"Eh? Siapa itu?"
Mereka melihat ada seorang anak kecil berambut pendek hitam berdiri di ujung pertigaan lorong di pojok sana.
Mizuki kembali berdiri lagi dan menunjuk ke arah anak itu. "Kamu... kamu bukannya anak yang bernama Yuni. Benar, kan?"
Ah! Ternyata anak kecil itu adalah Yuni. Saat ditanya Mizuki, Yuni hanya mengangguk.
Rei terkejut. Ia juga berdiri dari kursinya dan langsung berjalan menghampiri Yuni. Eh, tapi nyatanya, Yuni lah yang menghampiri Rei dengan cepat. Mereka saling berhadapan dan bertatap muka dengan tatapan mata tajam mereka.
"Apa yang diinginkan anak ini sekarang?" Batin Rei.
Yuni mulai membuka mulutnya. "Kumohon, kak! Tolong jangan bicarakan soal Chika di sini! Jangan bicarakan dia sekarang! Itu akan membuat Chika marah."
Rei tersentak. "Tunggu! Apa maksudmu dia akan marah? Tapi kan kami hanya–"
"Tetap saja tidak boleh." Suara Yuni dengan nada yang datar itu terdengar lebih keras.
Rei tersentak. Lalu ia pun mengangguk pelan dan paham. Kemudian, ia kembali bertanya, "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Ada yang ingin kuberitahu padamu! Ini penting."
"Apa itu? Langsung katakan di sini saja!"
"Pelaku yang sudah mencelakakan Kak Dennis itu sebenarnya bukan adiknya sendiri!"
Rei terkejut. "Hah? Kenapa kau menganggap kalau adiknya itu tidak bersalah? Aku sudah mendengar laporan dari saksinya yang melihat kejadian itu. Dan katanya kalau dia melihat adiknya Dennis ada di tempat kejadian itu. Dia juga adalah orang pertama yang melihatnya!" jelas Rei.
Yuni mengacungkan tangan kanannya. "Kalau begitu, biarkan aku yang menjadi saksi keduanya!" Yuni melirik ke arah semua orang yang ada di sana. "Sekarang, aku berani sumpah kalau saat malam itu, adiknya Dennis yang bernama Adelia, selalu bersamaku di kamar. Malam itu aku tidak melihat dia keluar kamar sama sekali. Dan kalau boleh jujur, saat malam itu aku belum tidur sampai jam sepuluh malam. Sedangkan, Adel sudah tertidur pulas di atas ranjangnya."
"Apa benar begitu?" Pikir Rei.
"Lalu bagaimana Adel bisa melakukan itu kepada kakaknya kalau dia sendiri sama sekali tidak keluar kamar dan bertemu dengan kakaknya. Lagipula Adel juga tidak mungkin berniat untuk melakukan itu. Jadi sekarang terbukti, kan? Kalau Adel tidak bersalah?" lanjut Yuni.
Rei tidak bisa memutuskan. Ia pun berpikir dulu. "Anak ini tidak mungkin berbohong. Tapi bagaimana dengan kebenaran yang dikatakan oleh saksi pertama itu?"
"Hah, aku belum terlalu yakin denganmu, Yuni! Jadi gini saja, ayo kita diskusikan masalah ini bersama di kelas 6-A. Nanti aku akan mengajak saksi pertama itu untuk menjelaskan semua yang dia lihat." Ajak Rei. "Kamu juga ikut, Yuni!"
Yuni mengangguk pelan.
"Kamu juga ikut, Zuki!" Rei menatap Mizuki.
"Iya, Rei!" Mizuki mengangguk cepat.
"Hehe..., aku boleh ikut gak?" tanya Akihiro senang.
"Gak usah ikut! kamu itu hanya menyusahkan saja! Lebih baik kamu di sini saja sendiri!" bentak Rei.
"Haaah?!" Akihiro merasa terkhianati. Tapi ternyata, Rei hanya bercanda. "Gak lah. Bercanda. Hiro juga masih aku butuhkan, kok!"
Akihiro kembali ceria. Ia senang sekali. Dan ia juga sudah mulai penasaran dengan tugas hebat apa yang akan diberikan Rei untuknya.
"Hiro, kau memang tidak aku ajak, sih. Tapi sekarang juga, aku ingin kau pergi ke UKS."
Wajah Akihiro kembali masam. "Untuk apa aku ke UKS? Aku kan tidak sakit!"
"Aku ingin kau menjaga Dennis di UKS selagi aku ingin meminjam adiknya sebentar." Terang Rei.
"O–oke, baiklah!"
"Hah, ini membosankan!" Keluh Akihiro dalam hati.
