****
1 Jam kemudian....
Dennis sedang tertidur di dalam kamarnya. Sendirian di sana. Lalu tak lama kemudian....
"KAKAAAAAKKK!"
Dennis membuka matanya dengan cepat. Ia terkejut saat mendengar suara adiknya yang berteriak. Pada awalnya, Dennis tidak menduga kalau itu suara adiknya. Dia pun kembali membaringkan tubuhnya lagi.
"KAKAAAAAKKK! TOLONG AKU! KYAAA... TOLONG!"
Teriakan itu terdengar lagi. Dengan cepat, Dennis pun beranjak dari tempat tidurnya. Kali ini, ia tahu kalau itu benar-benar suara adiknya. Adel minta tolong? Dia kenapa?!
"Adel! Kamu kenapa?!" teriak Dennis.
"TOLOOONG!"
"Tenang, Del! Kakak datang!"
"Ada yang tidak beres di kamar sebelah!" Batin Dennis panik.
Dennis pun pergi meninggalkan kamarnya. Ia berlari ke arah kamar yang ada di sebelahnya. Saat di depan kamar itu, Dennis tidak mendengar suara apapun. Lalu perlahan, ia membuka pintu. Dennis sedikit mengintip ke dalamnya dan terkejut!
"A–apa itu? Tidak mungkin. Apa yang terjadi di sini?!"
Dennis benar-benar terkejut. Karena ia melihat ada tubuh adiknya yang tergantung di langit-langit kamar. Tubuhnya penuh dengan luka tusuk dan darah. Bola mata kirinya menghilang. Ia berusaha untuk berteriak lagi pada kakaknya, tapi tali yang ada di lehernya itu telah mengikatnya dengan kuat. Secara perlahan Adel pun kehilangan nafasnya.
"ADEEEEL!"
Dennis menghampiri adiknya. Tapi, langkahnya sempat terhenti saat ia melihat ada sosok anak berambut pendek yang bernama Yuni itu.
Yuni menggenggam sebuah pisau dapur dan terlihat di ujung mata pisaunya ada bola mata Adel yang sudah putus. Darah di mana-mana. Dennis mulai merasa tubuhnya bergetar. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.
Yuni tersenyum dengan keji ke arah Dennis. Seolah-olah, Yuni sangat menikmati kematian teman barunya yang sudah ia bunuh itu. Dennis mengerutkan keningnya.
"Apa, apa yang kau lakukan pada adikku?!" bentak Dennis.
Yuni melebarkan matanya. Ia menatap tajam pada Dennis dengan senyum kematiannya itu dan berkata, "Oh, jadi ini adikmu? Adikmu sudah mati! Sekarang giliran kakaknya. KAU JUGA HARUS MATI!!"
"Tidak, tidak!" Dennis melangkah mundur. "Anak itu gila. Aku harus kabur dari sini dan melaporkan kejadian ini ke guru-guru!"
"Hihihi... Mati kau!" Yuni menodongkan pisaunya sambil berjalan perlahan mendekati Dennis.
Dennis akan pergi dari tempat itu. Tapi, tiba-tiba saja ia tidak bisa menggerakkan kakinya. Lalu, tubuhnya pun terasa seperti ada yang menahannya dengan kuat. Ia tidak bisa ke mana-mana. Sedangkan Yuni sudah semakin dekat dengannya.
"Ada apa ini?" Dennis pun jadi semakin panik. "Kakiku tidak bisa digerakkan! Kakiku seperti ditahan oleh sesuatu! Bagaimana ini?!"
Yuni semakin mendekat. Dennis melihat tangan berdarah Yuni mulai mendekat dan akan mencengkram kepalanya. Tangan itu mencengkram kepala dan rambut Dennis. Dennis pun berteriak ketakutan.
Yuni mulai mendekatkan pisaunya pada mata Dennis. Ia terus bergumam "mati, mati, mati..." dengan nada yang menyeramkan.
JLEB! JLEB!
"AAAAAAAKH!"
Dennis terus berteriak kesakitan saat Yuni mulai menusuk seluruh tubuh dan kepalanya. Lalu, sebuah bola kecil berwarna putih terjatuh. Itu bola mata Dennis!
"Hihihi...."
****
"UWAAAA...!"
