Acara main di Game Club ternyata benar-benar terjadi saat ini. Padahal tadi Hira sudah sangat yakin dan menolak mentah-mentah tawaran dari Kudou, tapi entah bagaimana caranya dan apa yang sudah dikatakan oleh Kudou sampai membuatnya mau ikut bersama kami. Bujukannya memang tidak tertandingi.
"Uwaah! Sudah lama sekali kita tidak ke sini!" ucap Kudou.
"Kalau tidak salah, terakhir saat kita masih SMP, kan?"
"Benar! Wah, saking lamanya sampai terasa seperti lima tahun yang lalu aku terakhir ke sini."
"Apa kau lupa kalau kita ini masih anak SMA?" ucapku datar.
Sebenarnya tidak ada yang salah kalau ingin bermain setelah pulang sekolah, tapi yang ku khawatirkan adalah sesuatu yang ada di sekitar sini. Jika kalian ingat tentang penyerangan monster di Pusat Kota Kyoto beberapa hari lalu, kita sedang berada di tempat itu sekarang. Dekat sekali.
Ketika aku melihat ke sekitar, para pejalan kaki yang lewat juga kebanyakan mempercepat langkah mereka untuk segera menjauh dari tempat ini.
Perilaku mereka dapat dimaklumi. Karena mereka berpikir tempat ini masih belum sepenuhnya aman — dan tentu saja, aku juga berpikir demikian! Tapi kami bertiga malah bermain-main di sini dengan santainya, kurang hebat apalagi coba kami ini.
Senyum miris dan sebutir keringat kekhawatiran muncul di dahiku. Aku masih tidak yakin kalau ini adalah keputusan yang tepat untuk datang ke sini. Ah, sial! Tadi mah aku mendukung Hira agar tidak main ke sini!
Hah ... tapi semua sudah terlanjur, aku hanya berharap kalau tidak ada hal yang terjadi di sini. Para pejalan kaki juga sudah lebih banyak dari beberapa hari lalu, yang tentu saja merupakan pertanda baik. Tidak perlu terlalu overthinking, Satou Iraya!
Setelah menenangkan diri, aku kemudian melihat ke arah Hira. Ia menjelaskan syarat yang harus dilakukan supaya dia mau bermain sekarang.
"Dengar baik-baik! Aku tidak akan lama di sini. Kalau kalian terlalu lama, maka aku akan meninggalkan kalian dan pulang sendiri. Kalian ini bukan anak SMP lagi, masa harus aku peringatkan terus," tegur Hira tegas.
Yah .... Dia memang teman tegas kami sejak masa SMP, sih. Seseorang yang selalu menegur kami ketika keasikan bermain sampai ke taraf lupa belajar, maka tidak heran jika ia jadi yang paling pintar di antara kami bertiga.
"Iya, iya, tenang saja. Kau terdengar seperti nenek-nenek yang mengomel ke cucunya, kau tahu?"
"Nenek—?! Oi! Aku tidak jadi main, nih!"
"Ehehehe ... bercanda, kok, bercanda. Oh iya, karena kita sudah ada di sini, apa kau punya saran permainan mana yang harus kita mainkan terlebih dahulu? Meski pun kita tetap akan memainkan semuanya, sih.”
"Sebenarnya kau mendengarkan ku atau tidak, sih?" tanya Hira.
"Baiklah! Ayo kita serang semua game yang ada di sini!"
Tentu saja Kudou tidak mendengarkan Hira. Jika dia sudah fokus pada hal yang dia senangi, ia akan lupa segalanya. Makanya Hira hanya bisa menggelengkan kepala pusing karena tidak tahu harus berbuat apa. Terlebih, Kudou berteriak sangat keras sehingga menarik perhatian semua orang yang lewat di sini.
"Suara mu terlalu keras, tahu," ucap Hira.
Aku hanya bisa menjauh darinya dan bersembunyi agar tidak dianggap teman Kudou oleh orang-orang di sini dan harus menanggung malu dari perbuatan Kudou. Tapi berkat Kudou—meski tak ada hubungannya—mengingatkan ku pada suatu yang penting.
"Oh iya, aku baru ingat kalau aku belum memberitahu Ibu kalau aku sedang bermain di Game Club."
