Walaupun ada kejadian yang tidak terduga, tapi misi pertamaku telah berhasil aku selesaikan dengan baik. Dan saat ini adalah saat-saat yang mendebarkan ketika aku akan dilatih oleh perempuan yang staminanya seperti orang gila.
*Bukit Belakang, Kyoto, 15:31*
Jam segini biasanya aku sedang tiduran di kamar ber-AC ku sambil membaca manga atau bermain komputer. Tapi saat ini, aku harus melawan orang yang selama hampir dua jam tidak dapat kusentuh dan tidak berkeringat sama sekali.
"Hah … hah … hah …."
Nafasku yang hampir habis menandakan bahwa latihan ini sangat berat. Saat ini, aku sedang dalam posisi berlutut akibat kelelahan. Wajahku yang ditutupi tanah dan debu serta pakaian ku yang seperti tidak pernah dicuci selama seminggu menandakan kerasnya latihan yang ia berikan kepadaku. Benar-benar perempuan gila.
"Cepat berdiri."
Dia masih berdiri setelah dua jam kita berlatih tanding? Stamina macam apa yang dimiliki oleh gadis kecil ini? Stamina, ya? Ternyata yang dikatakan oleh Murasaki-san tidak main-main. Staminanya benar-benar tidak bisa kuremehkan.
**
*Beberapa Hari yang Lalu*
Setelah menyelesaikan misi dan mengantarkan Haruka-chan ke panti asuhan bernama Himawari Orphanage tempat Herlin tinggal. Tanpa istirahat sedikit pun, kami berdua langsung pergi lagi ke Haiiro Cafe untuk memberi laporan perihal misi yang baru saja kami jalani.
Saat sampai ditempatnya, kami langsung masuk ke dalam ruangan Murasaki-san dan ia pun sudah menunggu hasil laporan kami sambil melihat-lihat kertas yang bertumpuk di satu sisi meja dan secangkir kopi di sisi meja lainnya.
"Selamat datang kembali, Iraya-kun, Herlin-chan. Bagaimana perasaan kalian setelah menjalankan misi bersama untuk pertama kalinya?"
"Tidak ada kesan khusus. Semuanya sama saja menurutku."
Setelah mendengar penjelasan dari Herlin yang terlihat biasa saja, Murasaki-san kemudian melihat kearahku.
"Bagaimana denganmu, Iraya-kun? Tentang Herlin-chan dan juga misi pertamamu ini?"
"Kalau ditanya soal misi, sih …. Kurasa ini awal yang baik untuk memulai perjalananku menembus 'dunia baru' ini. Tapi kalau soal dia …."
Aku sedikit melirik ke arah Herlin. Dia menyadari perilakuku dan membalas pandanganku dengan tatapan sinis.
"Apa?" ucapnya cepat.
"Hah …. Kira-kira begitulah jawabanku."
Aku menghela nafas pasrah. Hanya memandanginya sudah membuatku dimarahi olehnya. Bagaimana mungkin aku bisa akrab dengan orang satu ini.
"Kalau menurut Herlin-chan sendiri, bagaimana dengannya?"
Kalau kupikir-pikir lagi, ini adalah pertama kalinya aku dinilai dalam pandangannya. Aku sedikit penasaran dengan bagaimana cara dia melihatku. Entah itu baik ataupun buruk.
"Kalau menurutku, dia itu …."
"PAYAH."
Jleb…
"LEMAH."
Jleb… Jleb…
"TIDAK BISA DIANDALKAN, begitulah."
Jleb… Jleb… Jleb…
"Jangan 'begitulah' doang, oi!"
Sebuah panah imajiner seakan menusukku akibat pandangan yang ia berikan kepadaku. Apa aku ini sebegitu rendah dimatanya? Meskipun tidak sekuat dia, aku ini masih memiliki kemampuan dalam bertarung. Percayalah sedikit padaku, wahai orang-orang yang ada disini!
"Lagipula … memangnya kau melihatku bertarung?"
"Tidak."
"Lalu darimana semua penilaian itu berasal?!"
Orang ini benar-benar membuatku naik darah.
"Dari para Inuijin yang kau kalahkan waktu itu."
