"Ya? Maksud hamba bukan seperti itu, Yang Mulia, mohon jangan salah paham."
Braheim tersenyum menanggapi Haala. "Ternyata kau sangat payah."
"Ya?"
"Apa tempat yang akan kita tuju masih jauh?" Braheim balik bertanya.
"Benar, Yang Mulia. Tempat itu ada di belakang Gunung Maatam."
Braheim memiringkan kepalanya. "Gunung Maatam? Aku baru mendengarnya. Ada apa di sana?"
"Kebahagiaan."
"Ah, kalau begitu bergegaslah karena saat ini aku sangat ingin bahagia," sahut Braheim.
Haala membawa Braheim ke Bukit Prashansaneey. Di tempat yang terletak sangat jauh dari Kumari Kandam itu hanya terdapat tumbuhan ilalang langka yang sangat subur meski hidup di dataran tinggi. Jika umumnya ilalang berwarna putih, di Prashansaneey hanya ada ilalang berwarna hitam. Warnanya yang senada dengan langit malam membuat mereka tampak serasi saat hari mulai gelap.
Braheim melompat dari kuda, sibuk memuaskan indranya dengan ketakjuban. Haala merasa puas karena tempat yang spontan terlintas di pikirannya sukses membuat Braheim bisa sejenak melupakan kepelikan urusan kerajaan. Kaki Braheim melangkah dengan sendirinya, masuk membelah rimbun ilalang hitam. Haala hanya setia mengekori Braheim, ke mana pun rajanya itu ingin.
Ketakjuban Braheim kian menjadi ketika kakinya menginjak jantung Prashansaneey. Terdapat sepetak tanah kosong yang anehnya tidak ditumbuhi apapun. Dan yang lebih aneh, sesaat setelah memandangi tanah kosong itu Braheim seperti diserang rasa kantuk yang hebat. Braheim pun berniat kembali, tetapi Haala tiba-tiba menghamparkan jubahnya di atas tanah kosong tersebut.
"Berbaringlah, Yang Mulia. Anda pasti mulai mengantuk."
Braheim melangkah mendekati tanah kosong. "Lalu? Kau ingin aku tidur? Mungkinkah kau berniat kabur dan meninggalkanku di sini? Jangan lakukan itu. Jika ingin mencelakaiku lakukan dengan cara biasa saja."
Haala tertawa sesaat, namun buru-buru membungkuk hormat. "Ampuni hamba, Yang Mulia."
Braheim tak menjawab. "Hamba siap menerima hukuman atas kelancangan hamba, Yang Mulia," imbuh Haala.
"Tawamu sangat indah."
Haala mendongak. "Ya?"
"Raja idiot mana yang akan memberi hukuman pada sesuatu yang indah?" Braheim merebahkan tubuhnya di atas tanah kosong.
"Belas kasih Anda tiada tara, Yang Mulia."
Braheim menoleh pada Haala. "Kau juga berbaringlah."
"Hamba tidak bisa melakukan itu, Yang Mulia."
"Sekali pun itu perintah mutlak dariku?"
Haala tak kuasa berkata-kata, dan hanya bisa merayu tubuhnya agar mau bergerak menuruti perintah Braheim. Kini keduanya sudah berbaring berdampingan sembari memandangi kerlip penghuni langit malam. Perlahan tapi pasti, jantung Haala mulai menciptakan suara berisik pengundang aib, yang seakan tidak bisa diredam dengan siasat apapun, dengan campur tangan Tuhan sekali pun.
Tanah kosong yang kini menjadi pembaringan Haala dan Braheim dikenal ajaib baik dari segi penampakan pun manfaat. Berbeda dengan tanah di sekitarnya yang tampak sangat subur, tanah ajaib malah sebaliknya, kering kerontang. Konon siapa saja yang berbaring di atas tanah ajaib akan tertidur, dan kemudian dibawa kembali ke masa-masa indah yang terkubur.
Braheim menguap. "Aku tidak pernah merasa semengantuk ini."
"Silakan tidur, Yang Mulia. Karena setelahnya Anda akan merasakan kebahagiaan."
"Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku merasa bahagia. Mungkin seusai bercinta, tapi itu pun hanya sesaat. Bagaimana denganmu?"
Haala diam cukup lama, membuat Braheim menoleh dan kembali bertanya padanya, "Kenapa? Kau tidak pernah bahagia atau, tidak pernah bercinta?"
"Semua orang pasti pernah bahagia, Yang Mulia," jawab Haala akhirnya.
"Bagaimana dengan bercinta?" tanya Braheim lagi.
"Semua orang juga pasti pernah bercinta, Yang Mulia."
"Termasuk kau?"
Haala kembali diam. "Ya, Yang Mulia."
"Benarkah? Beritahu aku bagaimana rasanya?"
Haala terdiam lagi. "Sangat membahagiakan."
"Salah."
Spontan Haala menoleh pada Braheim karena terlampau terkejut. "Rasanya lebih dari membahagiakan. Tapi mengingat tidak ada sebutan yang bisa mewakili, rasa seusai bercinta menjadi tidak bisa dideskripsikan dengan rasa apapun," tambah Braheim.
Braheim masih melanjutkan, "Kau harus banyak berlatih jika tidak ingin terlihat payah saat berbohong, komandan."
...¤○●¤○●¤○●¤...
PRANG!
Suara gaduh terdengar dari dalam kamar Jihan. Wanita berambut hitam sepanggul dengan pakaian bertabur batu permata itu kembali memamerkan tabiat buruknya, melemparkan segala perkakas mewah ke mana pun tangannya berkehendak. Bahkan beberapa pelayan pribadi Jihan sampai mengalami luka serius di dahinya karena terkena lemparan murka dari Jihan ketika mereka tengah membersihkan pecahan perkakas.
Kemurkaan Jihan bermula saat Braheim mulai sering melewatkan malam panas mereka dengan alasan lelah. Jihan berpikir jika perubahan sikap Braheim dipicu oleh para selir rendahan yang sangat haus dengan keperkasaan Braheim, tetapi menurut laporan kaki tangan Jihan, Braheim juga melewatkan malam dengan para selirnya karena tengah disibukkan dengan urusan pembukaan jalur perdagangan baru.
Jihan pun mengutarakan niat tulusnya untuk ikut serta dalam menyelesaikan urusan Braheim yang memusingkan itu, namun Braheim menolak dengan alasan masuk akal yang bagi Jihan malah terdengar sebaliknya. Jihan yang telah sepenuhnya dikuasai kemurkaan lantas kembali berbuat gila. Dua orang pria dari Svarg* sengaja dipanggil diam-diam oleh Jihan ke istana ratu untuk membuat ranjang mewahnya terbengkalai.
*S**varg** adalah tempat penampungan para budak pria berwajah rupawan. Sebagian dari mereka dikirim ke rumah bordil, dan sebagian lagi dikirim secara rahasia ke istana ratu atau harem.
"Bagaimana bisa Raja Braheim membuat wanita secantik Anda kesepian?" tanya pria panggilan pertama yang tengah sibuk menghujam mahkota Jihan.
"Raja Braheim yang adil selalu sibuk. Beliau tidak mungkin mampu memuaskan Yang Mulia Ratu beserta ratusan selirnya," timpal pria panggilan kedua yang juga tengah sibuk menggelinjangkan tubuh Jihan.
Jihan mengerang, namun berusaha berbicara sejelas mungkin. "Persetan dengan Braheim, puaskan aku saja."
"Dengan senang hati, Yang Mulia," balas pria panggilan satu dan dua bersamaan.
Sementara itu di depan pintu kamar Jihan, terlihat Murat tengah memerintahkan dua orang penjaga untuk menghalangi siapa saja yang ingin menemui Jihan, sekali pun itu Braheim. Bahkan Murat tak ragu memberi izin pada mereka untuk melukai jika memang situasinya tidak tertolong.
Biasanya Jihan hanya akan memanggil wakil komandan perang Kumari Kandam untuk menggantikan Braheim, namun kali ini entah iblis dari mana yang mendorongnya memanggil pria dari luar Kumari Kandam. Murat bahkan sampai membunuh dua belas orang yang dia khawatirkan bisa sewaktu-waktu membocorkan ulah gila Jihan.
Lalu hingga para pria panggilan itu kembali ke tempat asalnya, Murat akan terus berada di samping Braheim, mati-matian menahan tuannya yang sangat peka itu agar tidak melangkahkan kaki ke istana Jihan. Namun kali ini yang harus ditahannya bukan Braheim, melainkan dirinya sendiri.