"Ayo Yuni! Kau panggil Adel dan segera ajak dia ke kelas 6-A." Pinta Rei pada Yuni. Yuni mengangguk. Lalu, Yuni dan Akihiro mulai melangkahkan kaki mereka bersama untuk berjalan pergi ke UKS.
Tapi sebelum itu, mendadak, Rei teringat sesuatu. "Oh iya! Soal itu. Aku harus segera memperingati Hiro!"
Rei berlari mendekati Akihiro, lalu membisikkan sesuatu padanya. "Hiro, jangan lupa. Berhati-hatilah pada Chisi!"
Akihiro terkejut. "Eh, Rei?! Apa maksudmu dengan Chisi? Apa kau mengirimiku ke UKS untuk menghadapi Chisi?!"
"Aku tidak menyuruhmu untuk melawan Chisi, kok! Tugasmu hanya menjaga Dennis saja."
Akihiro merasa lega. Tapi, ia masih sedikit takut. Bagaimana kalau dirinya dalam bahaya?
"Oh, iya. Satu lagi!" Rei kembali bicara. "Hiro, kau harus mengetahui ciri-ciri Chisi untuk melindungi diri. Apa kau tahu ciri-cirinya?"
Akihiro menggeleng. "Eh, ada ciri-cirinya? Bagaimana itu?"
"Ini berlaku untuk semuanya. Tolong dengarkan!" Semuanya pun mendekati Rei dan menyimak.
"Biar kuperjelas sedikit. Yang kita ketahui, wujud Chisi adalah manusia biasa yang dirasuki Chika dengan wujud yang sama seperti kita. Jadi, karena wujudnya sangat mirip dengan manusia, kita tidak bisa membedakan yang mana manusia asli dengan Chika! Ciri-cirinya adalah, kalian harus selalu fokus dan merasakan aura dan sikap yang terpendam pada Chisi. Chisi, biasanya lebih suka berdiam diri, suka tertawa sendiri dan tidak berkomunikasi dengan orang lain. Perhatikan fisiknya! Chisi, memilik kuku yang lebih panjang dan wajahnya pucat. Paling penting, perhatikan matanya! Chisi itu bermata lebih gelap dari manusia biasa. Terkadang, mereka suka dibilang tidak memiliki mata karena sangking gelapnya mata mereka seolah-olah mata mereka itu bolong. Jadi bagaimana? Apa kalian semua mengerti?" jelas Rei.
Semuanya mengangguk. Tapi, tetap saja, Akihiro harus waspada selalu terhadap makhluk-makhluk itu.
"Baguslah kalau begitu. Sekarang semuanya ayo pergi!"
"Ya!"
****
"Ah, jadi kakak lah yang akan menggantikan aku untuk menjaga kakakku?" tanya Adel senang.
"Iya. Tenang saja. Kakak akan menjaga kakakmu dengan baik! Kau tidak perlu khawatir. Dah, sekarang ikut Yuni untuk menyelesaikan masalah ini." Jawab Akihiro sambil mengelus-elus kepala Adel.
"Baiklah, kak! Mohon bantuannya, ya? Terima kasih!" Adel mengangguk cepat.
"Em, maaf mengganggu kalian berdua, tapi Adel, kita harus pergi! Kak Rei menunggu kita di bawah." Sela Yuni.
Adel pun menghampiri Yuni. Lalu ia melambai pada Akihiro, dan pergi keluar dari UKS. Yuni menutup pintu UKS itu. "Kami pergi. Berhati-hatilah, kakak."
BLAM!
"Iya, aku akan... berhati-hati,"
Setelah pintu tertutup, Akihiro pun berbalik badan, lalu berjalan ke balik tirai yang tertutup. Di balik tirai itu ada Dennis yang sedang terbaring lemah di atas ranjang. Dengan perban di kepala dan kakinya. Ia tertidur dengan tenang. Akihiro menggenggam tangan kanan Dennis sambil membuat permohonan.
Akihiro berharap kalau adik kelasnya itu bisa sembuh dan tidak ada gangguan yang buruk hari ini.
Lalu setelah itu, Akihiro duduk di bangku kecil yang tersedia di samping ranjang. Ia duduk di sana sambil memainkan ponselnya.
****
Saat di kelas 6-A–
"Apa semuanya sudah berkumpul di sini?" tanya Rei.
"Sudah, kak!" jawab Yuni.
"Hei! Kenapa aku dibawa ke tempat ini, hah?! Aku masih ada kelas Biologi, tau!" bentak seorang saksi yang Rei ajak. Ia bernama Lisa Anggraini.
"Jangan berisik! Sekarang kau duduk saja dulu di situ." Geram Rei.
