Saat kami masuk ke ruangan itu dan orang di dalamnya membalikkan kursi putar yang ia duduki, dapat terlihat seseorang yang dicari oleh gadis ini. Pria itu menyambut kami dengan senyum ramah, tapi tatapan matanya menggangguku.
Awalnya aku berpikir kalau tatapan yang ia berikan hanya biasa saja, tapi lama kelamaan tatapan itu berubah menjadi tidak nyaman, meski tidak ada yang berubah sama sekali dari dirinya.
Lalu setelah itu, Aku mulai berhalusinasi aneh. Dari belakang pria itu muncul sesuatu seperti monster dengan perasaan tak enak yang membuat siapa saja tidak kuat dan ingin muntah.
Dari balik kursi itu juga, aku bisa melihat beberapa tangan hitam yang berjumlah sekitar enam sekaligus, merayap dari bagian belakang kursi dan secara perlahan merayap mencoba menyentuh pria itu—Oita-san.
"Oita-san."
"??!!"
Mataku melebar saat gadis itu tiba-tiba berbicara, rasa terkejut yang aku rasakan terlalu berlebihan walaupun hanya suara normal seorang gadis saja. Dan tanpa sadar dari tadi aku juga menahan napas karena saking tegangnya, dan baru sekarang aku bisa bernapas secara normal.
"Ahh ... maaf-maaf, aku tidak terbiasa jika ada orang tak dikenal yang masuk ke ruangan ini."
Gadis itu juga ikut menghela napas, aku melirik padanya dan ia mengeluarkan sebutir keringat di dahinya. Sepertinya ia juga merasakan apa yang aku rasakan. Yang berarti, tadi bukan imajinasi di dalam kepalaku.
Gadis itu kemudian berdehem dan melanjutkan pembicaraannya.
"Ehem ... kalau begitu, bisakah anda membantu ku melakukan sesuatu?"
"Tentu, selama aku bisa melakukannya. Dan jika aku boleh tahu, kau mau melakukan apa, Herlin-chan?"
"Bisa tolong periksa apakah ada yang aneh dari anak ini?"
"Memeriksanya? Dia terlihat seperti remaja biasa bagiku."
Oita-san kemudian bangkit dari kursi putar dan mendekat ke arah ku. Ia memperhatikan ku dari atas sampai bawah seakan mencari sesuatu yang aneh dari diriku, meski aku yakin ia tidak akan menemukannya jika hanya mencarinya dengan seperti itu.
"Mungkin memang seperti murid biasa, tapi tadi dia bisa bertahan dari serbuk tidur kuat milik monster humanoid yang biasanya manusia normal akan tertidur karenanya."
"Hmm ... apa itu benar?"
Ia kemudian mendekat secara lebih intens. Kali ini mungkin terlalu dekat, sampai batang hidung kami berdua hampir bersentuhan, mata kami berdua juga saling menatap dengan jelas. Aku bisa melihat tatapan tajam dan kuat miliknya menatap langsung kepadaku.
"A-Ano ...."
Aku mulai sedikit berbicara, tapi fokus yang ia tunjukkan kepadaku tidak membuatnya bergeming sama sekali. Ia masih terus fokus padaku.
Dan tiba-tiba halusinasi yang aku alami tadi kembali terjadi lagi. Sebuah tangan hitam beserta partikel-partikel hitam perlahan-lahan keluar dari belakang tubuh Oita-san, sekitar lima pasang tangan itu pun mulai menyentuh tubuh dan wajah ku secara perlahan.
Suasana yang aku rasakan di ruangan ini juga berubah menjadi mengerikan. Rasanya seperti ... berada di tengah-tengah ratusan monster tadi tidak ada apa-apanya dibandingkan berada di ruangan ini.
Situasinya benar-benar menegangkan.
Pupil mataku melirik ke arah gadis itu yang berada di samping ku, tapi ia tidak melakukan apa-apa. Aku yakin dia juga merasakan perasaan yang sama denganku, meski saat ini tidak ada tangan hitam yang mengelilinginya.
