Suara samar mulut-mulut yang tengah asyik menggunjing semakin jelas terdengar seiring dengan semakin dekatnya langkah kaki Haala menuju panggung megah hukuman mati. Meski demikian, masih ada cukup banyak mulut-mulut yang terkunci, di mana itu artinya masih ada cukup banyak pula orang-orang yang memercayai Haala walau tidak memiliki kuasa sedikit pun untuk membela.
Hanya tersisa beberapa langkah sampai kepala Haala menggelinding di tanah alun-alun kota yang lembap, namun dua orang pengawal menghentikan langkahnya dan menghadapkannya ke arah utara, ke arah Jihan berada. Seolah tak suka melihat Haala menikmati cuaca sejuk pagi itu lebih lama, spontan Jihan pun beranjak, berniat menanyakan pertanyaan klasik perihal pesan terakhir calon orang mati.
"Ada ramuan penyembuh yang hamba tinggalkan di penjara tempat hamba ditahan. Tolong berikan ramuan itu pada Yang Mulia Raja."
"Bagaimana bisa aku memercayaimu? Besar kemungkinan itu bukan ramuan penyembuh tapi racun mematikan seperti yang kau berikan padaku dan para selir," balas Jihan pada Haala.
"Maka beruntunglah hamba yang akan segera bertemu Yang Mulia Raja di surga."
Jihan mendecak, "Pengawal, penggal dia."
Dua orang pengawal langsung mendorong Haala menuju Tamaasha*, lalu dengan kasar menelungkupkan tubuh Haala di atas Tamaasha. Seorang pria yang bertindak sebagai eksekutor sudah siap melepaskan tali penahan Tamaasha, kapan pun sang Ratu Kumari Kandam menganggukkan kepalanya. Dan tali penahan pun dilepas. Namun, pisau raksasa berkilauan itu tak kunjung menyentuh leher Haala.
...*Tamaasha* merupakan alat penggal raksasa yang sering digunakan untuk menghukum para penjahat*....
Perlahan Haala membuka matanya, dan langsung melihat Tamaasha yang hanya tersisa sejengkal dari lehernya. Setelah tercengang cukup lama, Haala lalu mengalihkan pandangannya ke sekitar. Tampak semua orang tidak bergerak, pun burung pemakan bangkai yang sedari tadi beterbangan mengelilingi Tamaasha. Sang waktu jelas tengah dipaksa berhenti oleh sesuatu yang lebih kejam darinya.
Sesuatu yang ternyata adalah seorang pria dari kelompok suku pengembara. Pria berparas di atas rata-rata itu, Daxraj, terlihat tengah berjalan keluar dari kerumunan penonton. Entah sejak kapan kemunculan Daxraj membuat Haala menghela napas syukur. Haala hanya merasa seakan sudah aman jika sosok pria terlampau rupawan beserban hitam pegam itu menampakkan batang hidungnya.
"Terima kasih."
"Sama sekali tidak cukup hanya dengan ucapan terima kasih," sahut Daxraj pada Haala.
Haala diam sesaat. "Akan kulakukan. Apapun itu."
"Kenapa baru sekarang?" tanya Daxraj.
"Karena aku baru menyadari jika memang hanya ada dua pilihan untuk menyelamatkan dunia ini dari kebinasaan."
"Lalu pilihan mana yang akhirnya kau pilih?"
Haala kembali diam. "Semuanya."
Daxraj tak menjawab, hanya sedikit mengerutkan dahinya. "Kembalikan aku ke masa sebelum menjadi komandan perang Kumari Kandam, dengan status baru sebagai kekasihmu," imbuh Haala.
"Kekasih?"
Haala mengangguk menanggapi Daxraj. "Bukankah waktu itu kau bilang tidak sudi mendapatkan hati serta tubuh wanita yang melihatmu sebagai pria lain? Oleh karenanya aku akan mencoba melihatmu sebagai dirimu sendiri."
"Aku menolak."
"Kenapa?" tanya Haala.
"Karena hatimu mudah goyah," jawab Daxraj.
"Apa kau juga memiliki kemampuan untuk memutar waktu ke masa kini?"
Daxraj mengangguk menanggapi Haala. "Maka jika nanti kau mendapati hatiku goyah, kau hanya perlu mengembalikanku ke masa kini, ke situasi yang sama persis seperti saat ini," tambah Haala.