Lisa terpaksa harus duduk. Ia duduk di samping bangku Yuni. Di sana juga ada Yuni. Lisa melirik sinis ke Yuni. Yuni pun juga melirik ke Lisa.
"Ini ngapain, sih?! Di sini harus ada anak kecil? Anak kecil bisa apa, coba!" Batin Lisa sambil melirik sinis ke arah Yuni yang ada di sampingnya.
Yuni pun menengok, menatap Lisa dengan pandangan datarnya itu. "Anak kecil bisa segala hal, kak! Justru anak kecil itu lebih hebat daripada orang dewasa. Kakak harus tahu itu!" ujar Yuni cepat.
Lisa tersentak kaget. Ia tidak percaya kalau anak kecil yang ada di sampingnya itu ternyata bisa membaca pikirannya.
"Baiklah! Karena sekarang semuanya sudah berkumpul, kita langsung saja mulai!" Rei melirik ke Adel. "Baiklah, kita mulai dari Adel dulu."
"Iya, kak? Ada apa?"
"Aku ingin bertanya satu hal padamu! Apakah kamu orang yang sudah mendorong kakakmu dari tangga?" tanya Rei.
Adel pun terkejut. Dia langsung menggeleng dan mengibaskan kedua tangannya. "Eh! Tidak, kok! Bukan aku. Bukan aku. Tidak mungkin Adel melakukan itu!"
BRAK!
Lisa memukul meja dan langsung berdiri dari bangkunya. "Jangan percaya! Tidak mungkin. Dia bohong! Jelas-jelas aku melihatmu kemarin di dekat tangga itu."
"Jadi, siapa yang benar, nih? Lisa? Apa kau benar?" tanya Rei.
"Benar Rei! Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Jelas sekali! Saat malam itu, aku melihat ada anak itu. Dia sedang berdiri di depan tangga. Lalu tak lama kemudian, ia berjalan ke bawah. Aku pun mengikutinya. Tapi saat di depan tangganya, aku tidak melihat anak itu. Dia menghilang entah ke mana. Lalu betapa terkejutnya aku karena di bawah tangga itu ada seseorang yang tergeletak di lantai dengan darah yang ada di mana-mana." Jelas Lisa.
Rei berpikir lagi. Akhirnya dia pun dapat memutuskan. "Baiklah kalau begitu. Sekarang kau boleh kembali ke kelas. Terima kasih untuk penjelasannya."
Lisa jadi geram. Dengan cepat ia berdiri dan marah-marah sendiri. "Ah elah! Ternyata cuma begitu doang! Harusnya aku tidak ke sini dari awal. Aaarrgghh! Aku ketinggalan mata pelajaran Biologi itu karena kalian semua!"
"Ya sudah sana. Pergi saja. Ribet amat!" gerutu Mizuki.
"Berisik!"
Lisa pun berjalan cepat menuju pintu keluar kelas. Ia menutup pintu itu dengan kasar, lalu pergi.
Rei tersenyum. Lalu, semua mata tertuju pada Rei kembali. "Heh, aku tahu pelakunya siapa! Yuni..., kau memikirkan apa yang aku pikirkan?"
Yuni juga tersenyum dan mengangguk. Mizuki dan Adel jadi penasaran. "Siapa pelakunya, Kak?" tanya Adel.
"Siapa, Rei?" tanya Mizuki.
"Siapa lagi kalau bukan dia...? Sini kuberitahu!
"Apa?! Jadi dia?"
"Iya!"
****
Lisa sedang berjalan di koridor sekolah untuk menuju ke kelasnya. Ia merasa kesal sekali saat ini. Lalu karena sangking kesalnya, ia pun berteriak, "Sebal!". Lalu menghembuskan nafas panjang dan berusaha untuk tenang.
"Huh, baiklah. Hari ini, Rei aku maafin, deh!" gumam Lisa. "Mudah-mudahan, kelas Biologiku belum habis dan–"
*WUSSHH....*
*DEG!*
Tiba-tiba saja Lisa tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Ia juga sulit berbicara. Tubuhnya mulai terjatuh dan dia pun tak sadarkan diri untuk beberapa detik.
Tak lama kemudian, tangannya bergerak sendiri. Ia mendongak dengan cepat dan menunjukkan wajahnya. Wajahnya seketika berubah menjadi sangat menyeramkan. Mata besar hitam itu, senyum lebar yang menyeramkan, kuku panjang, wajah pucat, dan ternyata... Lisa telah berubah menjadi, 'Chisi'!