Aku mengeluarkan ponsel dan mengirimkan pesan pendek kepadanya kalau aku sedang ada di sini. Karena jika pulang telat tanpa alasan lagi, bisa-bisa tuduhan tak berdasar seperti berkelahi dengan anak sekolah lain akan kembali aku terima.
'Aku pulang sedikit telat, sedang bermain di Game Club'. Begitu kira-kira pesan yang aku ketik dan kirim.
"Yosh! Sudah."
Setelah itu, kami pun menikmati waktu bermain kami di Game Club cukup lama. Sudah hampir satu tahun kami tidak ke tempat ini. Padahal saat masih SMP, saking seringnya kami ke sini, penjaga Game Club sampai mengenali wajah kami.
Tidak pernah ada kata bosan di dalam kamus kami jika sudah bermain di Game Club, meski sudah mencoba seluruh permainannya. Setelah memainkan semuanya, kami pun keluar dan tanpa sadar, langit di luar sudah mulai gelap.
"Nghn! Tadi itu menyenangkan sekali," ucap Kudou.
Semua meregangkan tubuhnya pegal, sementara aku hampir bisa membunyikan semua tulang yang ada di tubuhku. Sudah cukup lama kami tidak bermain di sini, jadi kami sedikit terbawa suasana.
"Tadi benar-benar terasa nostalgia, sudah lama aku tidak se-semangat tadi," seru Hira.
Kudou memberi senyum jahil pada Hira. "Heh~ Kau bisa bilang begitu sekarang padahal sebelumnya sangat menolak kami, itu berarti kau tidak menyesal telah ikut, kan?”
"Tapi tetap saja, aku masih mengkhawatirkan tentang ulangan besok. Apa kalian berdua akan baik-baik saja?"
"Ahahaha ... tidak usah terlalu mementingkan detail-detail kecil! Yang penting adalah hidup harus bersenang-senang! Bukankah begitu, Iraya?! Hn ... Iraya?"
Aku tidak terlalu mendengarkan percakapan Kudou dan Hira dari tadi. Entah kenapa perasaan ku sudah tidak enak sejak kami keluar dari Game Club. Seperti akan terjadi sesuatu yang buruk terjadi malam ini, tapi aku tidak tahu apa.
"Iraya, kau tidak apa-apa? Wajahmu pucat," tanya Kudou.
Tanpa sadar, aku telah melamun cukup lama. Dan wajahku pucat? Apa aku setakut itu? Tidak, yang ku khawatirkan adalah mereka berdua. Saat melihat monster mengerikan yang menyerang Pusat Kota Kyoto di TV saat itu, aku pesimis jika harus bertarung dengannya dan menyelamatkan Kudou dan Hira di saat bersamaan.
"Eh? Pucat? Tentu saja tidak! Apa-apaan kau ini, Kudou? Ehehe ... ngomong-ngomong, apa sudah tidak ada urusan lagi? Kalau begitu, ayo kita cepat pulang! Ayo, ayo!"
Aku mendorong dan memaksa mereka berjalan lebih cepat dari biasanya meninggalkan tempat ini segera.
“H-Hey, kau ini kenapa? Kenapa harus buru-buru? Aku bisa jalan sendiri, oi!”
***
Sementara di bagian rooftop gedung, sekumpulan makhluk aneh sedang melihat ke jalanan di bawah. Mereka tidak hanya berada di satu gedung rooftop saja, tapi di beberapa gedung lainnya juga.
Tubuh mereka yang tidak terlalu tinggi--berukuran setengah tinggi rata-rata orang dewasa atau sekitar 100 cm. Wajahnya yang lebar dan hidung pesek memiliki bentuk humanoid serta kulit berwarna kuning pucat. Selain itu, masing-masing dari mereka juga membawa sebuah botol penuh dengan serbuk di tangan mereka.
Mereka kemudian membuka botol dan menebarkannya ke bawah. Isi botol-botol tadi adalah serbuk-serbuk yang mudah menyebar. Serbuk yang begitu ringan dan mudah terbawa angin akhirnya menyebar di area jalanan di bawahnya sehingga semua orang yang ada di sekitarnya tanpa sadar menghirup serbuk-serbuk tadi.
***
Aku benci ketika firasat buruk menjadi kenyataan. Contohnya adalah seperti saat ini, ada sesuatu yang terbang terbawa angin. Sesuatu seperti serbuk yang masuk dan menyatu di keramaian. Lalu asalnya juga berasal dari atas gedung.
"Dari atas?!"
Serbuk itu terhirup ke hidung orang-orang yang ada di jalanan secara tidak sengaja. Anehnya, hanya aku yang menyadari kejadian ini. Semua orang seolah tidak sadar dengan apa yang terjadi sebenarnya.
"Kudou! Hira! Tutup hidung kalian! Ada sesuatu yang aneh ditaburkan dari atas!" Aku memperingatkan mereka berdua.
"Aneh? Ahaha ... kau ini memang suka bercanda, ya? Mana ada—"
"K-Kepalaku pusing ...."
Mereka berdua tiba-tiba ambruk ke tanah, seolah membenarkan firasatku yang memperingatkan kalau serbuk-serbuk tadi adalah sesuatu yang berbahaya.
"Kudou! Hira!"
Aku menghampiri mereka berdua dan memeriksa keadaan mereka. Keduanya masih bernapas. Pertama-tama, itu adalah hal yang patut aku syukuri. Entah bagaimana reaksi serbuk aneh itu pada tubuh manusia yang bisa jadi lebih berbahaya, beruntung kalau itu hanya menyebabkan pingsan.
Saat sedang fokus pada Kudou dan Hira, aku mendengar suara orang-orang jatuh di belakang. Dan saat aku menengok, mataku melebar karena keadaannya jauh lebih buruk dari yang aku perkirakan.
"Semuanya ... jatuh pingsan?"
Benar. Ternyata bukan hanya Kudou dan Hira saja yang tidak jatuh pingsan, semua orang yang berada di sekitar sini—yang kemungkinan besar menghirup serbuk yang sama seperti Kudou dan Hira—juga ikut tidak sadarkan diri.
Satu persatu semua orang di sini ambruk dan dengan cepat akhirnya semua orang jatuh ke jalan. Suasananya jadi lebih sunyi dari malam-malam biasanya di Pusat Kota Kyoto. Tapi di antara mereka, ada seseorang yang sama sekali tidak terpengaruh. Bahkan tidak merasa efek serbuk itu sedikit pun.
Tepat sekali. Orang itu adalah diriku.
Benar-benar sulit untuk dimengerti. Padahal aku berada di tengah-tengah serbuk yang membuat semua orang pingsan, tapi aku tidak merasakan perubahan berarti pada tubuhku. Semuanya masih normal.
“Sial! Apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini?!”
"Satou Iraya ...."
"Huh?!"
Seseorang tiba-tiba memanggil namaku. Aku menengok ke sekitar mencoba mencari sumber suara itu. Padahal seharusnya yang ada di sini adalah orang-orang yang tergeletak tak sadarkan diri. Dan dugaanku benar, tidak ada seorang pun yang sadar. Lalu siapa ...?
"Kita pernah bertemu sebelumnya, seharusnya kau sudah kenal dengan suara ini, kan?"
Ia berbicara lagi. Suara itu terus menggema dalam jarak yang secara aneh, sangat dekat. Seolah berada di dalam kepalaku. Aku mencoba mengingat lagi karena seingatku tidak pernah mendengar suara wanita seperti ini.
Tunggu.
Mungkin aku pernah.
Memang agak sulit diingat, tapi aku tidak akan pernah lupa soal suara wanita yang lembut tapi juga mengintimidasi ini. Suara wanita yang aku dengar di dalam mimpi dan juga yang ku selamatkan tempo hari.
“Suara ini, apa mungkin itu ... kau?”
"Cukup lama bagimu untuk menyadarinya, Satou Iraya. Tapi kau benar, aku kini ada di dalam kepalamu. Dulu aku pernah bilang, kan? Kehidupan membosankan itu akan segera berakhir dan ini adalah awal dari segalanya."
"Awal? Oi! Tunggu sebentar! Apa yang sebenarnya kau lakukan kepadaku?!"
Dan wanita itu tidak berbicara lagi. Sial! Sebenarnya apa yang akan terjadi padaku? Apa yang dia maksud ‘awal dari segalanya’? Argh! Memikirkannya membuat kepalaku pusing.
