Akihiro sudah seperti ikan mati saja."
"....?!" Seketika, wajah Akihiro pun memerah. Secara perlahan, ia meraba dahinya yang baru saja dicium oleh Rei.
"Sudahlah, sekarang, ayo kita cari yang lainnya!" ajak Rei.
Rei pun membuka pintu kamar mandi. Ia melirik ke sekeliling dahulu untuk memeriksa apakah di luar sana baik-baik saja? Karena terakhir kali mereka berlari, mereka itu sedang dikejar oleh sosok Chisi yang sedang mengendalikan tubuh si penjaga malam yang kuat.
Ternyata di luar sana baik-baik saja. Tapi, keadaanya sedang kacau. Sebagian dari sekolah telah terbakar. Semua murid masih berlari ke sana-kemari untuk mencari tempat yang aman. Semuanya sedang ketakutan.
Akihiro pun keluar dari kamar mandi dengan cepat. Ia kembali takut. Takut karena ia tahu, pasti ada temannya yang masih terjebak di kobaran api dalam sekolah itu.
"Rei! Bisakah kita ke dalam sekolah dulu?! Aku takut kalau masih ada banyak orang yang terjebak di sana."
Rei menggeleng. "Entahlah, tapi kita juga harus mencari–"
Tap... tap... tap....
Lagi-lagi, Akihiro ceroboh lagi. Dia langsung saja berlari ke arah gedung sekolah. Dirinya berniat akan menyelamatkan beberapa anak yang masih terjebak di dalam sana.
"Dian!" teriak Rei. Akihiro (Dian) yang sedang berlari itu tidak mendengar teriakkan Rei memangilnya. Lalu, Rei pun menengok ke arah Lisa. "Eh, Lis, kamu tolong temani Dian, ya!"
"Eh? Untuk apa aku menemani anak bau bawang itu?"
"Temani dia! Cepat!" bentak Rei.
Lisa pun tersentak saat Rei membentaknya. Setelah itu, ia langsung berlari mengejar Akihiro juga.
Setelah mereka berdua pergi, Rei dan Mizuki pun juga pergi untuk mencari Dennis dan yang lainnya. Kira-kira, mereka ke mana?
"Rei, apa kau melihat Dennis?" tanya Mizuki.
"Kenapa kau tidak mencarinya saja sendiri dengan matamu?"
"Maaf, Rei! Mataku kan sedikit minus. Aku tidak bisa melihat terlalu jelas."
"Oh iya, aku lupa."
Rei menggunakan Indra pengelihatan yang tajam milikinya itu untuk mencari temannya yang lain. Lalu, pada akhirnya, Rei pun melihat Adel yang sedang ditarik oleh tangannya Bu Risa. Lalu, di belakangnya juga ada Dennis dan Yuni.
"Dennis!" teriak Rei memanggil temannya itu. Dennis pun menengok. Ia senang, akhirnya dirinya bisa bertemu dengan Rei lagi.
"Eh, Kak Rei? Kau ke mana saja?!" tanya Dennis.
"Ah, entahlah! Ceritanya panjang!" Rei melirik ke Bu Risa. "Eh, ada Ibu juga di sini? Ada masalah apa, Bu?!"
"Masalah besar! Sekarang, kalian semua ikut Ibu!"
Rei menelengkan kepalanya. Bu Risa dan Dennis berlari melewati Rei. Rei dan Mizuki saling menatap, lalu mereka pun ikut berlari mengejar Bu Risa dan Dennis juga Adel. Ditemani oleh Mizuki juga.
Ternyata, mereka dibawa ke menara gedung yang ada di belakang sekolah itu. Tempat menyeramkan yang pernah didatangi oleh Dennis dan teman-temannya.
Mereka memasuki gedung itu. Bu Risa mengambil sebuah buku dari satu rak di lantai satu itu. Entah itu buku apa. Ia hanya membulak balikan halaman buku, lalu tak lama kembali menaruh buku itu ke tempatnya semula.
Setelah buku itu ditaruh, Bu Risa pun Kembali mengajak yang lainnya untuk menaiki lantai dua.
Tangga yang rapuh itu memang sulit untuk ditaiki. Mereka harus berhati-hati. Dan akhirnya, semuanya berhasil sampai di ruangan kosong lantai 2 itu.
Setelah itu, Bu Risa kembali mengajak yang lainnya ke tangga ke 3. Tapi sayangnya, tangga itu telah hancur. Mereka tidak bisa ke lantai tiga.
"Hah, sayang sekali kita tidak bisa ke atas sana. Oke, kalau begitu, kalian tunggu di sini, ya?" Bu Risa berlari ke tangga ke dua itu lagi.
"Eh? Ibu sedang apa?" tanya Rei sambil berlari menghampiri Bu Risa.
BRAK! BRAK!
"Bu! Jangan!"
Ibu Risa telah merusak tangga menuju ke bawah itu. Hanya dengan menginjak tangga itu dengan keras saja sudah bisa merobohkan tangga kayu yang sudah lapuk itu. Semuanya tidak akan bisa turun jika tangga itu tidak ada. Apa maksudnya ini?!
"Ibu! Kenapa Ibu merusak tangga itu? Kita tidak akan bisa–"
ZRAAASSHH....
Darah menetes. Semuanya terkejut. Mereka semua ingin menghampiri Rei, tapi mereka tidak berani karena Bu Risa masih memegang pisau di tangannya itu. Mereka hanya bisa meneriakinya.
"Rei!"
Apa yang telah terjadi?!
To be Continued- Eps 19 >>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Suhaila Azhar
rei ni kasar di luar lembut di dalam
2021-10-13
2
Pindah Ke Wattpad
Jiwa Fujoshi saya meronta-ronta 🗿
2021-06-29
0
Nurhalimah Al Dwii Pratama
jgan" bu raisa yg bunuh chika...kasian mereka
2021-05-24
0