Ngomong-ngomong soal tangan hitam, ia sudah hampir menutupi tubuhku seutuhnya. Kini tinggal bagian wajah ku saja yang belum tertutupi. Mungkin tinggal menunggu waktu saja karena semuanya sudah mulai merayap ke arah wajah.
Sementara tubuhku saat ini terlalu kaku—tidak, lebih tepatnya kaku karena terlalu takut untuk bergerak atau melawan. Tubuh dan otak ku selaras mengatakan untuk tidak melawan apa pun yang terjadi.
Karena jika melawan ....
Otakku memberitahu kalau aku akan selesai di sini. Sekarang. Tanpa ragu.
Tangan yang merayap menuju wajah kini sudah hampir menutup dengan sempurna. Itu hanya tinggal menutupi bagian mata saja dan sempurna sudah tangan hitam itu menutupi seluruh tubuhku.
"Eh?"
Tapi tiba-tiba semuanya menghilang. Entah itu tangan hitam yang merayap di tubuhku maupun suasana mengerikan yang ada di ruangan ini. Semuanya berubah menjadi baik-baik saja dan kembali normal.
Aku melihat ke telapak tanganku. Ia masih normal dan masih bisa digerakkan, tapi gemetar yang terjadi di sana sangat hebat sampai membuat tubuhku lemas dan hampir pingsan. Aku juga tanpa sadar mengeluarkan keringat yang cukup banyak akibat hal yang sama.
"Tidak ada yang aneh dari dia."
Sementara pria tadi dengan santai kembali ke mejanya, seakan tidak berbuat apa-apa lalu duduk di kursinya lagi. Ia meninggalkan kami berdua yang masih dalam keadaan shock dan tegang.
"Oita-san ... apa anda perlu mengeluarkan aura sebesar itu? Apalagi di ruangan sempit seperti ini."
Herlin mengatakan hal itu. Itu berarti dia juga merasakan hal yang hampir sama denganku, meski tidak sampai gemetar dan bercucuran banyak keringat seperti yang aku rasakan saat ini. Ia hanya berkeringat beberapa butir saja.
"Hehe ... maaf, aku berlebihan. Apa kau merasakan hal itu juga?"
Pria itu tertawa! Dia hampir membuatku pingsan dan dia tertawa! Orang-orang di sini semuanya adalah orang-orang barbar. Lalu dia juga bertanya apakah aku merasakan aura menyeramkan yang dapat membunuh seseorang itu? Tentu saja aku merasakannya, dasar psikopat!
"I-Iya."
Yap. Tapi aku tidak mengatakan semua yang ada di pikiran ku. Aku terlalu takut untuk mengatakan hal itu, apalagi kepada orang macam dia.
"Begitu. Oh iya, Herlin-chan ...."
"Ada apa?"
"Saat ini kau belum menemukan partner yang tepat untukmu, kan?"
"Ah, itu. Iya, aku belum menemukannya. Aku sudah mencari banyak Exception di kota ini, tapi tidak ada yang cocok bagi diriku dan tidak ada yang bisa melewati tes yang aku berikan kepada mereka."
"Kebetulan sekali. Mungkin anak satu ini cocok. Sebagai partner mu."
"Eh?"
Kami berdua memberi respon di waktu yang bersamaan. Sementara Oita-san hanya tersenyum melihat kesamaan itu, ia seperti menentukan tanpa memikirkan dengan matang terlebih dahulu.
"Kenapa harus dia?" tanya Herlin.
"Dia punya bakat unik yang mungkin saja membuat mu tertarik."
"T-Tunggu sebentar! Kenapa aku?!"
"Kenapa tidak?" balas Oita-san cepat.
"Itu dia masalahnya! Aku benar-benar hanya orang biasa di sini! Meski aku masih sadar setelah menahan serbuk itu, mungkin saja itu hanya kebetulan. Lagipula pekerjaan kalian itu membunuh sesuatu, kan? Aku tidak bisa melakukan hal yang seperti itu!"
Tanpa sadar aku malah berteriak di hadapan mereka karena memutuskan semuanya sendirian tanpa bertanya dahulu kepadaku. Walaupun begitu, untuk beberapa saat mereka terdiam mendengar ku berteriak.
"Aku mengerti."
"Sudah ku bilang, percuma merekrut anak sekolahan seperti dirinya. Mereka tidak akan mau. "
Mereka sepertinya mengerti kenapa aku menolak mereka. Aku pun menghela napas karena aku tidak jadi ikut dengan orang-orang aneh seperti mereka.
"Hah ... mau bagaimana lagi. Herlin-chan, bisa kau antar pulang dia?"
"Kenapa aku harus mengantarnya? Oi, apa kau tidak bisa pulang sendiri?"
"Itu, aku tidak a—"
"Herlin-chan, kau harus bertanggung jawab. Kau yang membawanya kesini secara paksa, itu berarti kau juga harus mengantarnya pulang."
"Tch ... baiklah."
Padahal aku tidak apa-apa jika tidak diantar pulang, tapi Oita-san memaksa gadis itu untuk mengantarku pulang jadi ya aku tidak menolak.
Dan singkat cerita akhirnya aku telah sampai di depan rumah. Sebelum masuk, aku menyempatkan diri untuk menelepon Kudou dan Hira, tapi tidak ada jawaban dari mereka. Mungkin saja mereka sudah tidur karena ini juga sudah lumayan larut.
Dan sekarang adalah saat-saat yang mendebarkan. Saat-saat di mana aku pulang ke rumah memang selalu mendebarkan. Aku pun membuka pintu secara perlahan.
"Aku pulang."
Dan saat aku sudah masuk ke dalam, seseorang sudah berdiri di sana seakan menunggu kedatanganku. Itu benar, orang itu adalah Ibu. Ia tidak menjawab dan menunggu apa yang akan aku katakan saat ini, jadi ketika merasa diperbolehkan, aku mulai bicara duluan.
"Ibu, aku—"
Plaak...
Tepat seperti dugaan ku, aku sudah siap menerima ini. Ibuku menampar dan marah karena lagi-lagi pulang terlambat. Aku ingin menjelaskan semuanya tapi saat aku menatap wajahnya, air mata keluar dari mata Ibu yang membuatku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Kau ... habis dari mana?"
"A-Aku, habis dari Game Club bersama dengan Kudou dan Hira."
"Kenapa sangat lama? Kau sudah berjanji untuk pulang sebelum matahari terbenam, kan?"
"S-Soal itu, ada sebuah insiden di sana, jadi aku tidak bisa keluar dari sana sebelum semuanya benar-benar aman."
Ibu kemudian menyalakan TV dan menyetel berita penyerangan monster yang terjadi di sana sore tadi. Meski berita menyebutkan kalau tidak ada korban jiwa, tapi ada beberapa orang yang hilang dan belum ditemukan.
"Temanmu menelepon Ibu dan menanyakan keadaanmu, tapi Ibu tidak bisa berbuat apa-apa karena kamu belum pulang juga."
"Maafkan aku, Bu. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Yang penting adalah sekarang aku ada di sini baik-baik saja, aku tidak terluka sama sekali."
"Baiklah ... sekarang mandi lalu tidur, sudah malam."
"B-Baik."
Ibu mengusap air matanya yang jatuh saat aku menuruti perkataannya untuk mandi lalu tidur. Ia melihat ke arah TV lalu mematikannya.
Sementara aku sendiri, hanya bisa merebahkan diriku di kamar karena hari yang panjang dan melelahkan ini.
"Tch! Dasar anak tidak berguna!"
Aku masih membayangkan wajah ibuku yang menangis karena diriku. Perasaan hancur yang terasa saat melihat air matanya keluar seperti tadi. Tapi sayangnya, itu tidak bisa aku hindarkan. Tanganku terlalu kecil untuk melakukan semuanya, jadi akan ada beberapa orang yang harus aku kecewakan.