Dennis membuka matanya dengan cepat dan langsung bangun dari tempat tidurnya. Ternyata yang tadi itu hanya mimpi buruknya. Dennis benar-benar ketakutan saat ini. Tubuhnya berkeringat dingin dan gemetar. Ia mengusap-usap wajahnya dan berusaha untuk tenang.
"Aku masih hidup, kan? Hah, hah..., tadi itu apa? Mimpi buruk yang sangat mengerikan!"
"KYAAAAA...."
Dennis kembali dikejutkan dengan suara adiknya yang berteriak dari kamar di samping. Ia menganggap kalau teriakkan kali ini persis seperti di dalam mimpinya. Dengan cepat, Dennis pun langsung berlari ke kamar adiknya.
Tapi saat Dennis pergi, sepertinya Ponsel yang ada di atas kasurnya itu terjatuh. Dennis tidak sempat mengambilnya. Tapi, yang mengambil ponsel itu adalah tangan dengan kuku panjang yang muncul dari bawah tempat tidurnya.
BRAK!
Dennis mendobrak pintu itu. "Hayo! Apa yang terjadi di sini?!"
Adel terlihat baik-baik saja. Adel dan Yuni langsung berdiri saat Dennis muncul dan mengejutkan mereka. Adel melempar sesuatu ke atas tempat tidurnya. Itu ponselnya Adel yang ia lempar ke atas tempat tidurnya.
"Ah, kakak? Apa yang kakak lakukan?" tanya Adel.
"Aku hanya ingin memastikan kalau semuanya baik-baik saja! Dan kau anak kecil, jangan ganggu adikku!" Dennis melirik ke adiknya. "Adel, sayang..., apa kau baik-baik saja?"
"Iya, kak! Aku tidak apa-apa, kok! Kan ada Yuni yang sudah menemaniku bermain. Jadi kakak jangan khawatir lagi denganku." Adel mengibaskan kedua tangannya dan tersenyum. Sementara, Yuni hanya diam saja dengan wajah pucat dan datarnya itu.
Dennis menghembuskan nafas lega. Ia senang adiknya tidak apa-apa. "Ya sudah kalau kamu tidak apa-apa. Maaf telah mengganggu kalian. Sekarang kakak akan kembali ke kamar kakak, deh!"
"Tunggu. Jangan pergi dulu, kak." Ujar Yuni sebelum Dennis pergi meninggalkan pintu.
"Iya. Ayo ke sini! Ada perlu apa?" sahut Dennis.
Yuni berjalan mendekati Dennis. "Ada yang ingin aku beritahu pada kakak."
"Apa itu?"
"Kemarilah, akan aku bisikkan sesuatu karena aku tidak ingin adikmu mendengarnya."
Dennis mengangguk. Lalu, Dennis sedikit membungkuk dan Yuni mendekat pada Dennis. Yuni mulai membisikkan sesuatu pada Dennis. Itu sangat rahasia, tapi tak lama kemudian, bisikan itu telah membuat Dennis terkejut.
"A–apa? Tidak mungkin!" gumam Dennis.
Yuni kembali sedikit menjauh dan Dennis kembali berdiri. "Jadi, apa Kakak sudah mengerti?" tanya Yuni.
Dennis mengangguk kaku, tidak menjawab.
"Tapi tenanglah. Kakak jangan khawatir. Aku akan melindungi dia." Kata Yuni.
"Baiklah bocah! Eh, maksudku Yuki-"
"Namaku Yuni."
"Ah iya itu! Yuni, aku mohon jaga adikku baik-baik. Hanya kaulah yang dapat dipercaya!"
"Iya, kakak tenang saja."
"Oke, tapi kalau ada masalah pada adikku, langsung beritahu aku, yah?"
"Iya. Sekarang, aku ingin masuk lagi ke kamar! Dah...."
BRAK!
Dengan cepat, Yuni langsung masuk dan menutup pintunya. Dennis tersentak. "Lah, kok ditutup? Padahal ada satu hal lagi yang ingin aku bicarakan. Hah, nanti saja nanyanya...." ia bergumam pelan.
"Siapa kau?!"
Dennis terkejut. Tiba-tiba saja dari arah lain, ada yang telah membentaknya. Dennis pun langsung menengok ke sampingnya. Ia terkejut saat melihat ada seseorang di depan tangga pojok lorong di sana.
"Lah, kau siapa?" tanya Dennis balik.