"Aku sudah melakukan ritual pemanggilan seperti yang kau tulis, Penasihat, tetapi tetap tidak ada siapa pun yang muncul."
"Kau yakin tidak ada yang terlewat?" Murat menanggapi Haala sembari menoleh ke sana ke mari.
"Ya. Aku sangat yakin. Apa saat ini kau sedang senggang? Mungkin kita bisa pergi bersama ke kuil itu."
"Itu terdengar menyenangkan, tapi sayang sekali aku sedang sibuk." Murat masih menoleh ke sana ke mari.
"Apa telah terjadi sesuatu?"
"Ya. Aku sedang menjaga nyawa wanita gila," jawab Murat.
"Yang Mulia Ratu?"
Spontan Murat menoleh pada Haala, menahan tawa, tapi kemudian berdeham, "Daripada itu, apa saat ritual pemanggilan kau bersama seseorang?"
"Tidak, hanya aku."
Murat diam sesaat. "Di mana kau mengikat kudamu?"
"Tidak jauh dariku."
"Ah, kurasa itu masalahnya. Saat ritual pemanggilan pastikan tidak ada makhluk hidup lain kecuali kau. Yang kutahu suku pengembara hanya datang untuk satu nyawa," terang Murat.
Haala mengangguk menanggapi Murat. "Aku mengerti. Aku akan mencobanya lagi. Terima kasih untuk waktumu, Penasihat."
"Sebenarnya dia yang terlalu mudah dikelabui atau aku yang terlalu lihai berdusta?" tanya Murat dalam hati.
...¤○●¤○●¤○●¤...
Haala mengusap punggung tangan Adik perempuannya, Laasya, berulang kali, seraya menanyakan hadiah apa yang dia inginkan di hari ulang tahunnya pekan depan. Meski hanya ditanggapi Laasya dengan tatapan kosong, Haala tak henti menyuguhkan senyum pada gadis empat belas tahun yang sangat kurus itu.
Sejak ditemukan di dalam hutan dalam keadaan telanjang bulat enam tahun silam, Laasya tidak lagi mau berbicara. Kebisuaan Laasya membuat apa yang menimpanya di masa lalu terus menjadi misteri sampai sekarang. Meski begitu, Haala dan keluarganya terus berupaya mengungkap kebenaran.
Namun upaya itu perlahan mengendur sejak kepergiaan kakek, nenek, serta ayah Haala. Berbeda dengan ibu Haala yang kini memilih berpasrah pada Tuhan, Haala bersikeras untuk memulihkan kondisi Laasya, dan mengungkap perihal peristiwa enam tahun silam yang telah merampas keceriaan sang adik.
"Aku pergi untuk membawakanmu ramuan. Kau akan sembuh dan mendapatkan hidupmu kembali, Adikku." Haala memeluk erat Laasya.
"Berapa lama?"
Haala melepas pelukannya saat mendapati sang ibu datang. "Entahlah. Tempat yang kutuju semakin jauh karena tidak bisa ditempuh dengan kuda."
"Jadi kau akan berjalan kaki?"
Haala mengangguk. "Tidak ada pilihan lain."
"Kita sudah mencoba segala ramuan dari berbagai tempat. Bukankah tidak tersisa ramuan apapun lagi selain mukjizat?"
"Jangan menyerah, Bu."
Ibu Haala menghela napas. "Bahkan kakek, nenek, dan ayahmu pasti akan menyerah jika saat ini mereka masih hidup. Tidak ada lagi yang bisa kita upayakan."
"Ini upaya terakhirku, Bu. Berikanlah restumu."
Ibu Haala kembali menghela napas. "Delapan ratus enam kali. Kau sudah meminta restuku sebanyak itu, Haala."
"Ini benar-benar yang terakhir."
Ibu Haala tak henti menghela napas. "Lebih baik duduk menanti suku pengembara mengetuk pintu rumah kita dan memberi ramuan ajaib secara cuma-cuma, daripada berupaya yang sudah jelas tidak menghasilkan."
TOKK.. TOK.. TOK..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Nindira
Braheim sama Haala romantisnyaaaa🥰🥰🥰 Apa Braheim gak bisa baca isi hati Haala yang love love sama dia?
Haala ketahuan bohong
2022-10-26
1
Ichi
lanjut baca lagi 💃💃💃
2022-10-19
0
Ichi
hadeh Murat kang nipu 🤦🏿♀️
2022-10-19
0