Berbagi Cinta: Suamiku Milik Kamu?
"Bagaimana saksi?"
"Sah."
"Sah."
Suara-suara itu terdengar di telingaku, ritual terus berlanjut. Tapi, aku masih linglung dengan perasaan galauku.
Pria di sampingku kemudian menyematkan cincin di jariku dan membuatku tersadar bahwa aku telah sah menjadi istrinya. Apapun perasaan keraguan yang kurasakan saat ini, harus segera kuhapus. Karena, siap tidak siap aku harus mulai menjalani kehidupan baruku -menjadi seorang istri dari pria yang nyaris sempurna.
Sebenarnya aku bahagia, sangat bahagia. Tak kusangka jodohku begitu sempurna. Semuanya berawal dari tawaran Tante Ros, tetangga sebelah rumah kontrakanku.
Ia ingin mengenalkanku pada sepupunya yang masih melajang, meski usianya sudah matang. Tante Ros lalu mengatur pertemuan kami dan aku sempat tak yakin sepupunya mau dijodohkan denganku.
Saat itu aku hanya berpakaian biasa, tampil seadanya karena pada kenyataannya aku memang wanita biasa-biasa saja. Aku tak punya apapun untuk kutampilkan dan kubanggakan. Aku terduduk di teras rumah Tante Ros yang begitu luas, menunggu detik-detik kemunculan pria yang membelalakkan mataku.
Sebuah mobil mewah merapat, turun seorang pria maskulin yang begitu rapi dan wangi dari dalamnya. Badannya tinggi kekar, wajahnya rupawan. Dia pria tertampan yang pernah kulihat secara langsung dalam hidupku. Hatiku bergetar seketika. Itulah kesan pertama saat aku melihatnya.
Jarum jam serasa terhenti, tapi dia berjalan mendekatiku, menyapaku saat aku masih terbengong dengan pikiran yang berkecamuk. 'Ya Tuhan, mengapa pria sesempurna ini bisa belum mendapatkan pasangan sampai sedewasa ini?' batinku. Rasanya aneh saat menyadari pria di hadapanku ini nyaris sempurna, tapi hingga sekarang belum memiliki jodoh.
Sikapnya begitu sopan, dia orang yang berpendidikan. Di usianya yang ke-32 tahun saat ini dia sudah bergelar doktor dan memegang jabatan cukup tinggi di universitas. Aku merasa sangat kecil, tak sebanding, dan tak pantas dijodohkan dengannya.
Aku lebih banyak terdiam dalam percakapan kami, hanya menjawab seadanya.
"Orang tua kamu sudah lama meninggal?" Suaranya yang berkarakter membuatku semakin menduga ia begitu sempurna.
"Bapak sudah meninggal sejak aku SD. Ibu meninggal sekitar 3 tahun lalu, " jawabku apa adanya.
"Jadi kamu tinggal dengan siapa? Lalu, yang membiayai hidup kamu selama ini...." Kalimatnya terpotong begitu saja.
"Aku tinggal sendirian, aku bekerja di rumah makan," ucapku begitu pelan. Ada perasaan sedikit malu terselip dalam suaraku.
Aku tak yakin dia bisa menerima keadaanku yang hanya bekerja serabutan sebagai pelayan restoran. Sedangkan, dia seorang profesional yang memiliki karir tinggi.
"Kamu sudah biasa bekerja urusan rumah tangga berarti ya?" ucapnya kemudian. "Kamu bisa masak, mencuci, bersih-bersih?"
"Rania jagonya urusan rumah tangga," jawab Tante Ros yang tiba-tiba muncul ikut mencampuri pembicaraan kami.
"Kamu gak bakal kecewa, Darwin. Tante kenal betul sama Rania sejak kecil. Rania ini anak yang mandiri, rajin, baik. Kamu pasti bahagia kalo jadi suaminya." Tante Ros begitu semangat mempromosikan aku. Sedangkan aku, aku semakin tak percaya diri.
"Baguslah kalo begitu," ucapnya kemudian. "Aku suka."
Aku tercengang.
"Aku suka wanita rumahan yang bisa mengurus rumah tangga." Ia memperjelas ucapannya.
"Darwin ini pemilih Rania. Dia gak suka wanita yang sukanya hanya senang-senang, tidak bisa mengurus rumah tangga, tidak bisa mengurus anak." Tante Ros semakin memperjelas maksud Darwin, lelaki yang akan dijodohkan denganku.
"Tapi, aku merasa kurang pantas, Tante." Aku beranikan diri untuk menyampaikan kegalauan yang bergemuruh di hatiku sejak tadi.
"Loh, mengapa?" Tante Ros mengernyitkan dahinya.
"Mas...." Aku terbata-bata menyampaikan isi hatiku. "Aku tidak tamat SMA, pendidikanku hanya sampai kelas 2 SMA."
"Tidak butuh ijazah dan gelar tinggi," ucap Darwin tiba-tiba. "Aku mencari istri, bukan membuka lowongan pekerjaan."
"Tidak masalah Rania, yang penting bisa mengurus anak dan rumah tangga," tambah Tante Ros.
Aku mengangguk pelan. Namun, hatiku masih terus saja ragu. Aku bumi yang selalu diinjak orang-orang. Aku kotor, tak semua orang mau menyentuhku dengan tangannya, bahkan dengan kakinya. Aku terlalu rendah.
Dia langit yang selalu dipandang penuh kekaguman banyak orang. Dalam tiap angan manusia ada keinginan untuk menggapai langit, namun terlalu sulit.
Aku tak yakin aku pantas untuknya. Hal itu masih saja terus bergulat dalam benakku. Bahkan, hari ini setelah ia mengucapkan akad nikah dengan lantang di hadapan banyak orang, aku masih saja merasa tak cukup pantas untuknya.
'Apakah ia terlalu sempurna untukku?' batinku. 'Ataukah aku yang tak cukup kuat untuk mengimbanginya?'
Usia kami berbeda jauh. Bulan depan usiaku baru akan genap sembilan belas tahun. Mungkin aku hanya gadis kecil ingusan di matanya.
'Mengapa aku terus berpikir kacau seperti ini?' Aku menggeleng-gelengkan kepalaku sendiri.
'Aku sudah menjadi istrinya. Aku harus berusaha menjadi istri yang baik untuknya,' batinku.
"Mengapa geleng-geleng kepala?" tanya mas Darwin tiba-tiba.
"Deg! Deg! Deg! Deg!" Jantungku berlompatan sangat kencang.
Ia mendekatiku sambil memegang secangkir kopi hangat di tangannya.
Aku spontan bergeser dari posisi dudukku semula, agak menjauhinya. Aku belum terbiasa sedekat ini dengan lelaki manapun dalam hidupku. Sekarang kami berdua berada dalam satu kamar yang tertutup rapat, hanya berdua dan aku tak pernah segugup ini sebelumnya.
Aku duduk di kursi meja rias sejak tadi, tak berani menyentuhkan tubuhku pada tempat tidur yang sudah dihias indah bertabur bunga. Meskipun, sebenarnya tubuhku sudah sangat lelah setelah menjalani acara pernikahan seharian tadi.
"Mengapa belum istirahat?" tanyanya.
"Hah?" Aku terbengong.
"Kalo kamu mau rebahan, ya sudah langsung guling saja di kasur!" ucapnya. "Istirahatlah! Kamu pasti sudah lelah kan, acaranya dari pagi."
Aku terdiam. Bingung.
"Anggap saja tempat tidur kamu sendiri! Mulai sekarang kamarku ini ya jadi kamar kamu juga," tambahnya.
Aku hanya tersenyum kecil.
"Istirahat saja duluan! Aku masih harus menyelesaikan tugas dari universitas terlebih dahulu. Deadlinenya besok. Jadi, aku harus kejar malam ini," ucapnya lalu berjalan ke arah meja kerjanya di dekat jendela.
Ia menarik kursi, meletakkan cangkir kopinya di meja, lalu membuka laptop. Kemudian, ia larut dengan pekerjaannya.
Aku pun berusaha menghilangkan perasaan tidak nyamanku dengan membaca pesan-pesan yang masuk di ponselku. Begitu banyak ucapan selamat untuk pernikahan ini, hampir semua teman mendoakan agar pernikahanku langgeng dan samawa.
Tapi, sebuah pesan dari Nelly -teman akrabku bekerja di rumah makan- begitu menyita perhatianku. 'Luar biasa beruntung kamu Rania. Aku lihat suami kamu... baru satu kali saja pas akad nikah tadi, langsung klepek-klepek. Wuihhhh gantengnya, mempesona kebangetan. Berwibawa buangett, rontok hatiku. Kok bisa ya pangeran nyantol ke kamu. Andaikan aku jadi kamu, pasti suennneeeeeeeenggg buanget buanget rasanya.'
'Iya, alhamdulillah, Nelly.' Aku mengetik balasan pesan untuk Nelly.
Kemudian, sebuah pesan balasan muncul di ponselku. Aku membacanya. 'Kamu harus pintar-pintar menjaga suamimu Rania. Tidak banyak wanita di luar sana seberuntung kamu. Sedikit saja kamu lepas suamimu, ratusan wanita akan menyambarnya. Termasuk aku... Hehe, bercanda....'
Aku tersenyum membaca pesan Nelly lalu membalasnya. 'Iya, Nelly terima kasih nasehatnya. Semoga kamu juga segera mendapatkan jodoh yang terbaik.'
Aku menutup ponselku. Lalu, diam-diam memandangi dia di ujung sana melalui pantulan cermin di hadapanku. 'Dia adalah jodohku,' batinku. 'Aku harus menjaganya sebaik mungkin.'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Erni Kusumawati
mampir...
2023-04-20
0
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, searchnya pakek tanda kurung biar gak melenceng yaa
2022-12-09
0
cinta semu
bagus cerita ny
2022-11-29
0