Tak ada jawaban dari Daxraj, tetapi kerut di dahi pria terlampau rupawan itu perlahan mulai memudar. Terdengar samar rapalan mantra berbahasa asing yang digumamkan oleh Daxraj, yang perlahan membuat angin mulai berhembus kasar, hingga mampu menggeser jarum waktu ke arah yang tidak seharusnya, ke arah yang entah ada restu Tuhan atau tidak di dalamnya.
"Main apane jeevan ke ek hajaar saal unakee aatma ko ateet mein vaapas bhejane ke lie samarpit karata hoon, bhavishy ke vinaash ke yuddh ko rokane ke prayaas mein."
T/N: Aku mempersembahkan seribu tahun umurku untuk mengirim jiwanya kembali ke masa lalu, sebagai upaya menghentikan perang kehancuran di masa depan.
...¤○●¤○●¤○●¤...
Terik hangat matahari yang menerobos celah jendela sebuah kamar, membuat si penghuni kamar perlahan membuka matanya. Si penghuni kamar, Haala, langsung melompat dari kursi goyang karena merasa asing dengan suasana di sekitar. Namun Haala kembali menjatuhkan tubuhnya ke kursi tersebut setelah mendapati sosok sang adik, Laasya, tertidur pulas di ranjang.
"Kupikir aku benar-benar sudah mati," gumam Haala seraya memegangi lehernya.
Seharusnya Haala memang sudah mati, tetapi lagi-lagi Daxraj menjadi malaikat penolongnya. Haala ingat betul di mana seharusnya dirinya kini berada. Bukan di kursi goyang berderit menakutkan, melainkan di panggung megah Tamaasha. Namun ternyata Daxraj menyetujui pinta Haala meski tanpa berucap sepatah kata. Haala pun kembali ke masa lalu, ketika usianya masih empat belas tahun.
KLEK!
"Kau bangun lebih awal rupanya."
Spontan Haala menoleh pada sang ibu yang baru saja memasuki kamar Laasya. "Tidurlah lagi. Kau tidak boleh sampai kelelahan," imbuh ibu Haala.
Haala beranjak dari kursi goyang. "Ya. Aku akan beristirahat hari ini."
"Jangan lupa janjimu dengan Daxraj sore nanti."
Haala tersentak. "Sudah ibu duga kau melupakannya. Kau harus mencoba gaun pengantinmu yang indah itu," tambah ibu Haala.
"Ah, jadi dia hanya mengirimku kembali tapi tidak setuju jika aku hanya menjadi kekasihnya."
"Apa maksudmu? Penasihat sempurna sepertinya tidak akan tertarik menjalin hubungan jangka pendek yang hanya membuang-buang waktu," balas ibu Haala.
"Apa? Penasihat? Tunggu, mungkinkah dia adalah Penasihat Yang Mulia Raja?" tanya Haala lagi.
"Sebenarnya apa maksudmu? Tentu saja dia penasihat Yang Mulia Raja. Kau pikir ada berapa banyak penasihat di Kumari Kandam yang sesempurna dirinya? Tampan, cerdas, taat beribadah, dan gemar berbuat baik. Sungguh suatu keberuntungan dia mau masuk di keluarga kita."
"Lalu di mana Penasihat Murat?"
"Murat? Siapa itu Murat?" Ibu Haala balik bertanya.
Haala mengabaikan mimik wajah ingin tahu sang ibu, dan memilih keluar dari kamar tidur Laasya dengan langkah setengah berlari. Haala sama sekali tidak menduga jika masa lalunya akan berjalan keluar dari jalur. Haala pun berniat untuk menemui Daxraj, tetapi langkahnya terhenti ketika mendapati ruang makan kediamannya yang tengah dikuasai orang-orang yang tidak seharusnya ada.
Sepasang paruh baya yang tak lain adalah nenek dan kakek Haala yang jelas-jelas telah meninggal karena penyakit, kini ada di hadapannya, beraktivitas layaknya biasa. Sang kakek duduk di salah satu kursi makan, menikmati Idli* terlezat di Kumari Kandam. Sementara sang nenek, sibuk memasukkan beragam bumbu rahasia ke dalam panci berisi kari sambil terus mengomel.
*Idli* bentuk idli ini menyerupai pancake atau mirip dengan serabi ala Indonesia. Idli terbuat dari fermentasi lentil dan beras yang dikukus dan biasanya dimakan bersama dengan kari sayuran pedas*.
"Kenapa berdiri saja di sana? Cepat bantu siapkan sarapan. Dasar lamban." Nenek Haala mendecak sembari mencicipi kari ayam buatannya.
Haala terdiam, merasakan jantungnya yang kini berdegup hebat. "Kenapa tak bergegas? Bantu nenekmu la--"
"Di mana ayah? Tolong jangan katakan dia berada di Kerajaan Kumari Kandam," sela Haala pada ibunya.
"Tentu saja. Memang di mana lagi? Ayahmu baru saja pergi untuk menghadiri upacara penobatannya sebagai komandan perang Kumari Kandam," jawab Ibu Haala.
"Apa?"
Ibu Haala menggeleng-geleng menanggapi Haala. "Kenapa hari ini kau sangat aneh? Cepat bantu nenekmu lalu antar bekal makan siang untuk ayahmu dan Daxraj."
Haala menahan keinginannya untuk berlari keluar dari rumah demi bisa sesegera mungkin menemui Daxraj dan meminta penjelasannya perihal kemustahilan yang tengah terjadi saat ini. Tetapi Haala urungkan sebab menanti waktu makan siang rasanya lebih tepat daripada membuat keributan seperti seorang gadis yang kerasukan iblis sesaat setelah bangun dari tidurnya.
...¤○●¤○●¤○●¤...
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam dengan kereta kuda kerajaan yang dikirim Daxraj, Haala pun tiba di Kerajaan Kumari Kandam. Setibanya di sana, Haala langsung disambut oleh Daxraj yang tampak berwibawa dengan pakaian khas penasihat. Alih-alih terhanyut dalam ketampanan Daxraj yang keterlaluan, Haala malah langsung meluapkan amarah yang sedari pagi ditahannya setengah mati.
"Apa yang kau lakukan? Kau mengubah semuanya. Ini bukan masa laluku."
Daxraj tak menjawab. "Kau tidak hanya menghilangkan posisi Penasihat Murat tapi juga menghidupkan keluargaku yang jelas-jelas sudah mati berbelas tahun silam? Apa itu masuk akal?" imbuh Haala.
"Buku aneh apalagi yang kau baca kali ini?" tanya Daxraj seraya mengambil alih bungkusan berukuran sedang yang dibawa Haala.
"Apa?"
"Aku sama sekali tidak mengerti satu pun perkataanmu jadi kupikir semua yang kau katakan pastilah berasal dari buku aneh yang sering kau baca," jawab Daxraj.
"Tidak ada siapa pun di sini jadi berhenti berpura-pura."
"Kau yang memintanya." Daxraj tiba-tiba menggandeng tangan Haala.
Wajah Haala memerah, bukan karena sentuhan tangan hangat Daxraj yang melahap seluruh tangannya, melainkan karena pandangan semua orang yang kini tertuju pada mereka. Haala berulang kali meminta Daxraj untuk melepaskan tangannya, tetapi Daxraj seolah mengacuhkan dan malah semakin bersemangat memamerkan kemesraannya di depan khalayak yang mulai salah tingkah.
"Lepaskan aku."
Daxraj tersenyum menanggapi Haala. "Kenapa? Bukankah kau yang memintaku untuk berhenti berpura-pura?"
"Jadi kalian yang membuat semua orang mengabaikan kehadiranku?"
DEG!
Spontan Daxraj menoleh, dan membungkuk pada Braheim. "Panjang umur, dan terbekatilah selalu, matahari Kumari Kandam."
Braheim melirik ke arah Haala yang kini mematung. "Apa kau juga sedang mengabaikanku?"
DEG! DEG!
"Ampuni kelancangan calon istri hamba, Yang Mulia. Haala, cepat beri salam." Daxraj menarik tangan Haala, memintanya untuk membungkuk.
DEG! DEG! DEG!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
mama Al
aku sudah deg-degan nih
2022-12-23
0
Nindira
Ngeri banget itu hukumannya tapi untungnya daxraj segera datang menolong Haala jadi leher Haala tak terpisahkan dari Tubuhnya
2022-12-03
0
Ichi
haaaaah? 😱😱😱🙄
2022-10-25
0