"Hah ...."
Memikirkan hal itu membuat ku lelah dan mengantuk. Setelah mematikan lampu kamar, tanpa berlama-lama aku pun menutup mataku dan tertidur.
**
Dan setelah tidur yang cukup lama itu, aku akhirnya bangun. Tapi tempatnya tidak sama seperti kamar, sepertinya aku kembali ke tempat C lagi. Aku kemudian bangkit dan melihat sekitar, benar-benar kosong tidak ada benda apa pun sama sekali di sini.
"Ini ... kau lagi, ya?"
"Kau sudah mulai terbiasa dengan tempat ini, ya?"
“jika dibilang terbiasa ... tentu saja ini masih terasa sangat aneh bagiku.”
C keluar dari dalam sudut ruangan yang sangat gelap lalu berjalan menghampiri ku. Ia tersenyum senang karena merasa kalau aku sudah menerimanya, padahal aku masih belum menerimanya, aku hanya menerima keadaan saja.
Aku melihat ke arah bawah kakiku, lantainya sangat bersih melebihi kamar ku. Jadi aku pun langsung duduk tanpa pikir panjang lagi. Hari ini sudah terlalu melelahkan bagiku, jadi selagi berada di sini aku ingin beristirahat selama mungkin.
"Kau terlalu santai di tempat yang tidak kau ketahui, kau tahu?" ucap C.
"Aku sudah tidak peduli lagi. Aku baru saja membuat Ibu ku menangis, jika keberadaan mu adalah hukuman yang aku dapatkan karena membuat Ibu kecewa, maka aku pantas mendapatkannya."
"Hah ... kau ini."
Dia kemudian menjentikkan jarinya, lalu secara ajaib muncul cahaya kehijauan kecil yang berkumpul menjadi satu. Lama kelamaan cahaya tersebut berubah menjadi besar dan membentuk sebuah benda, yaitu kursi.
"Aku tidak bisa membiarkan tamuku duduk di lantai."
Melihat itu, aku tidak menolak tawaran dari C dan akhirnya duduk di kursi buatannya. Aku merasakan kalau kursi ini cukup nyaman dan terasa seperti kursi pada umumnya di dunia nyata.
Hening canggung menyerang kami berdua dan harus ada salah satu dari kami yang memecahkannya, jadi aku pun menjadi pahlawan di sini. Lagipula ada hal yang ingin ku tanyakan juga, sih.
"Ano ... aku mau tanya."
"Ada apa?"
"Sebenarnya kita ini sedang berada di mana? Apa ini juga termasuk di dalam tubuhku? Atau di tempat lain?" tanyaku.
"Benar, kita sedang berada di dalam tubuhmu. Lebih tepatnya di pikiranmu."
“Di dalam pikiran ku?"
"Iya, apa ada sesuatu yang aneh yang kau rasakan saat berada di sini?"
"Mmm ... tidak juga sih, terlebih karena kau bilang kalau ini ada di dalam tubuhku, perasaan takut ku secara aneh memudar. Malah rasanya cukup damai."
"Tapi pikiranmu sedang kacau loh saat ini."
"Benarkah? Maksudku, kau tahu dari mana tentang hal itu?"
Aku yang tadinya sedang bersandar langsung menegakkan posisi duduk ku dan menyimak penjelasan yang akan diberikan oleh C.
"Dari kursi yang kau duduki itu."
"Kursi ini? Apa ini menunjukkan sesuatu?"
"Kemampuan ku di dalam ruangan ini adalah menciptakan sesuatu yang aku mau berdasarkan emosi pemiliknya—dengan kata lain, dirimu. Semakin buruk emosi dan perasaan seseorang, semakin kuat kemampuan ku dalam membuat hal-hal yang berada di luar pemikiranmu."
Mendengar penjelasannya jadi membuat ku waspada dan berpikir, sebisa mungkin harus tenang dan mengatur emosi agar makhluk ini tidak menguasai tubuhku sepenuhnya.