Ternyata yang ada di dekat tangga itu adalah seorang laki-laki remaja yang merupakan kakak kelas tertua di asrama itu. Bukan murid tertua juga, sih. Laki-laki itu berjalan menghampiri Dennis.
"Kok nanya balik? Justru aku yang bertanya. Kau itu siapa? dan mau apa kau di sini? Apa kau penyusup?!"
"Tidak. Tidak! Aku bukan penyusup, kok!" Dennis menggeleng cepat. "Aku tidak ada niat apapun. Sungguh!"
"Lalu kalau bukan penyusup, kau ini siapa? Kenapa kau bisa ada di sini?!" tanya Laki-laki itu lagi.
"Ah, namaku Dennis. Aku murid pindahan di sini. A–aku baru di sini." Jawab Dennis ragu-ragu.
"Oh, jadi murid pindahan." Laki-laki itu membuang pandangannya dari Dennis dan berucap, "Selamat datang di Beautiful. D. High School. Namaku Reizal Alfathir. Aku ketua OSIS di sini. Panggil saja aku Kak Rei." Ia memperkenalkan dirinya tanpa menatap maupun melirik sedikit saja ke arah Dennis yang ada di depannya.
Dennis menggaruk kepalanya sambil tertawa-tawa kecil. "Oh, jadi kamu Rei! Salam kenal, ya... kakak OSIS, hehe..., sebentar, yah! A–aku masuk ke kamarku dulu. Entar kita lanjut lagi, oke?"
Dennis membuka pintunya. Ia hanya mengeluarkan kepalanya dan melambai pada Rei. "Dadah! Aku masuk dulu, yah. Maaf...."
BRAK!
"Eh! Itu, kan..." Rei sedikit bergumam.
****
"Huh, untung saja. Aku malu banget tadi. Bisa-bisanya ketemu sama kakak OSIS!" Dennis menghembuskan nafas lega. Lalu Dennis pun berjalan mendekati kasurnya. Ia mencari sesuatu. Ponsel yang ada di atas kasur itu menghilang. Dennis mencarinya.
Ia sedikit merunduk untuk memeriksa kolong tempat tidurnya. Di dalam sana gelap sekali. Tapi, Dennis bisa melihat ponsel miliknya ada di dalam sana. Akhirnya ia bisa menemukannya. Ia berusaha untuk meraih ponselnya itu.
Akhirnya, Dennis berhasil mendapatkannya. Saat ia mengeluarkan tangan dari dalam tempat tidurnya, tiba-tiba saja sesosok tangan penuh darah dan kuku panjang muncul dari bawah tempat tidur dan menggenggam tangan Dennis dengan cepat.
Karena terkejut, Dennis pun kembali menarik tangannya dengan cepat. Ia mulai merinding. "A–apa itu?! Aku serius! Tadi itu apa?"
Dennis memang merasa ketakutan. Tapi dia penasaran dengan apa yang barusan memegang tangannya itu.
Dengan berani, Dennis pun bertelungkup. Ia mengintip ke bawah tempat tidurnya. Dan ternyata di dalam sana tidak ada apa-apa. Hanya ada debu dan sarang laba-laba.
Dennis kembali berdiri. "Tadi, yang megang tanganku itu siapa? Aku yakin tadi ada yang muncul dari bawah tempat tidur." Gumam Dennis.
Lalu dari belakang muncul tangan seseorang yang akan meraih Dennis. Dennis tidak menyadari tangan itu. Dia terus saja bergumam.
Sampai akhirnya, datang sosok tangan lainnya di belakang Dennis. Tangan itu pun menggenggam bahunya. "Dennis!"
Dennis terkejut. Ia berteriak sambil menutup matanya. Lalu dengan cepat, ia pun berbalik badan sambil menyodorkan ponsel miliknya itu ke depan. "Uwaaa... Kumohon jangan ganggu aku! Ini ambilah ponselku kalau kau mau. Tapi tinggalkan aku sendiri!" panik Dennis.
"Eh, kau ini kenapa?"
Itu suara manusia. Hantu tidak mungkin bisa bicara. Eh, bisa sih, tapi tidak lembut seperti ini. Suara itu, sepertinya Dennis mengenalnya. Ia pun membuka matanya dan terkejut.
"Eeehhh?!"
To be Continued- Eps 3 >>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
lontong ayam
pasti mimpi
2022-12-15
0
Aulia Lia
lanjut.
2022-05-27
0
Minaa
seremmmmm huh
2021-10-19
0