CHAPTER 20

Semilir angin musim semi berhembus lembut menerbangkan rambut emas Haala yang tidak tersentuh pita, ujung jubah biru Daxraj yang menjuntai, serta daun-daun apel ringkih ke atas kain kusut yang terhampar. Tampak dari kejauhan, tepatnya di bawah salah satu pohon apel paling subur, Haala dan Daxraj tengah menyantap makan siang bersama.

Pandangan Haala masih enggan beralih dari Daxraj, sejak kali pertama pertemuan mereka di masa lalunya yang kacau balau. Tak peduli mau diamati berapa kali pun, pria terlewat rupawan yang sedang asyik menggigiti Tandoori* di depan Haala saat ini, benar-benar tidak pantas menyandang status sebagai pemimpin suku pengembara.

*Tandoori* merupakan masakan ayam yang berasal dari daerah Punjab. Tandoori telah ada sejak zaman kesultanan Mughal di Asia Selatan dan bahkan menyebar hingga di Asia Tengah dan Asia Tenggara. Tandoori dibuat dari daging ayam yang direndam adonan susu asam kental dengan garam masala, bumbu, dan lada khas India*.

Tidak terlihat semburat kepura-puraan di wajah pria yang pekan depan akan mengikat janji sehidup semati dengan Haala, pun tidak ada sinyal bahaya yang seharusnya berbunyi memperingatkannya. Dan sungguh, tidak ada yang perlu dipastikan lagi, karena pria dengan ketampanan terlampau kurang ajar itu jelas tidak tengah bersandiwara.

"Apa wanita gila itu mengganggumu lagi?"

Haala tidak menjawab. "Kupikir jika sikap anehmu hari ini tidak disebabkan oleh buku yang sering kau baca, pastilah disebabkan olehnya," imbuh Daxraj.

"Aku hanya mengenal satu wanita gila di dunia ini."

"Maka pastilah itu dia," sahut Daxraj.

"Yang Mulia Ratu?"

Spontan Daxraj menatap Haala, bingung. "Yang Mulia Ratu?"

"Satu-satunya wanita gila yang kukenal adalah Ratu Kumari Kandam."

Daxraj diam cukup lama menatap Haala, menatap semakin bingung. "Kumari Kandam belum memiliki ratu, Haala."

"Apa? Jadi kau juga menghilangkan Ratu Jihan? Sebenarnya berapa banyak orang yang kau hilangkan? Dan apa tujuanmu menghilangkan mereka?" tanya Haala dengan nada suara sedikit tinggi.

"Aku tidak percaya kau menyebut wanita gila itu ratu. Jika dia mendengarnya langsung, aku khawatir dia akan benar-benar berkeinginan untuk menjadi ratu."

Semilir angin musim semi perlahan berhembus kencang, seolah mewakili keterkejutan Haala. Tidak hanya keluarga Haala yang dihidupkan kembali serta keberadaan Murat Iskender yang masih menjadi misteri. Bahkan singgasana Ratu Kumari Kandam ternyata masih kosong. Dan Haala pun baru menyadari, jika suasana di dalam kerajaan begitu sepi.

"Di mana para selir?"

"Selir?" Daxraj balik bertanya pada Haala.

"Jangan katakan padaku kau juga menghilangkan para selir."

Daxraj mengangguk ragu menanggapi Haala. "Mungkin bisa dikatakan begitu."

"Kenapa kau melakukannya?" Haala kembali bertanya dengan nada suara tinggi.

"Bukankah itu usulan darimu? Demi menghindari perebutan mahkota ratu, penyakit hina, serta memberikan contoh kesetiaan khususnya pada para pria, kau berkata akan lebih baik jika seorang pria hanya memiliki seorang wanita. Aku menyampaikan usulanmu pada Yang Mulia Raja dan Beliau langsung menyetujuinya."

Haala semakin terkejut. "Kurasa jika Beliau tahu kaulah yang memberikan usulan itu, kau tidak perlu menunggu hari pernikahan kita untuk mendapatkan kuda impianmu," tambah Daxraj seraya tertawa.

DEG! DEG! DEG!

Jantung Haala mendadak berdebar, meski belum jelas maksud dari debaran itu. Entah karena fakta baru perihal mahkota Ratu Kumari Kandam yang belum bertengger di kepala wanita mana pun, atau harem yang disirnakan, atau tawa Daxraj yang baru pertama kali dilihatnya, Haala hanya merasakan jantungnya yang terus berdebar tak terkendali.

DEG! DEG! DEG! DEG!

Dan sentuhan mesra ibu jari Daxraj yang mengusap sisa makanan di sudut bibirnya, membuat jantung Haala kian liar berdebar. Sosok Daxraj yang seperti manusia biasa mulai menggetarkan suatu ruang di hati Haala. Entah ruang apa itu, namun satu yang pasti, debaran ambigu tersebut memiliki peluang yang cukup untuk menggeser posisi Braheim.

"Ah, aku ingat ingin memberitahu sesuatu padamu."

Haala membuang pandangannya. "Tentang apa?"

"Ayahmu. Awalnya kupikir hanya perasaanku, tapi terlalu banyak bukti."

Haala kembali memandang Daxraj. "Apa maksudmu?"

"Penyakit Laasya, aku yakin penyebabnya adalah ayahmu."

"Bagaimana mungkin? Ceritakan lebih jelas," sahut Haala antusias.

Daxraj hanya tersenyum menanggapi keantusiasan Haala, sembari beranjak dan mengatakan jika orang yang sedang mereka perbincangkan datang di waktu yang tidak tepat. Terlihat dari kejauhan, seorang pria berseragam merah darah dengan lilitan pedang berwarna senada di pinggangnya tengah menunggangi kuda menuju taman apel.

"Apa masih tersisa Tandoori untukku?" tanya ayah Haala seraya melompat dari atas kuda.

...¤○●¤○●¤○●¤...

Sudah empat hari Haala menjalani hari-harinya di masa lalu yang terasa seperti masa depan. Terlalu banyak yang berubah sampai tak cukup dicatat hanya dalam satu dua buah buku. Terutama perubahan Daxraj. Pria berparas tampan bukan main yang kini aktif menjadikan wajahnya sebagai tontonan itu benar-benar seperti pria yang terlahir kembali.

Tak terasa sedikit pun aura mengancam, menelanjangi, pun menyudutkan dari Daxraj yang adalah pemimpin suku pengembara. Malah sebaliknya, Haala hanya merasakan aura manusia yang lemah. Daxraj Natesh di masa lalu Haala yang baru, jelas bukan Daxraj Natesh yang memiliki kekuatan untuk menaklukan Ghinauna*, Chhota*, pun singa raksasa.

*Ghinauna* ikan raksasa penjaga Danau Baadal*.

*Chhota* atau Faot adalah makhluk berwujud setengah manusia setengah peri dan setengah banteng*.

Sejujurnya kebingungan Haala tidak diperlukan di sini, karena nasib dunia yang sudah pasti selamat hanya tinggal menghitung hari. Ya, sebab kurang dari satu pekan lagi Haala dan Daxraj akan melangsungkan pernikahan. Namun entah kenapa Haala gelisah. Karena bagi Haala, perubahan besar pasti akan menimbulkan dampak yang tak kalah besar.

Misteri ayah, kakek, serta neneknya yang bangkit dari kubur, nasib Murat Iskender, dan Jihan yang malah menjadi anak perempuan peternak susu, benar-benar sukses mencampur aduk isi kepala Haala. Belum lagi ucapan Daxraj yang selalu terngiang, perihal sang ayah yang sepertinya memang menjadi penyebab penyakit aneh yang diderita Laasya.

"Boleh aku bertanya sesuatu padamu?"

Seperti biasa, Laasya membisu, dan hanya tertarik memandang kosong ke depan. "Sebelum kau hilang, sehari sebelumnya temanmu juga menghilang. Mungkinkah saat itu kau berniat untuk mencari temanmu?" tanya Haala lagi.

Laasya masih membisu. "Bicaralah, adikku. Sebenarnya apa yang terjadi saat itu? Kenapa kau bisa berada sangat jauh di dalam hutan? Kenapa kau tidak memakai sehelai pakaian pun? Apa semua itu berkaitan dengan Ayah?" Haala terus bertanya.

Spontan Laasya menoleh pada Haala, dengan wajah menahan tangis. "Maafkan aku karena terlalu ingin tahu. Sungguh, kali ini tidak ada ramuan penyembuh dari suku pengembara. Jadi satu-satunya cara agar kau sembuh adalah dengan menguak apa yang terjadi padamu saat itu," ujar Haala seraya memeluk Laasya.

Laasya menangis di pelukan Haala. Itu adalah tangis terhebat pertama Laasya yang pernah dilihat Haala. Sebab meski seluruh penduduk desa mengatainya tidak waras, gadis kotor, bisu pembawa sial, Laasya tidak pernah sekali pun menangis. Tangis hebat Laasya pun memberi Haala keyakinan tentang keterlibatan sang ayah dalam insiden yang menimpa Laasya.

"Seperti janjiku di masa depan, kau akan sembuh dan mendapatkan hidupmu kembali, adikku." Haala memeluk Laasya semakin erat.

Sejak hari itu Haala lebih bersemangat mengawasi gerak-gerik sang ayah daripada mempersiapkan pesta pernikahannya. Haala juga bersikeras membuka topeng sandiwara Daxraj meski sadar jika calon suaminya itu tidak sedang mengenakan topeng. Haala sibuk menerima perubahan baru, sekaligus menggali fakta-fakta terpendam.

"Semalam kami bercinta di ladang jagung. Lihat. Ini buktinya." Jihan menunjukkan tanda merah buatan di sekujur tubuhnya.

Haala terdiam. Masih tak memercayai sosok elegan Jihan yang kini hanya berbalut Saree* sederhana. "Kenapa kau diam saja? Cepat batalkan pernikahanmu karena akulah yang seharusnya menikah dengan Daxraj," imbuh Jihan.

*Saree* atau shari adalah jenis kain yang dipakai wanita di negara India, Bangladesh, Nepal, dan Sri Lanka. saree atau shari terdiri dari helaian kain yang tidak dijahit, variasinya beragam dengan panjang 4-9 meter yang dipakaikan di badan dengan bermacam-macam gaya*.

"Senang melihat sorot mata Anda yang masih murni."

Jihan mendecak, "Kenapa kau tiba-tiba berbicara sopan? Tapi memang sudah semestinya karena aku lebih tua darimu. Maka dari itu dengarkan baik-baik perkataan orang tua ini. Cepat batalkan pernikahanmu. Mengerti?"

Haala tersenyum menanggapi Jihan. "Andai hamba bisa melakukannya."

"Berhenti berbicara sopan kau membuatku frustasi. Tapi apa maksud perkataanmu tadi? Mungkinkah kau dipaksa menikah oleh orangtuamu?"

"Entahlah ini disebut paksaan atau kewajiban," balas Haala sembari berlalu.

"Hei, tunggu. Aku bersungguh-sungguh memintamu untuk membatalkan pernikahan. Berikan Daxraj padaku, lalu sambutlah cinta Yang Mulia Raja yang malang itu."

Spontan Haala menghentikan langkahnya. "Aku sudah ingin mengatakan ini sejak lama, tapi aku tahu kau yang sangat keras kepala tidak akan memercayainya begitu saja. Ketahuilah, Yang Mulia Raja setiap malam datang mengunjungimu," tambah Jihan.

"Apa?"

Jihan menunjuk kamar Haala. "Beliau selalu berdiri di sana, dan kembali satu jam sebelum fajar."

"Apa Anda yakin itu Yang Mulia Raja?"

"Tentu saja. Meski Beliau membungkus seluruh tubuhnya dengan kain, aura seorang raja tetap akan terpancar," balas Jihan.

Haala menahan kedua kakinya yang seakan sudah siap untuk berlari menuju Braheim. Namun untuk apa. Haala mantap kembali ke masa lalu dengan meninggalkan kenangan manisnya bersama Braheim. Jadi tak penting apapun alasan kunjungan malam Braheim, karena saat ini tugasnya hanya satu, yakni berusaha mencintai Daxraj.

Jihan masih melanjutkan. "Dan bagaimana aku mengatakan ini? Bagian inilah yang paling sulit dipercaya bahkan untuk diriku sendiri. Terserah kau akan memercayai ini atau tidak, tapi Yang Mulia Raja selalu menangis sesaat sebelum pergi."

DEG! DEG! DEG!

...¤○●¤○●¤○●¤...

Sejak perbincangannya dengan Jihan kemarin sore, jantung Haala masih berdetak sesukanya. Isi kepala Haala pun kian campur aduk, sebab tak sanggup menerima perubahan-perubahan baru yang semakin hari semakin pelik. Belum tuntas Haala menguak kebenaran perihal insiden yang menimpa Laasya, kini malah muncul perubahan baru yang lain.

Perubahan baru perihal Braheim yang kemungkinan besar masih mengingat semua kejadian di masa depan. Sebab tak ada alasan lain yang bisa menjelaskan maksud kunjungan diam-diam Braheim selain ingatannya yang masih melekat erat. Pun tak ada alasan lain yang bisa menjelaskan mengapa Braheim menangis selain kesakitan karena cinta.

Meski hatinya sangat ingin memastikan, Haala enggan menuruti, demi menyelamatkan dunia dari kebinasaan, dan demi menghindari kembali ke panggung megah Tamaasha*. Setiap berkunjung ke kerajaan untuk mengantar makan siang Daxraj dan sang ayah, Haala sebisa mungkin menghindari berpapasan dengan Braheim. Namun.

*Tamaasha* merupakan alat penggal raksasa yang sering digunakan untuk menghukum para penjahat*.

"Panjang umur, dan terbekatilah selalu, matahari Kumari Kandam," pungkas Haala sembari membungkuk hormat pada Braheim.

"Aku melewati jalan ini jika sedang terburu-buru."

Haala diam, mencoba mencerna ucapan Braheim. "Kupikir kau perlu tahu mengingat akhir-akhir ini kau sedang menghindariku," tambah Braheim.

"Ampuni hamba, Yang Mulia."

"Tidak masalah. Aku memahamimu yang mungkin membenciku," sahut Braheim.

"Hamba tidak memiliki alasan untuk membenci Anda, Yang Mulia."

"Begitukah? Aku memberi Daxraj banyak pekerjaan meski di hari menjelang pernikahannya. Hal itu sudah tentu membuat kalian tidak memiliki waktu bersama, dan membuatmu membenciku. Tidakkah itu cukup untuk menjadi alasan?" tanya Braheim.

"Bukan seperti itu, Yang Mulia."

Braheim tertawa seraya melanjutkan langkahnya. "Kau kaku sekali."

"Yang Mulia, ada yang ingin hamba tanyakan."

Spontan Braheim menoleh. "Mengejutkan sekali kau memiliki pertanyaan untukku. Katakanlah."

Haala tidak langsung bertanya, karena keragu-raguan yang mendadak mendekapnya erat. Waktu pun terasa bergulir sangat lambat, meski jelas jika itu hanya perasaan Haala saja. Hati Haala terus menyemangati, namun logikanya terus mengingatkan tentang hukuman mati. Keduanya berperang sengit merayu lidah Haala yang kelu.

Sialnya, Braheim pun terlihat setia menanti Haala walau sebelumnya berkata tengah terburu-buru. Haala tidak sekali pun mengangkat kepalanya, tetapi dirinya tahu jika sedari tadi Braheim tidak melepaskan tatapan tajam darinya. Tatapan tajam yang seolah mampu mendengar peperangan sengit antara logika dan hatinya saat ini.

"Ampuni hamba karena telah membuang waktu Anda yang berharga, Yang Mulia. Sepertinya yang akan hamba tanyakan tidak penting."

"Apapun yang menyangkut orang-orang terdekat penasihatku pastilah penting," balas Braheim.

"Sungguh hanya pertanyaan tidak penting, Yang Mulia. Kalau begitu hamba undur diri, silakan lanjutkan perjalanan Anda." Haala kembali membungkuk hormat.

"Sepertinya kau ingin bertanya alasan kenapa aku mengunjungimu setiap malam."

Spontan Haala menghentikan langkahnya. "Entahlah. Tak ada alasan pasti. Aku hanya berjalan-jalan karena kesulitan tidur, dan saat itulah aku menemukan sesuatu yang menenangkan, yaitu cahaya di salah satu ruangan di kediamanmu. Aneh bukan?" imbuh Braheim.

"Lalu kenapa Anda menangis?"

Braheim diam sesaat. "Cahaya itu terkadang terasa menenangkan, tetapi terkadang terasa meremas hatiku."

Terpopuler

Comments

Nindira

Nindira

Kurasa haala mulai suka sama dakraj

Apakah Haala akan oleng dari braheim

2022-12-11

0

Ria Diana Santi

Ria Diana Santi

😂😂🙃🙃 kalo kurang ajar, di hajar aja, Kak Seul!!!🤣🤣
Biar doi kagak tampan maning!

Iya bener!🙄🙄 Aku juga berasa aneh nih! Masa dalam waktu sekilas doang nih. Semuanyaaaaa udah berubah!!! 🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️ Duh, apa nggak keder tuh otaknya di Haala???

Daxraj lebih parah buat aku susah nebak ketimbang Morgan Tan, Kak Seul! 🤧💆🏻‍♀️

2022-01-12

1

ZasNov

ZasNov

Semua kejadian di masa lalu bener2 serba terbalik ya.. 😣
Kursi Ratu Kumari Kandam kosong, tidak ada selir, bahkan Jihan malah suka sama Daxraj bukannya Braheim 😅
Tapi Daxraj emang mempesona 🤩

Ada misteri apa ya, dibalik sakitnya Laasya, jadi penasaran banget soal Ayahnya Haala itu..🤔

Hmm, kasian sama Braheim.. Ternyata dia bukannya ingat kejadian di masa depan, cuma hatinya seolah masih mengenali Haala..
Sampai2 setiap malam, Braheim mengunjungi Haala, bahkan sampai menangis. Ah sedih.. 😩
Ditunggu kelanjutannya ya Kakak 🤗
Sehat, bahagia & sukses selalu ya 🥰
Semangat ⭐🌹⭐🌹⭐🌹⭐🌹⭐

2022-01-10

0

lihat semua
Episodes
1 CHAPTER 1
2 CHAPTER 2
3 CHAPTER 3
4 CHAPTER 4
5 CHAPTER 5
6 CHAPTER 6
7 CHAPTER 7
8 CHAPTER 8
9 CHAPTER 9
10 CHAPTER 10
11 CHAPTER 11
12 CHAPTER 12 + BONUS VISUAL
13 CHAPTER 13
14 CHAPTER 14
15 CHAPTER 15
16 CHAPTER 16
17 CHAPTER 17
18 CHAPTER 18
19 CHAPTER 19
20 CHAPTER 20
21 CHAPTER 21
22 CHAPTER 22
23 CHAPTER 23
24 CHAPTER 24
25 CHAPTER 25
26 CHAPTER 26
27 CHAPTER 27
28 CHAPTER 28
29 CHAPTER 29
30 CHAPTER 30
31 CHAPTER 31
32 CHAPTER 32
33 CHAPTER 33
34 CHAPTER 34
35 CHAPTER 35
36 CHAPTER 36
37 CHAPTER 37
38 CHAPTER 38
39 CHAPTER 39
40 PENGUMUMAN
41 PENGUMUMAN
42 CHAPTER 40
43 CHAPTER 41
44 CHAPTER 42
45 CHAPTER 43
46 CHAPTER 44
47 CHAPTER 45
48 CHAPTER 46
49 CHAPTER 47
50 CHAPTER 48
51 CHAPTER 49
52 CHAPTER 50
53 CHAPTER 51
54 CHAPTER 52
55 CHAPTER 53
56 CHAPTER 54
57 CHAPTER 55
58 CHAPTER 56
59 CHAPTER 57
60 CHAPTER 58
61 CHAPTER 59
62 CHAPTER 60
63 CHAPTER 61
64 CHAPTER 62
65 CHAPTER 63
66 CHAPTER 64
67 CHAPTER 65
68 CHAPTER 66
69 CHAPTER 67
70 CHAPTER 68
71 CHAPTER 69
72 CHAPTER 70
73 CHAPTER 71
74 CHAPTER 72
75 CHAPTER 73
76 CHAPTER 74
77 CHAPTER 75
78 CHAPTER 76
79 CHAPTER 77
80 CHAPTER 78
81 CHAPTER 79
82 CHAPTER 80
83 CHAPTER 81
84 CHAPTER 82
85 CHAPTER 83
86 CHAPTER 84
87 CHAPTER 85
88 CHAPTER 86
89 CHAPTER 87
90 CHAPTER 88
91 CHAPTER 89
92 CHAPTER 90
93 CHAPTER 91
94 CHAPTER 92
95 CHAPTER 93
96 CHAPTER 94
97 CHAPTER 95
98 CHAPTER 96
99 CHAPTER 97
100 CHAPTER 98
101 CHAPTER 99
102 CHAPTER 100
103 CHAPTER 101
104 CHAPTER 102
105 CHAPTER 103
106 CHAPTER 104
107 CHAPTER 105
108 CHAPTER 106
109 CHAPTER 107
110 CHAPTER 108
111 CHAPTER 109
112 CHAPTER 110
113 CHAPTER 111
114 CHAPTER 112
115 CHAPTER 113
116 CHAPTER 114
117 CHAPTER 115
118 CHAPTER 116
119 CHAPTER 117
120 CHAPTER 118
121 CHAPTER 119
122 CHAPTER 120
123 CHAPTER 121
124 CHAPTER 122
125 CHAPTER 123
126 CHAPTER 124
127 CHAPTER 125
128 CHAPTER 126
129 CHAPTER 127
130 CHAPTER 128
Episodes

Updated 130 Episodes

1
CHAPTER 1
2
CHAPTER 2
3
CHAPTER 3
4
CHAPTER 4
5
CHAPTER 5
6
CHAPTER 6
7
CHAPTER 7
8
CHAPTER 8
9
CHAPTER 9
10
CHAPTER 10
11
CHAPTER 11
12
CHAPTER 12 + BONUS VISUAL
13
CHAPTER 13
14
CHAPTER 14
15
CHAPTER 15
16
CHAPTER 16
17
CHAPTER 17
18
CHAPTER 18
19
CHAPTER 19
20
CHAPTER 20
21
CHAPTER 21
22
CHAPTER 22
23
CHAPTER 23
24
CHAPTER 24
25
CHAPTER 25
26
CHAPTER 26
27
CHAPTER 27
28
CHAPTER 28
29
CHAPTER 29
30
CHAPTER 30
31
CHAPTER 31
32
CHAPTER 32
33
CHAPTER 33
34
CHAPTER 34
35
CHAPTER 35
36
CHAPTER 36
37
CHAPTER 37
38
CHAPTER 38
39
CHAPTER 39
40
PENGUMUMAN
41
PENGUMUMAN
42
CHAPTER 40
43
CHAPTER 41
44
CHAPTER 42
45
CHAPTER 43
46
CHAPTER 44
47
CHAPTER 45
48
CHAPTER 46
49
CHAPTER 47
50
CHAPTER 48
51
CHAPTER 49
52
CHAPTER 50
53
CHAPTER 51
54
CHAPTER 52
55
CHAPTER 53
56
CHAPTER 54
57
CHAPTER 55
58
CHAPTER 56
59
CHAPTER 57
60
CHAPTER 58
61
CHAPTER 59
62
CHAPTER 60
63
CHAPTER 61
64
CHAPTER 62
65
CHAPTER 63
66
CHAPTER 64
67
CHAPTER 65
68
CHAPTER 66
69
CHAPTER 67
70
CHAPTER 68
71
CHAPTER 69
72
CHAPTER 70
73
CHAPTER 71
74
CHAPTER 72
75
CHAPTER 73
76
CHAPTER 74
77
CHAPTER 75
78
CHAPTER 76
79
CHAPTER 77
80
CHAPTER 78
81
CHAPTER 79
82
CHAPTER 80
83
CHAPTER 81
84
CHAPTER 82
85
CHAPTER 83
86
CHAPTER 84
87
CHAPTER 85
88
CHAPTER 86
89
CHAPTER 87
90
CHAPTER 88
91
CHAPTER 89
92
CHAPTER 90
93
CHAPTER 91
94
CHAPTER 92
95
CHAPTER 93
96
CHAPTER 94
97
CHAPTER 95
98
CHAPTER 96
99
CHAPTER 97
100
CHAPTER 98
101
CHAPTER 99
102
CHAPTER 100
103
CHAPTER 101
104
CHAPTER 102
105
CHAPTER 103
106
CHAPTER 104
107
CHAPTER 105
108
CHAPTER 106
109
CHAPTER 107
110
CHAPTER 108
111
CHAPTER 109
112
CHAPTER 110
113
CHAPTER 111
114
CHAPTER 112
115
CHAPTER 113
116
CHAPTER 114
117
CHAPTER 115
118
CHAPTER 116
119
CHAPTER 117
120
CHAPTER 118
121
CHAPTER 119
122
CHAPTER 120
123
CHAPTER 121
124
CHAPTER 122
125
CHAPTER 123
126
CHAPTER 124
127
CHAPTER 125
128
CHAPTER 126
129
CHAPTER 127
130
CHAPTER 128

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!