Lisa kembali berdiri. Ia bergumam-gumam. "Bunuh! Bunuh! Bunuh! Hihihi... bunuh dia! Pergi ke UKS sekarang! Ayo bunuh dia! Hihihi...."
****
"Oh? Jadi pelakunya dia?" tanya Mizuki.
"Iya. Pelakunya adalah makhluk itu. Tidak ada manusia yang bersalah dalam kasus ini." Terang Rei.
Adel jadi bingung. "Sebenarnya, siapa makhluk-makhluk itu?"
Yuni menepuk pundak Adel. "Sudahlah! Nanti juga tahu sendiri!"
Adel tertawa. "Haha..., ah, iya iya!"
"Baiklah kalau begitu, ayo kita pergi! Kan ada seseorang yang harus kita jenguk di UKS." Ujar Mizuki sambil menepuk tangannya.
"Ah, iya benar!" Adel menarik tangan Yuni.
"Ayo, Ni! Kita lihat kakakku!"
"Ah, iya iya."
Adel dan Yuni sudah berlari duluan meninggalkan kelas 6-A. Mizuki berdiri dari kursinya, dan berteriak, "Anak-anak! Tunggu! Ayolah Rei cepat!"
"Eh, iya bentar! Tunggu dulu Mizuki."
Mizuki tersentak. Ia baru sadar kalau sebenarnya dari tadi, dirinya telah menggenggam tangan Rei. Wajah mereka memerah. Mizuki langsung melepaskan tangannya dan secepatnya pergi dari Rei. Ia benar-benar malu.
Di belakang, Rei tersenyum. "Sebenarnya tadi itu melanggar peraturan. Tapi, ya sudahlah, biarkan saja!"
****
Di UKS, Akihiro masih menjaga Dennis dengan baik. Belum terjadi apa-apa daritadi. Akihiro juga sedang memainkan ponselnya dengan asik untuk menghibur dirinya.
SING!
Tapi, di saat ketenangan itu, ada saja gangguannya. Tiba-tiba Akihiro mendengar suara besi bergesekan. Suara itu semakin mendekat. Lalu seketika, Akihiro jadi merinding saat mendengar suara itu. Perasaannya jadi tidak enak.
TOK! TOK! TOK!
Setelah suara itu, tiba-tiba saja, Akihiro dikejutkan dengan suara lainnya. Yaitu, suara ketukan pintu yang keras. Akihiro menutup ponselnya, lalu ia beranjak dari bangku dan berjalan menuju pintu.
"Iya, sebentar!"
Akihiro pun membukakan pintu. Ia bingung dengan seseorang yang ada di hadapannya saat ini.
"Anda ini siapa, ya?" tanya Akihiro.
Itu ternyata Lisa. Dengan cepat, dia kembali mendongak dan menunjukkan wajah menyeramkanya. Tidak hanya itu, Lisa juga mengangkat tangannya. Tangannya itu ternyata menggenggam sebuah benda tajam yang bernama Celurit dengan ukuran yang lumayan besar.
"Boleh kubunuh dia sekarang?" Lisa memiringkan kepalanya sambil tersenyum.
Merinding rasanya. "Tidak boleh! Maaf! Dia-nya sedang sibuk. Lain kali saja main bunuh-bunuhan nya!"
BRAK!
Akihiro mulai ketakutan. Lalu dengan cepat, ia langsung menutup pintu itu. Ia berdiri di depan pintu untuk menahan pintu itu. "Tidak mungkin! Itu Chisi?!" Panik Akihiro dalam hati.
BRAKT!
"UWAAAA!"
Akihiro terkejut. Tiba-tiba saja celurit itu menembus pintu yang sedang dihadang Akihiro itu. Karena takut terkena serangan celurit itu, Akihiro pun langsung menjauhi pintu itu.
"Itu benar Chisi! Kalau begini, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa melawannya!"
BRAK!
Lisa berhasil mendobrak pintu itu. Lalu dari sekujur tubuhnya mengeluarkan asap-asap hitam. Dan seketika dia berteriak dan tertawa. Mata dan mulutnya terbuka lebar. Keluar darah dari mata bolongnya itu. Terlihat sangat menyeramkan!
"AAAAAAAKH... BERIKAN DIA PADAKU! INGIN KUBUNUH! HIHIHI...."
To be Continued- Eps 6 >>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Aulia Lia
gua lagi duduk di kursi, jadi takut kalau tiba-tiba ada sesuatu di bawah kursi ku😭😭
2022-05-27
2
Minaa
penasarann
2021-10-24
0
lunaa
Baca ayat kursiii....bacaa doaa dongg msaa kek gtu lupaa anehhh....ustad² panggil ustadd oyyyy😠😭
2021-09-30
1