Tiik… Tiik… Syuurr…
Rintik-rintik hujan mulai turun membasahi Kyoto sore ini. Terlihat orang-orang yang sedang berjalan di badan jalan—terutama orang-orang yang tidak membawa payung, berlari kecil agar tidak terkena air hujan. Begitu juga di tempat ini, anak-anak yang sedang bermain masuk ke dalam rumahnya masing-masing.
"Anak-anak! Cepat masuk! Hujan mulai turun!" teriak seorang wanita muda berambut ungu dengan gaya kuncir kuda.
Setelah diperingatkan, anak-anak itu kemudian masuk ke sebuah bangunan yang cukup besar. Sebuah bangunan yang memiliki gambar lucu di dinding depannya. Sebuah tempat ceria yang cocok untuk anak-anak. "Himawari Orphanage" begitulah tulisan di depannya.
Sekitar lima orang anak berusia antara 5 sampai 12 tahun berdiri di dalam pintu masuk panti asuhan tersebut. Mereka sedang mengeringkan rambut mereka dengan handuk karena terkena air hujan. Seorang dari mereka yang berumur paling kecil dibantu di keringkan rambutnya oleh wanita dewasa tadi.
"Terima kasih, bibi," ucapnya.
Wanita itu membalas ucapan terima kasihnya dengan sebuah senyuman ramah nan lembut.
"Langsung mandi, ya? Jika tidak, kau akan demam," ucap wanita itu.
"Uuhh … aku tidak mau demam!"
"Kami juga!"
Rengekan anak kecil tadi tiba-tiba diikuti oleh anak-anak lain yang semuanya telah selesai mengeringkan rambutnya.
"Kalau begitu cepat mandi! Nanti monster demam akan menyerangmu, loh."
Anak itu pun kemudian mengangguk dan langsung berlari, ia diikuti oleh anak yang lainnya yang dengan riangnya berlari ke kamar mandi. Wanita itu hanya tersenyum melihat kelakuan anak-anak yang lucu itu.
Ceklek…
Tiba-tiba suara gagang pintu yang terbuka menarik perhatian wanita itu, ia melihat seseorang masuk ke dalam dengan keadaan basah kuyup.
"Aku pulang," ucapnya.
"Ara … Herlin-chan! Kau kehujanan! Sini biar kukeringkan kepalamu," ucapnya.
Wanita itu sudah bersiap dengan handuk di tangannya—yang ia pakai sebelumnya kepada anak kecil tadi, untuk mengeringkan kepala Herlin.
"Aku tidak apa-apa. Terima kasih, Yuuki-san."
Ia terlihat tidak peduli dengan dirinya yang sudah basah kuyup akibat hujan deras di luar. Tapi meski begitu, ia tetap mengambil handuk yang sebelumnya Yuuki-san pegang dan kemudian menaruhnya di kepalanya sebelum akhirnya ia masuk ke dalam.
**
*Malam Hari*
Hujan sudah berhenti sejak tadi dan hanya menyisakan genangan-genangan air besar di halaman gedung. Sementara anak-anak panti yang telah selesai mandi dan sudah rapi, beberapa diantara mereka ada yang berlarian di lorong—meski ada juga yang duduk tenang di meja makan menunggu makanan datang.
Sementara itu di dapur, Yuuki-san sedang memanaskan makanan mereka malam ini, yakni bubur. Setelah matang dan dirasa sudah siap untuk disajikan, ia kemudian memindahkan bubur itu ke meja dan membaginya menjadi delapan mangkuk kecil yang telah ia siapkan. Lalu kemudian pergi ke ruang makan sambil membawa bubur tadi.
"Tunggu aku!"
"Kejar aku kalau bisa!"
Seorang anak kecil perempuan berlari melewati Yuuki-san yang sedang memegang nampan penuh dengan mangkuk bubur. Ia sedang mengejar anak laki-laki yang lebih besar darinya sekitar kira-kira tiga tahunan.
"Jangan berlarian di lorong!" ucap Yuuki-san.
Setelah sampai di ruang makan, anak-anak terlihat sudah dalam keadaan siap dan telah duduk di kursinya masing-masing menunggu makanan disajikan. Yuuki-san kemudian menaruh sekitar tujuh mangkuk bubur keatas meja.
"Kurang satu? Ah…!"
"Selamat makan!" Teriak semua anak yang ada di dalam ruang makan dan langsung menyantap bubur itu dengan lahap.
Sementara Yuuki-san pergi dari ruang makan itu menuju ke sebuah kamar sambil membawa satu nampan yang diatasnya terdapat semangkuk bubur.