"Lalu dalam skenario terburuk, apa yang bisa terjadi?" lanjut tanyaku.
C tersenyum saat aku bertanya seperti itu. "Aku mungkin bisa mengambil alih tubuhmu jika aku mau."
"Kau pasti bercanda ...."
"Tapi tenang saja, aku masih belum berniat untuk mengambil tubuhmu. Lagipula aku masih menganggapmu sebagai penyelamat ku, aku tidak sebegitu tega untuk melakukannya. Tapi jika kau bisa tenang dan berkonsentrasi penuh, kau juga akan mendapatkan manfaatnya."
"Manfaat?"
"Kau bisa dengan bebas mengendalikan aura milikku. Dan mungkin saja, jika kau berbakat ... kau bisa menerapkannya di dunia nyata."
"Menerapkan sesuatu seperti ini di dunia nyata, terdengar keren sekali!"
Aku dan C tersenyum mendengar hal itu. Sepertinya kami sudah mulai bisa menerima satu sama lain. Walaupun awalnya memang susah dan aku masih sedikit takut dengan keberadaanya di dalam tubuhku, tapi seiring berjalannya waktu, aku seperti dipaksa untuk terbiasa dengan hal ini.
"Oh iya! Aku hampir lupa kalau ada satu hal lagi yang ingin aku tanyakan."
"Ada apa lagi?"
"Apa ada sarana lain untuk masuk ke tempat ini? Kau tahu, selain tidur."
"Hmm ... syarat untuk masuk ke dalam pikiranmu sendiri adalah konsentrasi dan fokus, selain itu juga menenangkan diri se-rileks mungkin. Jadi aku pikir ... kau mungkin bisa masuk ke sini lewat meditasi."
"Meditasi?"
"Iya, jika kau meditasi dan melakukan konsentrasi penuh, kau bisa berkunjung ke sini kapan pun kau mau."
"Berkunjung? Bukankah ini memang seharusnya tempatku?"
"Sekarang aku yang menguasainya, kan? Berarti ini milikku. Oh iya, ngomong-ngomong aku sudah memperingatkan mu tentang satu hal, kan?"
"Hmm? Soal apa?"
"Salah satu cara masuk ke sini adalah dengan menenangkan diri sampai ke titik puncaknya, itu berarti sekarang kau sudah berada dalam puncak tidurmu."
"Lalu?"
"Mungkin kau harus segera bangun. Karena kalau tidak, sesuatu yang merepotkan akan melanda mu. Sudah dulu, ya?"
Ia menghilang ke dalam bagian ruangan yang gelap lagi. Dalam pembicaraan tadi aku sudah mendapat beberapa informasi yang sekiranya penting, jadi ini sudah bagus sekali. Tapi aku masih sedikit bingung dengan pernyataannya yang terakhir.
Saat ruangan ini perlahan mulai memudar, aku dapat mendengar dengan samar-samar suara ketukan berulang kali yang terngiang di kepalaku. Semakin lama ketukan itu semakin kencang suaranya.
Tok... Tok... Tok...
"Iraya, bangun! Giliran sekolah malah malas keluar ini anak!"
Aku langsung membuka mataku karena suara ketukan yang ternyata berasal dari ibuku. Aku diam sebentar untuk mengumpulkan kesadaran sehabis dibangunkan secara paksa.
Tapi saat aku melihat jam, aku tidak memerlukan waktu untuk mengumpulkan kesadaran lagi.
"Eh? Eh?! Ehhh?!!! Aku terlambat!"
Yap. Itu karena aku sudah terlambat berangkat sekolah.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
LastZee
Pemerannya semua nama-nama orang jepang hehe
keren keren thor👍👍👍❤
2020-07-17
0
Illa D Art
Baru baca sampai sini. Keren thor.
2020-06-25
0
Kuroko-sensei
“Pengeruh suatu mimpi bisa memakan waktu dengan cepat rupanya.” Fufu ... makin menarik thor
2020-02-14
1