"Kiik! Kiik! Kiik!"
“Huh?”
Ketika masih dalam kebingungan, peristiwa aneh lainnya kembali terjadi tanpa henti. Kali ini gerombolan makhluk yang aku sendiri tidak tahu jenisnya turun dari langit bagaikan rintik hujan.
"M-Makhluk apa itu?"
Mereka bukan binatang buas. Aku yakin sekali. Karena tubuh mereka mirip seperti manusia kerdil dengan kulit kuning dan wajah yang jelek — mungkin aku bisa mendeskripsikannya sebagai goblin berkulit kuning.
Aku mundur selangkah. Jumlahnya jauh melebihi dari orang-orang yang pingsan di sini. Lalu dengan wajah puas dan cekikikan, mereka mulai menggotong orang-orang yang pingsan tersebut bersama-sama.
Tubuhku tidak bisa bergerak. Aku takut pada apa yang terjadi pada diriku jika mengganggu ‘aktivitas’ mereka, terlebih jumlah mereka sangat banyak. Anehnya-- atau mungkin beruntungnya, mereka tidak tertarik padaku.
"Kiik?"
Tapi ketakutan ku perlahan sirna, ketika beberapa dari mereka mulai mendekati Kudou dan Hira. Aku memang penakut dan tidak bisa menolong mereka semua, tapi jika mereka sudah menyentuh temanku, aku akan melawan balik!
“Jangan sentuh temanku!”
Dengan ragu, aku pun melancarkan tendangan yang telak mengenai dan membuat mereka terpental. Eh? Mereka tidak sekuat yang ku duga. Tubuhnya juga cukup ringan, sepertinya aku bisa melindungi Kudou dan Hira!
"Kiiik? Kiiik!"
“O-Oh ... ini tidak bagus.”
Kini aku menarik perhatian mereka. Tentu saja setelah menendang dan mengganggu pekerjaan mereka, aku akan di cap sebagai ancaman.
Tapi serangan yang mereka berikan terlihat seperti main-main. Dengan botol-botol kosong yang mereka bawa — sepertinya dari sana lah serbuknya berasal, mereka melemparkan botol kosong itu ke arah ku. Bahkan mereka tidak mendekat, juga lemparannya lemah dan lambat sehingga masih bisa dihindari dengan mudah.
I-Ini kesempatan!
Kemampuan bertarung mereka lebih lemah dari dugaanku, dan yang jadi masalah di sini hanyalah jumlah mereka yang mencapai ratusan. Tapi aku rasa sudah tidak ada jalan lain lagi, mau kabur pun percuma.
Semua goblin kuning ini menghentikan pekerjaan mereka dan mengepung ku dari berbagai arah. Bagi mereka, aku adalah ancaman yang harus dibereskan terlebih dahulu dan membuat ku tersenyum pahit.
“Haha ... ‘hari yang buruk’ itu juga ada batasnya kali,” gumamku miris.
Tapi meski mengeluh, aku tetap memasang kuda-kuda. Demi kedua temanku yang sedang tidak bisa apa-apa saat ini, aku yang harus berdiri melindungi mereka. Lalu setelah itu, mereka mulai menyerang secara bersamaan.
...
..
.
"Sial."
Kata-kata itu terselip dari mulutku. Sudah hampir dua puluh menit berlalu dan lumayan banyak yang aku kalahkan. Tapi semua itu seakan percuma, jika dilihat dari sudut pandang ku, bahkan berkurang saja tidak. Mereka masih terus mengerubungi bagai semut yang melihat permen loli.
"Hah ... hah .... B-Bagaimana ini?"
"Kiik. Kiik. Kiik."
Sejauh ini Kudou dan Hira masih aman di belakangku. Tapi aku tidak tahu sampai kapan bisa melindungi mereka. Napas ku sudah berat dan tubuhku juga semakin kelelahan. Serangan mereka memang cukup lemah, tapi jika terkena terus menerus tentu akan terasa juga.
Sesuatu. Aku butuh sesuatu. Sesuatu yang bisa membuatku melampaui mereka semua. Siapa pun! Jika memang ditakdirkan untuk lolos dari hal mustahil ini, tolong berikan aku sesuatu untuk mengalahkan mereka semua. Aku mohon!
Bzztt...
"Eh?"
Tiba-tiba perasaan aneh terjadi di dalam tubuhku. Rasanya seperti seluruh tubuh menjadi lebih ringan dan bertenaga, rasa lelah yang dari tadi terasa juga tiba-tiba hilang seperti sebelum melakukan pertarungan panjang ini.
Efek serbuk yang mereka lemparkan tadi? Tidak. Bukankah seharusnya itu membuat kepalaku pusing dan pingsan — seperti orang-orang di sini dan yang Hira katakan sebelum pingsan. Ini malah kebalikan dari efek serbuk tadi.
Yang aku rasakan dalam diriku saat ini adalah sensasi terbakar dan setruman di tubuhku. Dan ketika melihat ke arah lenganku, luka dan lecet yang sebelumnya memenuhi tangan dan lengan juga sudah benar-benar bersih sekarang.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Kiik?! Kiik! Kiik!"
Goblin kuning mulai menyerang lagi. Aku masih belum terlalu mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi sekarang kepercayaan diri tumbuh subur di dalam diriku dan merasa mampu mengalahkan mereka.
"Kalau begitu, mari kita coba! Rasakan ini!"
"KiiiaaAAkkhHh !!!"
Wow. Apa-apaan itu barusan?! Aku menendang para goblin kuning secara diagonal dari atas kanan ke bawah kiri. Lalu sekitar sepuluh monster terpental secara bersamaan seakan terkena tembakan meriam. Terkejut? Aku? Tentu saja! Mulutku tidak bisa berhenti menutup dari tadi karena saking terkejutnya.
Kembali ke kesadaranku, dan kemudian tersenyum. Aku memang harus masih menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhku, tapi untuk sekarang ... Mari kita hajar para monster-monster jelek ini!
"Yosha! Aku tidak mengerti apa yang terjadi tapi maju sini kalian semua!"
"Tunggu."
"Eh?"
Tapi ketika sedang berada pada puncak semangat, tiba-tiba seseorang memanggil ku dari belakang. Suaranya bukan berasal dari wanita aneh itu karena suaranya kini lebih ringan, dingin, tapi lembut.
Lalu ketika menengok, seorang gadis dengan rambut pirang memakai hoodie hitam dan rok pendek hijau muncul di sana. Seseorang yang sama sekali tidak terbayangkan akan bertemu di tempat seperti ini.
Anak kecil? Tidak, seumuran denganku? Apa dia salah satu pejalan kaki yang sudah bangun? Kalau begitu, dia harus cepat pergi dari sini. Aku takut tidak bisa melindunginya saat bertarung nanti.
"Siapa kau?" ia bertanya.
"Eh? Siapa aku?"
Dan dia malah bertanya padaku. Bukankah itu tidak penting untuk saat ini?
Tapi aku terlambat. Mataku melebar ketika seekor goblin kuning melompat ke arah nya bersiap untuk menyerang gadis itu dari belakang. Jarak ku cukup jauh sehingga aku tidak sempat untuk melindunginya.
"Awas!" Dan hanya berteriak yang aku lakukan.
Sryiing... Sryiing... Sryiing... Craasshh...
“??!!”
Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi mataku masih melebar — kali ini karena terkejut. Goblin kuning tiba-tiba terpotong menjadi beberapa bagian kecil tanpa sebab yang jelas. Gadis itu juga hanya melirik sedikit ke arahnya dan kembali fokus padaku.
Dan gadis itu tidak terkejut sama sekali dengan kejadian itu. Angin malam bertiup dalam hening, mengibarkan rambut pirang panjangnya lembut. Bisa terlihat juga darah monster menempel pada pipi dan rambutnya.
“Aku ulangi, siapa kau sebenarnya?”
Ia kembali bertanya. Tatapan mata yang lebih dingin dari es dan lebih tajam dari pisau, seakan memberitahu kalau aku harus waspada pada gadis ini.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Nurul
goblin kah soalnya pendek?
mungkin soalnya gatau juga?
2022-04-23
1
Evi Riyanti
xj h bn h😁😁
2020-08-28
0
Sept September
Hi kak salken dariku 🤗
2020-07-26
0