'Ririsaka Herlin' tulisan yang ada di depan pintu kamar itu. Yuuki-san kemudian mengetuk pintu untuk memeriksa apakah ada orang di dalamnya.
Tok…Tok…
"Silahkan masuk."
Yuuki-san kemudian membuka pintu dengan hati-hati, satu tangan ia gunakan untuk memegang nampan sementara satunya lagi untuk memegang gagang pintu.
Saat Yuuki-san masuk ke dalam, terlihat seorang gadis yang sedang duduk di tempat tidurnya sambil memandangi langit malam yang dapat ia lihat melalui jendela kaca. Gadis itu memakai sebuah kaos putih polos dan celana tidur panjang.
"Herlin-chan, makananmu ku taruh di meja, ya?"
Yuuki-san kemudian menaruh mangkuk bubur itu di atas meja yang berada tepat di samping tempat tidurnya.
"Terima kasih, Yuuki-san," ucap Herlin tanpa melihat ke arahnya.
Yuuki-san diam sebentar memperhatikan perilaku Herlin dan kemudian ia mulai membuka percakapan.
"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan anak baru itu?"
Yuuki-san memulai pembicaraan dengan menanyakan orang yg baru saja bergabung dengan organisasi Black Rain ini. Ia seperti tahu dengan apa yang sedang dipikirkan oleh Herlin. Herlin yang menyadari pertanyaan Yuuki-san kemudian menengok kearahnya.
"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"
"Aku tidak pernah melihatmu melewatkan makan malam sebelumnya. Jadi aku tahu pasti ada sesuatu yang telah terjadi," ucapnya sambil tersenyum.
"Itu memalukan, Yuuki-san." ucap Herlin datar.
Yuuki-san hanya tersenyum mendengar jawaban darinya. Setelah terdapat jeda hening diantara percakapan mereka, Herlin kembali melihat ke arah luar jendela dan kemudian berbicara.
"Aku pikir, sepertinya dia adalah orang yang keras kepala."
"Keras kepala? Jangan bilang—" ucapannya terpotong oleh jawaban Herlin.
"Ya, aku menerimanya. Entah apa yang ada di pikiranku saat itu. Dan besok kami akan bertemu di Cafe milik Oita-san."
"Besok? Apakah itu untuk mengenal lebih dalam satu sama lain?" tanya Yuuki-san.
"Kurasa seperti itu. Karena sesuatu seperti 'mengenal lebih dalam satu sama lain' itu pasti berguna untuk kami kedepannya," ucap Herlin.
Yuuki-san kembali tersenyum dengan jawaban datar yang diberikan oleh Herlin. Ia kemudian menghampiri Herlin. Herlin menyadari kalau Yuuki-san menghampirinya, ia lalu menengok ke arah Yuuki-san.
"Yuuki-san?"
Yuuki-san kemudian mencium pipi kanan Herlin.
"Kau sudah berkembang, ya? Berjuanglah."
Setelah mencium pipinya, Yuuki-san kemudian berjalan keluar dari kamar Herlin.
"Selamat malam Herlin-chan, pastikan untuk makan buburnya sampai habis ya."
Saat Yuuki-san keluar dari ruangan, Herlin hanya melihatnya keluar sambil memegang pipi kanannya. Setelah itu, dia berjalan menuju meja untuk memakan bubur yang diberikan Yuuki-san.
"Selamat makan."
Setelah makannya habis, dia langsung menuju ke tempat tidur untuk segera tidur. Saat berbaring, Herlin melihat kearah langit-langit kamarnya dan sempat berpikir sesuatu tentang apa yang Yuuki-san ucapkan sebelumnya.
"Berjuang, ya?"
**
*Malam Hari di Rumah Sakit*
Sudah dua hari aku menemani ibuku di ruang perawatan rumah sakit, dan selama seminggu ke depan pula aku tidak akan masuk sekolah. Aku sudah mengajukan absensi ke sekolah, jadi sepertinya tidak akan ada masalah yang terjadi.
"Oi Cecilia, kau ada disana?" panggilku.
"Aku selalu ada disini, ada apa?"
"Menurutmu bagaimana orang yang bernama Ririsaka itu?"
Aku tidak tahu apakah aku bisa percaya dengannya atau tidak. Karena menurutku, aku harus berhati-hati dengan seseorang seperti dirinya.
"Entahlah, aku belum bisa menilainya saat ini. Tapi dia bilang 'semoga kita bisa akrab', 'kan? Kupikir untuk saat ini adalah keputusan yang bijak untuk menjadikan dia sebagai sekutu, mengingat senjata yang dia punya," jawabnya.