Eh? tunggu sebentar, dari para Inuijin itu? Memangnya dia bisa menilai ku dengan melihat bangkainya? Apa hal seperti itu memang bisa dilakukan? Aku berpikir sebentar untuk mencari jawabannya. Dan setelah berpikir, aku rasa itu adalah hal yang mustahil.
"Inuijin yang kau kalahkan waktu itu, untuk mengalahkan semuanya kau masih membutuhkan bantuan para warga, kan? Aku bisa melihatnya dari bangkai para Inuijin itu."
Ternyata beneran bisa! Perempuan ini menyeramkan!
Tapi dari apa yang dikatakan ada benarnya juga. Mungkin saja jika dia yang melawan para Inuijin itu dulu, dia bahkan tidak perlu menggerakkan tubuhnya. Selain itu, dia masih memiliki senjata rahasia. Mungkin itu adalah yang paling berbahaya dari dirinya.
"Oh iya … saat aku bertarung waktu itu, kau dengan santainya pergi dan bilang untuk menahan mereka, kan? Sebenarnya apa yang kau lakukan?"
Herlin melirik kearahku sedikit, namun ia langsung berbicara kepada Murasaki-san tanpa menjawab pertanyaanku.
"Ngomong-ngomong, Oita-san …."
"Jawab pertanyaanku, kek!"
"Apa kau tau ada The Unseen kuat yang berada disekitar situ?"
"Hmm … mungkin jika aku berada disana, aku bisa mengetahuinya. Apa kau bertarung melawannya, Herlin-chan?"
"Ya. Saat dia dan yang lainnya melawan para Inuijin itu, aku merasakan sesuatu yang sangat kuat di sekitar situ. Jadi aku langsung menghampirinya."
"Lalu kau melawannya dan menang?"
Herlin kemudian mengangguk.
"Sebelum ini aku juga pernah melawan seekor Inuijin yang nyasar ke rumahku. Tapi yang membedakannya dengan yang saat misi kemarin adalah para Inuijin itu memiliki kemampuan regenerasi. Apa ada hubungannya dengan yang kau lawan?"
"Nn … yang kulawan juga memiliki kemampuan regenerasi."
Ternyata benar! Aku tersenyum karena aku menyadari sesuatu yang penting. Bahkan mereka berdua yang sudah berpengalaman pun tidak menyadarinya. Hehehe …. Aku merasa bahwa aku adalah orang yang paling pintar di ruangan ini.
"Ada apa?" tanya Herlin.
"Kemampuan para Inuijin itu adalah meniru kemampuan makhluk kuat yang ada disekitarnya, misalnya regenerasi itu! Maka dari itu mereka adalah musuh yang kuat. Apa itu masuk akal?!"
Murasaki-san tersenyum mendengar penjelasanku.
"Kemungkinan besar begitu. Dan juga, aku pernah mendengar hal yang seperti itu dari jenis The Beast. Dengan begini misi pertama kalian dinyatakan berhasil dan kalian akan menerima bayaran secepatnya."
Aku menghela nafas lega. Lebih rumit dari yang aku bayangkan tapi aku bersyukur karena sudah berakhir. Meskipun ini hanya permulaan. Masih banyak hal-hal tak terduga yang tidak akan pernah kubayangkan sebelumnya. Ini membuatku jantungku berdebar-debar.
"Sekarang … karena ini sudah selesai apa kita bisa memulai pelatihannya?"
"Heh … siapa takut!"
"Kalau begitu kita akan memulai pelatihannya pada esok lusa, sebaiknya istirahatlah yang cukup karena latihannya akan sangat berat."
"Baiklah."
Ia kemudian keluar dari ruangan itu. Sebelum keluar, ia sempat menundukkan kepalanya sedikit untuk memberi hormat kepada Murasaki-san. Sepertinya aku juga akan pulang. Saat aku ingin pergi, tiba-tiba Murasaki-san menahanku.
"Iraya-kun, akan kuberitahu sesuatu soal Herlin-chan."
"Hn? Ada apa?"
Aku mendekat ke arah Murasaki-san. Sebenarnya aku juga ingin tau lebih dalam tentangnya, jadi mungkin ini adalah kesempatan yang bagus untuk itu. Cukup sulit untuk mengetahui sifat aslinya, apalagi dengan sikap dinginnya itu.
"Dia itu … meskipun dia dingin dan mulutnya tajam, sebenarnya dia adalah orang yang peduli kepada sesama. Walaupun dia sendiri tidak sadar kalau dia ternyata peduli terhadap orang lain. Jadi, kalau bisa perlakukan dia dengan baik dan tahan dirimu saat omongan tajamnya keluar, ya?" ucap Murasaki-san.
"Mm … Memang benar sih mulut tajamnya itu masalah bagiku. Tapi! Aku ini laki-laki! Aku tidak akan membiarkan seseorang menyakitinya," ucapku tegas.
Murasaki-san tersenyum dengan jawabanku. Sepertinya dia sudah mulai bisa mempercayaiku untuk lebih lama berpasangan dengan Herlin.
"Aku senang mendengarnya. Dan ada satu lagi yang ingin kuberitahu. Saat latihan dengannya, jangan pernah sekali-kali meremehkan staminanya. Jangan pernah. Karena kau akan menyesalinya."
**
*Sekarang*
Stamina, kah? Jadi ini kelebihan stamina yang Murasaki-san maksud. Aku yang tadi dalam posisi berlutut kemudian berubah ke dalam posisi duduk. Herlin yang melihatku menaikkan salah satu alisnya dan heran dengan sikapku saat ini.
"Apa yang kau lakukan? Apa kau menyerah?"
"Tidak … tapi aku penasaran dengan yang kau sebut The Unseen kuat itu. Apa kau bisa menceritakannya?"
Ya … ini juga kesempatanku untuk mendapat waktu istirahat, sih. Jadi seperti menembak dua burung dengan satu batu. Herlin kemudian melihat ke arah langit seperti sedang membayangkan pertarungannya saat itu.
"Walau aku menyebutnya kuat, tapi dia masih lebih lemah dibandingkan denganku."
Wah … dia benar-benar punya harga diri yang tinggi. Dia tidak mau terlihat lemah sama sekali.
"Tapi yang jelas … makhluk itu jauh lebih kuat dibandingkan dengan dirimu yang sekarang."
Dia meremehkan ku lagi. Tapi aku tidak bisa membantahnya. Ucapannya kali ini memang benar.
"Hei … bisakah kau berhenti untuk meremehkan ku? Apa hanya itu yang bisa kau lakukan?"
"Jika kau tidak ingin diremehkan olehku, cepat bangun dan kita selesaikan latihan hari ini."
Ia kemudian melihat kearahku dan sepertinya sudah siap untuk berlatih lagi. Aku kemudian berdiri dan membersihkan debu yang ada di bagian belakang celanaku. Dia benar. Jika aku bahkan tidak bisa menyentuhnya, maka tidak ada perkembangan yang terjadi pada diriku.
"Aku …."
Bzzztt… Bzzztt…
Tanpa kusadari, percikan listrik keluar dari dalam tubuhku dan mulai menyelimuti sekujur tubuhku. Setelah itu, aku kemudian melesat kearah Herlin. Pijakan yang aku pijak sebelumnya hancur dan meninggalkan percikan-percikan listrik kecil.
"… Jangan meremehkanku, sialan!"
**
*18.45*
Bahkan dengan kekuatan penuhku tadi, aku masih belum bisa menyentuhnya. Sebenarnya seberapa kuat orang ini? Karena kelelahan, saat ini aku sedang dalam posisi telentang menghadap kearah langit malam yang berbintang.
"Kenapa … ini bisa terjadi? Hah … hah …," gumamku.
"Baiklah, latihan hari ini selesai. Besok kita akan latihan ditempat dan jam yang sama."
Aku kemudian berdiri, meskipun dengan kepayahan lalu berjalan mengikuti Herlin untuk keluar dari bukit ini. Tapi tiba-tiba perasaan aneh menyerangku, kepalaku pusing dan seketika pandanganku kabur.
"Eh?"
Bruuk…
Aku ambruk ke tanah, sepertinya aku terlalu banyak mengeluarkan auraku dan membuat energiku terkuras habis. Pandanganku semakin kabur dan lama kelamaan dunia mulai menghitam. Aku pun akhirnya jatuh pingsan dan hal terakhir yang kulihat adalah kaki Herlin yang sedang berjalan menjauh.
**
"Hah?! apa yang terjadi?!"
"Kau pingsan setelah latihan tadi."
"Jam berapa sekarang?"
"Sekitar pukul delapan malam."
Hal terakhir yang aku ingat adalah aku pingsan saat itu. Dan juga ini sudah pukul delapan malam, berarti aku sudah pingsan sekitar satu jam. Aku melihat sekitar dan baru menyadari sesuatu.
Tunggu dulu! Ini sedikit tidak benar. Wajah Herlin berada tepat diatasku, bagian dada Hoodie-nya tidak terlalu menonjol sehingga aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Bantal pada kepalaku rasanya juga sangat lembut dan bersih, tidak salah lagi. Aku sedang tidur di pangkuan perempuan!
Apakah ini mimpi?! Tidak … aku sudah sadar dari pingsanku saat ini. Jadi ini adalah kenyataan. Kenyataan yang menyenangkan! Ahahaha ….
"Apa aku terlalu keras, ya?" gumam Herlin.
"Eh? Ada apa, Herlin?"
"Tidak, aku hanya merenungkan pola pelatihanku. Kau bisa sampai pingsan begini. Jadi aku berpikir, apakah pola pelatihanku terlalu keras untukmu?"
Aku melihat wajah Herlin. Tatapannya saat ini kosong karena sedang memikirkan sesuatu. Aku tidak menyangka, ternyata dia memiliki sisi lembut juga. Aku pun tersenyum dan kemudian menjawab keraguannya.
"Tidak apa-apa, kau sudah melakukan yang kau bisa. Lagipula ini adalah kali pertamamu melatih seseorang, kan? Jadi tidak apa-apa jika salah. Yang seharusnya kau lakukan adalah belajar dari kesalahan itu."
Ia tidak membalas kata-kataku. Tapi entah kenapa aku bisa melihat kalau tatapannya menjadi lebih lembut dari sebelumnya. Tapi dalam sekejap, tiba-tiba ia berbicara dengan sinis lagi.
"Dan juga … mau sampai kau akan berada disitu? Ini mulai pegal, kau tahu."
"Gekh …!"
Aku baru sadar kalau aku masih berada di 'bantal' paha milik Herlin. Tanpa pikir panjang akupun langsung bangun dari pangkuannya karena sepertinya sudah terlalu lama.
"Sekarang sudah bisa pulang, kan?"
Aku hanya bisa mengangguk kecil sambil menahan malu. Herlin kemudian berdiri dan membersihkan kaki bagian tulang keringnya yang kotor karena bersimpuh. Setelah itu, akhirnya kami berdua pulang ke rumah masing-masing.
**
Seminggu setelah latihan pertama itu, aku masuk sekolah seperti biasanya. Seminggu tidak masuk sekolah itu rasanya lama sekali, apalagi dengan semua kejadian yang kualami belakangan ini. Benar-benar terasa seperti tidak sekolah selama setahun—Ya, pengandaian tadi terlalu berlebihan, sih.
Kenapa aku boleh mengajukan absensi ke sekolah selama seminggu? Itu karena aku beralasan untuk merawat ibuku yang mengalami kecelakaan, jadi sekalian liburan juga. Hehe ….
Teng… Teng… Teng…
Bel masuk pelajaran pertama telah berbunyi dan aku langsung masuk menuju ke kelas. Saat aku memasuki pintu kelas, murid-murid yang lain sudah semuanya berkumpul di dalam kelas. Mereka menatapku yang baru masuk kelas setelah seminggu absen.
Tapi ada sesuatu yang menggangguku. Saat aku masuk ke dalam kelas, seluruh murid memandangiku dengan tatapan yang tidak wajar. Seperti jijik atau takut kepadaku. Tapi atau hanya perasaanku?
Aku menghampiri Kudou dan Hira yang sedang berbicara berdua. Saat aku berbicara kepadanya, mereka kemudian menghindar dan seperti tidak ingin bertatapan langsung denganku.
"Hei, Kudo—"
Ini bukan perasaanku lagi, aku benar-benar dikucilkan. Apa telah terjadi sesuatu? Sebenarnya apa yang terjadi saat aku tidak ada?
Tanpa kusadari, Hasuki yang sedang berbicara dengan teman-temannya melirik kearahku dan tiba-tiba mengeluarkan seringai kecil.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments