PREVIOUS CHAPTER
"Kalau begitu hamba pamit undur diri, Yang Mulia." Haala membungkuk seraya berjalan cepat keluar dari ruangan Braheim.
"Berhenti di sana, komandan. Sebelum aku menggunakan kekuasaanku tidak pada tempatnya."
Braheim melempar gulungan kertas ke lantai, lalu beranjak dari kursi yang sedari fajar sudah didudukinya. Haala menduga jika langkah penuh amarah Braheim ditujukan padanya yang telah berani bersikap lancang, namun salah. Braheim berjalan melewati Haala, keluar dari ruangannya, dan dengan suara lantang berkata pada semua orang di ruang tunggu jika agenda pertemuan hari ini selesai.
Terdengar jelas kumpulan orang penting di luar sana menyuarakan protes ini dan itu, tetapi Braheim tak mengindahkan dan memilih kembali masuk ke dalam ruang kerjanya. Spontan Haala menoleh, ketika pintu ruangan itu ditutup hingga membuat telinganya berdengung. Braheim kembali berjalan melewati Haala, dan mendengus lega setelah sebelumnya menjatuhkan tubuhnya di atas kursi goyang.
Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Braheim, pun Haala. Haala masih berdiri di tempatnya dengan sikap hormat sempurna. Sementara Braheim, terlelap hanya dalam hitungan detik. Haala tetap setia menundukkan pandangan, hingga dengkuran Braheim membuatnya tanpa sengaja mendongak. Situasinya saat ini cukup sulit, namun entah kenapa Haala malah memanjatkan syukur berulang kali pada Tuhan.
"Hamba pamit undur diri, Yang Mulia." Haala membungkuk hormat.
Haala melangkah sepelan mungkin agar tidak membangunkan Braheim, tetapi sia-sia saja karena rajanya itu bahkan tidak bergerak sedikit pun meski semilir angin membanting jendela ruangan. Haala menoleh ke belakang berkali-kali, memuaskan hatinya memandangi wajah damai Braheim yang belum tentu bisa dipandanginya lagi di lain kesempatan. Hingga waktu memaksa Haala menyudahi aktivitas lancangnya itu.
"Kenapa tidak mau terbuka?" tanya Haala dalam hati.
Ya, pintu ruangan itu tidak mau terbuka meski Haala sudah mengerahkan segala upaya. Haala lalu menoleh ke jendela, berniat menjadikannya sebagai celah terakhir. Tapi sialnya jendela itu pun enggan terbuka. Tidak ada jalan keluar lain, ruangan yang kini mengurungnya bersama Braheim benar-benar ruangan yang tak kalah misterius dari pemiliknya. Haala pun menyerah, dan memilih menunggu hingga Braheim terbangun. Namun.
"Sepertinya tidurmu nyenyak."
Spontan Haala beranjak dari kursi goyang. "Ampuni hamba, Yang Mulia."
"Bagaimana caraku mengampuni kelancanganmu yang tidak terhitung jumlahnya itu?"
Haala membungkuk. "Hamba siap menerima hukuman, Yang Mulia."
"Sudah kulakukan sejak dulu jika saja hati ini tidak sering ikut campur," balas Braheim.
"Ya?"
Braheim melempar gulungan kertas ke lantai. "Rasa penasaranku yang berlebihan pasti membuatmu kesulitan dan terpaksa berbohong. Kudengar umurmu akan langsung berkurang satu tahun jika berurusan dengan kebohongan. Aku berpuasa karena merasa harus bertanggung jawab."
"Dari mana Anda tahu tentang itu?"
Braheim diam sesaat. "Dari ayahku. Dia pernah bercerita jika kelemahan keturunan Yusef Bahadir bukan terletak pada lukanya, tetapi lisannya. Lalu aku juga diberitahu jika umur mereka bisa dikembalikan dengan cara berpuasa."
"Tapi itu bukan puasa biasa, Yang Mulia."
Braheim kembali melempar gulungan kertas yang dibacanya. "Lalu?"
"Itu Pavitr*."
*Pavitr* merupakan puasa penghapusan dosa yang dilakukan mulai dari matahari terbenam sampai matahari berada tepat di puncak kepala*.
"Lalu di mana letak masalahnya?" tanya Braheim lagi.
"Pavitr hanya boleh dilakukan oleh keluarga dan seseorang yang terikat hubungan pernikahan dengan hamba."
Braheim menoleh pada Haala. "Maka jika kau tidak menganggapku sebagai keluargamu, bukankah hanya perlu melangsungkan pernikahan?"
DEG! DEG! DEG!
...¤○●¤○●¤○●¤...
Jihan tersenyum puas mendengar laporan dari para pelayan pribadinya. Setelah menyanggupi perintah gila dari Jihan, mereka langsung membuat Shaant* dalam jumlah yang sangat banyak, dan dengan cepat mengedarkan racun mematikan tersebut ke dalam harem. Mereka bahkan berani menjamin dengan nyawa mereka sendiri jika tidak ada satu selir pun yang terlewat mengonsumsi Shaant.
*Shaant* adalah madu dari bunga langka yang dipercaya bisa membuat wanita menjadi mandul*.
Kini hanya tersisa dua orang wanita di Kerajaan Kumari Kandam yang belum disentuh Shaant, yakni Jihan, dan Haala. Para pelayan pribadi Jihan mengaku kesulitan mendekati Haala karena sejak insiden makanannya yang diam-diam dicampur ramuan penakluk, Haala menjadi semakin waspada. Haala tidak lagi makan makanan dari dapur kerajaan, atau menerima makanan kiriman dari siapa pun.
"Komandan Haala memasak makanannya sendiri, Yang Mulia," ujar pelayan kesatu Jihan.
"Benar, Yang Mulia. Tak jarang Komandan Haala juga pergi ke pasar untuk membeli roti dan susu di tempat yang berbeda," timpal pelayan kedua Jihan.
"Sulit sekali menemukan celah, Yang Mulia. Komandan Haala terlalu waspada." Pelayan ketiga Jihan menambahkan.
Jihan menoleh pada para pelayan pribadinya sambil menghembuskan asap Shisha* ke wajah mereka. "Lalu, kalian ingin aku turun tangan? Di cuaca seindah ini? Hanya untuk menemui langsung wanita rendahan itu, begitu?"
*Shisha* merupakan metode merokok asal Timur Tengah menggunakan tabung berisi air, mangkuk, pipa, dan selang. Di dalam tabung tersebut terdapat tembakau khusus yang dipanaskan dan ditambahkan perasa atau aroma, misalnya buah-buahan*.
"Ampuni kekurangan kami, Yang Mulia. Kami akan mencari cara yang lain," balas pelayan keempat Jihan.
"Waktuku terlalu berharga untuk mendengar omong kosong, jadi jangan berani menghadapku jika tidak membawa yang kuinginkan."
"Baik, Yang Mulia." Empat orang pelayan tersebut membungkuk kompak pada Jihan seraya berlalu.
Terlihat empat orang pelayan wanita baru saja keluar dari istana Jihan. Keempatnya berjalan beriringan sebelum akhirnya berpencar menjadi dua kelompok. Satu kelompok berisi satu orang tampak berjalan setengah berlari menuju tempat latihan Haala. Sementara satu kelompok lain yang berisi tiga orang berbelok menuju istana prajurit dengan langkah penuh kehati-hatian.
Keempat pelayan itu tidak terpikirkan cara apapun lagi selain memaksa Haala menenggak racun bunga Shaant dalam jumlah yang dirasa cukup membuat rahim Haala menjadi cacat. Satu dari mereka bertugas memastikan kapan Haala akan selesai berlatih. Lalu tiga yang tersisa dari mereka, menyusup ke kamar Haala, bersiap membuat Haala pingsan dan kemudian mencekokinya dengan racun.
"Kenapa kalian berkeliaran di sini?"
"Salam, Penasihat." Para pelayan pribadi Jihan membungkuk pada Murat.
"Kami sedang menjalankan tugas dari Yang Mulia Ratu."
Murat menghela napas menanggapi salah seorang pelayan Jihan. "Apalagi yang wanita gila itu rencanakan kali ini?"
"Maaf, Penasihat. Yang Mulia Ratu meminta kami untuk merahasiakannya terutama dari Anda," jawab pelayan Jihan.
"Jangan mengusik wanita favorit Raja Kumari Kandam jika tidak ingin kembali merasakan dinginnya penjara bawah tanah. Sampaikan itu pada tuan kalian." Murat berlalu dengan langkah cepat.
Namun di tengah-tengah perjalanannya menuju perpustakaan kerajaan, Murat menghentikan langkah cepatnya. Perasaan resah dan gelisah mendadak menggelayuti Murat. Murat melihat ke arah tempat latihan Haala, lalu beralih melihat ke arah tiga orang pelayan suruhan Jihan yang kini tengah berjalan mengendap menuju kamar tidur Haala di lantai sembilan.
"Hah, dasar wanita gila itu. Akan lebih baik jika dia bermain dengan pria-pria dari rumah bordil daripada bermain dengan nyawanya yang hanya satu," gumam Murat seraya memutar langkahnya menuju istana prajurit.
...¤○●¤○●¤○●¤...
Haala memandangi dua buah gelas kecil berisi ramuan penghilang ingatan di depannya. Sesekali Haala juga memandangi Daxraj, mengikuti gerak mata indah itu demi memantapkan rasa percayanya. Ramuan berwarna putih pucat tersebut merupakan ramuan penghilang ingatan pertama yang dibuat khusus oleh Daxraj.
Rasa tidak percaya yang menyebar dalam diri Haala terkalahkan oleh rasa takutnya. Haala takut jika kenangannya bersama Braheim selama ini akan terhapus. Meski lebih banyak kenangan menyakitkan daripada membahagiakan, entah kenapa Haala tetap ingin mempertahankan semua kenangan itu, bahkan berniat membawanya sampai mati.
Tetapi mau tak mau Haala harus berani mengambil risiko, demi membalas hutang nyawanya pada Daxraj. Haala menarik napas dalam, sebelum akhirnya meraih gelas kecil di depannya. Namun, seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar tidurnya membuat Haala kembali meletakkan gelas itu ke tempat semula.
"Yang Mulia? Bagaimana Anda bisa masuk ke sini?"
"Apakah rasa ingin tahumu lebih penting daripada memberiku salam?" Braheim balik bertanya pada Haala.
Spontan Haala membungkuk hormat. "Panjang umur, dan terbekatilah selalu, matahari Kumari Kandam."
Braheim melirik ke arah Daxraj. "Dia adalah pemimpin suku pengembara yang sering hamba ceritakan, Yang Mulia," imbuh Haala.
"Aku tahu. Kami sudah pernah bertemu sebelumnya."
Haala diam sesaat. "Sudah pernah bertemu? Tapi kenapa ingatan Anda tidak terhapus?"
"Entahlah. Kurasa dia yang lebih tahu jawabannya." Braheim berjalan mendekati Haala dan Daxraj.
Spontan Daxraj beranjak, membuat langkah Braheim seketika terhenti. "Ya, aku tahu."
Atmosfer hening mendadak menyeruak memenuhi kamar tidur tanpa perapian itu. Baik Braheim, Haala, pun Daxraj tidak ada yang kembali bersuara. Braheim dan Haala kompak bersabar menanti Daxraj memberitahukan jawaban yang mereka nantikan, namun tak kunjung ada tanda-tanda bahwa Daxraj akan membuka mulut.
Hingga Braheim menarik pedangnya, karena Daxraj yang tiba-tiba hendak menyentuh sebelah pundak Haala. Atmosfer hening dalam sekejap berubah menjadi menegangkan, karena dua orang pria yang kini saling menatap tajam. Pedang Braheim semakin mantap mengarah ke leher Daxraj, ketika Daxraj akhirnya membuka mulut.
"Ada tiga golongan yang ingatannya tidak bisa kuhapus. Orang-orang yang menjadi pelayan setia Dewa di kehidupan terdahulu, orang-orang yang taat pada agamanya, dan wanita yang membawa separuh hatiku," ujar Daxraj seraya menoleh pada Haala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
auliasiamatir
panas... panas...
2022-10-26
0
Ichi
waaaah, makin menarik ceritanya 😍
2022-10-20
0
Ichi
hahaha kepala batu emang 🤣
2022-10-20
0