Senjata yang dia punya, ya. Kalau dipikir-pikir, senjata seperti itu benar-benar menyeramkan. Senjata tak terlihat yang bisa tiba-tiba membelahmu menjadi dua.
"Tapi itu aneh … bagaimana bisa dia menyerangnya dalam bentuk tak terlihat? Apa memang ada sesuatu yang seperti itu?" gumam Cecilia.
Benar juga … bukankah Cecilia pernah bilang kalau 'mereka' hanya bisa menyerang dalam bentuk terlihat. Atau jangan-jangan Cecilia salah.
"Jangan menyalahkanku, bodoh!" Tiba-tiba Cecilia berteriak di dalam kepalaku.
"Aku tidak menyalahkanmu, bisa saja itu jenis baru, kan? Dan juga berhenti berteriak di kepalaku, itu menyebalkan tau."
"Semoga saja begitu. Oh iya, besok kau ada urusan kan? Sebaiknya kau istirahat sekarang. Tubuh lemahmu itu sepertinya sudah mencapai batasnya."
"Apa kau mengajakku berkelahi malam-malam seperti ini?" tanyaku.
Aku masih tidak tahu apa tujuannya masuk ke dalam tubuhku, tapi ucapannya benar-benar menyebalkan. Dia seperti nenek-nenek tua yang suka mengomel.
"Kalau begitu aku akan tidur sekarang. Jangan menggangguku malam ini ya?"
"Iya, iya, sudah sana cepat tidur."
**
*Keesokan Harinya*
Aku sudah bersiap-siap untuk pergi sebentar dari rumah sakit. Sebelum pergi, aku sempat berpamitan dengan ibuku.
"Aku pergi dulu, Bu."
Aku kemudian berjalan menuju Cafe tempat dimana kami berdua akan bertemu. Setelah beberapa saat naik bis dan berjalan kaki, akhirnya aku sampai di depan cafe.
Aku sudah beberapa kali mengunjungi Cafe ini. Tapi setiap kali kunjunganku kesini, rasanya tidak ada satupun hal yang normal terjadi padaku disini.
Sekarang sepertinya masih terlalu pagi untuk cafe buka, 'kan? Tapi dia menyuruhku untuk datang kesini pada pagi hari. Apa dia sengaja membiarkanku menunggu? Cafe nya sendiri juga baru dibuka.
Saat aku sedang berpikir di depan cafe tiba-tiba ada seseorang yang memanggilku dari belakang.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
Suara itu … aku menengok ke belakang dan yang kulihat adalah seorang gadis dengan rambut pirang dan Hoodie hitamnya—Ririsaka-san.
"Ririsaka-san?" tanyaku.
"Apa yang kau lakukan di depan sini? Cepat masuk,"
Setelah berbicara seperti itu, ia langsung berjalan mendahuluiku. Tapi sebelum dia memasuki pintu, dia menengok ke arahku dan mengatakan sesuatu hal.
"Dan juga, jangan panggil aku dengan sebutan itu."
Aku tidak terlalu mengerti dengan apa yang barusan ia katakan, tapi aku langsung mengikutinya untuk masuk ke dalam Cafe tersebut. Di dalamnya kami sudah disambut oleh wanita yang bekerja di Cafe ini dan selalu menyambut setiap tamu yang datang.
"Selamat datang, Herlin-chan. Silahkan duduk disana."
Dia menunjuk ke arah dua tempat duduk yang berada di dekat jendela. Kami berdua langsung menuju kesana dan duduk disana. Ia juga menyediakan air kepada kami. Setelah itu, ia kemudian pergi dan kembali bekerja.
"Dia adalah Aiza Yuuki-san." ucapnya memulai pembicaraan sambil melihat kearah Aiza-san.
"Wanita yang ramah, bukan?"
"Ya begitulah," ucapku.
Entah kenapa kata-kata 'tidak sepertimu' adalah kata-kata yang terpikirkan olehku saat dia menyebut kata 'wanita yang ramah'.
"Jadi seperti yang kubilang sebelumnya pada saat itu. Namaku Ririsaka Herlin, kau bisa memanggilku Herlin. Umurku sekitar 16 tahun."
"Aku Satou Iraya, panggil saja Iraya, dan aku juga seumuran denganmu, 16 tahun."
"Jadi Iraya, akan lebih mudah untuk bekerja sama jika saling mengenal satu sama lain. Maka dari itu, sebelumnya kita harus mengetahui kekuatan kita masing-masing," jelasnya.
"Ya, aku pun berpikir seperti itu."
Setelah itu, percakapan kami dimulai. Pembicaraan yang akan menentukan kerjasama kami berdua kedepannya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments