Keberadaan sukunya yang terus-menerus diusik bahkan oleh Ratu Kumari Kandam, membuat pemimpin suku pengembara, Daxraj Natesh, tidak segan untuk menghapus ingatan sang ratu juga semua orang di Kerajaan Kumari Kandam. Daxraj geram, karena semakin hari semakin banyak saja orang yang penasaran dan ingin bertemu dengan sukunya.
Mulanya Daxraj ingin melakukan penghapusan ingatan total seperti yang dilakukannya pada kaki tangan Jihan, tetapi diurungkannya mengingat dampak fatal yang akan terjadi. Akhirnya seperti biasa, Daxraj hanya menghapus ingatan seputar keberadaan sukunya saja. Dan malam ini, tiba giliran Raja Kumari Kandam yang ingatannya akan dihapus.
Terlihat Braheim tengah berendam di dalam kolam air panas, sembari mengumpat membaca buku harian Haala. Tetapi beberapa baris kalimat yang dibaca Braheim membuat Daxraj lupa sesaat dengan tujuannya mendatangi penguasa Kumari Kandam itu. Jantung Daxraj sedikit ribut, mendengar untaian kata-kata manis yang dibaca Braheim.
"Sorot matanya mencekik, dan wajahnya sangat buruk rupa. Dari mana mereka tahu? Kurasa dia memiliki mata yang sangat indah, dan wajah yang mungkin saja lebih rupawan dari Raja Braheim. Bukankah yang terpenting adalah hatinya yang mulia karena tidak henti memikirkan nyawa setiap makhluk di muka bumi ini?"
DEG! DEG!
"Aku juga memiliki mata yang indah. Lalu dari mana dia tahu jika pemimpin suku itu lebih tampan dariku? Dan jelas-jelas hatikulah yang paling mulia. Aku banyak mengampuni nyawa orang-orang zalim," imbuh Braheim seraya melemparkan buku harian Haala ke belakang.
DEG! DEG! DEG!
Jantung Daxraj semakin terdengar ribut, ketika buku kecil lusuh yang dilemparkan Braheim jatuh tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Daxraj berniat melihat siapa pemilik buku harian yang sukses membuat jantungnya ribut itu, namun tak sempat karena kini Braheim sudah berdiri di depannya, siap mengayunkan pedang.
Kini Braheim dan Daxraj saling menatap, dan mengamati satu sama lain. Braheim yakin jika pria bak raksasa di depannya adalah pria yang dilihatnya di balkon kamar Haala tempo hari. Sambil menurunkan pedangnya Braheim berbalik, dan mulai berjalan menjauhi Daxraj. Braheim kembali mengumpat, karena tidak terima dengan ketepatan tebakan Haala.
"Ternyata matanya memang indah. Dan sial. Sepertinya dia juga lebih tampan dariku. Apa dia menyukai pria bertubuh tinggi dan besar? Bagaimana caraku memiliki tubuh seperti itu dalam waktu singkat?" tanya Braheim dalam hati.
"Braheim Bhaavesh."
Spontan Braheim menghentikan langkahnya. "Aku datang untuk menghapus ingatanmu," imbuh Daxraj.
"Kurasa tidak perlu. Bukankah aku tidak mengusik sukumu?"
"Hanya untuk berjaga-jaga."
Braheim berbalik. "Aku pandai menjaga rahasia."
"Aku tahu. Aku melakukannya demi ketenangan sukuku."
"Aku paham situasimu. Baiklah, tapi jawab dulu beberapa pertanyaan dariku," balas Braheim.
Daxraj hanya diam. "Siapa namamu?"
"Daxraj Natesh."
Braheim mengangguk. "Apa kau dan sukumu berada di pihak Kumari Kandam?"
"Ya."
"Bagus. Lalu, apa kau manusia?" tanya Braheim lagi.
"Ya."
Braheim mengernyitkan dahinya. "Manusia macam apa yang bisa tiba-tiba menghilang dan menghapus ingatan seseorang?"
"Itu bakat turun-temurun dari leluhur kami."
"Begitu rupanya. Lalu, kau tidak perlu menjawab ini jika tidak berkenan. Tubuh seperti itu, apa aku juga bisa memilikinya?" tanya Braheim seraya berdeham berulang kali.
"Tidak."
"Sial," umpat Braheim dalam hati. "Baiklah yang terakhir, apa kau tidur dengan Haala?"
"Tidak."
Spontan Braheim tersenyum bahagia. "Senang mendengarnya. Kalau begitu, cepat lakukan penghapusan ingatan yang kau maksud. Aku mulai kedinginan."
Daxraj mendekati Braheim dengan langkah secepat angin. Mulut Braheim hanya membulat menyaksikan kejadian luar biasa yang tersuguh di depan matanya. Daxraj lalu menyentuh dahi Braheim, dan memulai ritual penghapusan ingatan. Setelah yakin ingatan Braheim telah terhapus, Daxraj berniat mengambil buku harian Haala dan pergi. Namun.
"Singkirkan tanganmu dari buku itu, Daxraj Natesh," ujar Braheim seraya kembali menarik pedangnya.
...¤○●¤○●¤○●¤...
Rumor buruk tentang Jihan mulai menyebar sejak dirinya dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah. Jihan yang dulunya sangat disegani, kini menjadi bahan olok-olokan hampir setiap detik. Merasa tidak melakukan kesalahan, dan terlebih tidak terima mendapat perlakuan lancang dari sekitar, Jihan pun kembali mendatangi Braheim di istana timur.
Kali ini Braheim mengizinkan Jihan berkunjung, karena memahami kebingungan Jihan. Meski ingatannya telah dihapus karena terbukti mengusik keberadaan suku pengembara, Braheim merasa kasihan pada Jihan. Alasan itulah yang akhirnya membuat Braheim mengizinkan para penjaga membuka gerbang istana timur.
"Penjarakan mereka semua yang sudah berani menyebarkan rumor buruk tentangku!"
"Kau hanya perlu bersikap tenang, dan rumor itu pun akan mereda dengan sendirinya," balas Braheim pada Jihan.
"Tenang? Apa ada yang bisa bersikap tenang jika berada di posisiku sa--"
"Kembalilah. Masih ada banyak laporan yang harus kuperiksa," sela Braheim seraya beranjak dari kursi.
"Apa kau hanya mau mengabulkan permintaan dari kekasih gelapmu itu?"
Braheim menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Jihan. "Kau hanya belum tahu seberapa tebal topeng yang dipakainya," imbuh Jihan.
Jihan kesal melihat ekspresi tidak goyah di wajah Braheim, namun diredamnya dengan sekuat tenaga. Jihan lebih memilih memutar otak untuk terus memengaruhi Braheim agar bisa mendekatkan Haala pada hukuman penggal. Dengan rangkaian kata-kata penuh percaya diri, Jihan pun mulai menggunakan bibir meronanya itu untuk berdusta.
Jihan mengatakan jika Haala sering mengundang beberapa orang pria dari rumah bordil ke kamarnya. Jihan juga mengaku pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri, Haala masuk ke ruangan pribadi tabib kerajaan dan bermalam di sana. Jihan bahkan tidak ragu melibatkan Murat ke dalam kebohongannya demi meyakinkan Braheim.
Tapi sayang, kepercayaan diri Jihan hanya berakhir membuat wajah cantiknya bak dilumuri kotoran. Braheim melangkah mendekati Jihan, menatap istri sahnya itu cukup lama, dan tiba-tiba bersimpuh di hadapan Jihan sambil tersenyum. Jihan yang rindu dengan senyum memesona itu berniat membalas, namun entah kenapa otot-otot di wajahnya seakan enggan.
"Sejak kapan kau berubah menjadi seperti ini, istriku?"
"Apa maksudmu?" Jihan balik bertanya pada Braheim.
"Kau tahu betul apa maksudku."
Jihan berbalik, berjalan menjauhi Braheim. "Aku tidak tahu."
"Dulu kau adalah wanita yang lembut, penyayang, dan rendah hati. Ke mana semua itu pergi?"
"Percuma saja mengalihkan topik pembicaraan, Braheim. Kau sudah memberiku jawaban yang jelas," balas Jihan.
"Kau berubah sejak aku membangun harem."
Jihan tersentak. "Harem itu kubangun bukan karena ingin, tapi karena harus, demi kesejahteraan Kumari Kandam," imbuh Braheim.
"Apa hanya Kumari Kandam yang ada di dalam kepalamu? Aku sangat kesepian, Braheim. Apa kau pernah menyadarinya?"
Braheim diam sesaat. "Aku akan lebih memerhatikanmu."
"Tidak perlu. Cukup percayakan aku mengandung anakmu."
Jihan berbalik, menatap Braheim yang tak kunjung bersuara. Kebisuan Braheim tidak hanya membuat kekesalan Jihan kian meluap, tetapi juga langsung memancing beragam siasat kotor di kepalanya. Persetan dengan gelar ratu yang tak sesuai dengan tabiat aslinya, Jihan hanya ingin membuat penguasa Kumari Kandam itu bertekuk lutut.
Jihan keluar dari kamar Braheim tanpa mengatakan apa-apa, pun tanpa menoleh ke belakang meski tahu kini Braheim tengah memandanginya dari kejauhan. Kereta kuda Jihan melaju cepat, dan hilang dalam sekejap ditelan kabut malam. Suara tawa ambigu terdengar dari dalam kereta kuda mewah itu di sepanjang perjalanan menuju istana barat.
"Pelayan, kumpulkan Shaant* sebanyak mungkin. Lalu berikan itu setiap hari pada semua penghuni harem dan, Haala."
Shaant* adalah madu dari bunga langka yang dipercaya bisa membuat wanita menjadi mandul.
"Sesuai perintah Anda, Yang Mulia," sahut pelayan pribadi Jihan sembari membungkuk hormat.
"Jika tidak kau izinkan aku mengandung anakmu, maka akan kupastikan semua wanita di luar sana bernasib sama sepertiku, Braheim Bhaavesh," ujar Jihan dalam hati seraya kembali tertawa.
...¤○●¤○●¤○●¤...
Tampak siang itu di bawah pohon apel, Haala, beberapa orang anak buahnya, dan seorang kepala pengurus kebun tengah menggunjingkan berat badan Braheim yang semakin hari semakin habis. Mereka semua sepakat menerka jika Raja Kumari Kandam tersebut kelelahan karena harus bertanggung jawab seorang diri dalam memorak-porandakan ranjang ratu dan ratusan selirnya.
Meski sakit mendengar kenyataan tak terelakkan itu, tidak banyak yang bisa Haala lakukan selain ikut berpura-pura tersenyum. Hebatnya, gunjingan buruk apapun yang berkaitan dengan Braheim, malah membuat rasa cintanya pada Braheim kian menggelitik. Bahkan angan-angan Haala untuk membangun rumah tangga yang bahagia bersama Braheim juga tidak memudar sedikit pun.
Haala berniat keluar dari kumpulan orang-orang yang semakin liar menggunjingkan Braheim, namun apa yang dikatakan kepala pengurus kebun dengan nada berbisik membuatnya seketika mengurungkan niat. Menurut cerita kepala pengurus dapur yang menyajikan langsung makanan dan minuman untuk Braheim, berat badan Braheim berkurang dikarenakan dirinya sedang berpuasa.
"Berpuasa untuk seseorang?"
Kepala pengurus kebun mengangguk menanggapi salah seorang anak buah Haala. "Mungkinkah untuk Yang Mulia Ratu?"
"Entahlah. Kepala pengurus dapur juga tidak yakin, tapi dia mendengar doa yang diucapkan Yang Mulia Raja sebelum berbuka puasa." Kepala pengurus kebun meminta Haala dan anak buahnya mendekat padanya.
"Semoga puasaku akan urusan duniawi ini bisa mengembalikan satu tahunmu yang terbuang sia-sia," imbuh kepala pengurus kebun dengan menirukan gaya bicara Braheim.
Haala tertegun, sembari merasakan jantungnya yang tiba-tiba bergemuruh hebat. Butuh waktu cukup lama hingga Haala memahami apa maksud dari doa Braheim. Meski ingin segera menemui Braheim, Haala menahannya agar tidak menimbulkan kecurigaan pada sekitar. Setelah situasi dirasa aman, barulah Haala menunggangi kudanya dengan kecepatan penuh menuju istana timur.
Setelah tiba di istana timur, Haala harus menunggu untuk mendapatkan izin masuk dari Braheim. Haala pun diizinkan masuk, dan kini tengah mengekori Murat ke ruang tunggu. Ternyata di ruangan sangat luas itu sudah disesaki banyak orang penting yang tentu saja memiliki tujuan yang sama dengan Haala. Haala yang merasa kunjungannya kali ini tidak berguna, lantas memilih kembali. Namun.
"Komandan Haala, Yang Mulia Raja ingin menemuimu lebih dulu. Silakan," ujar Murat.
Haala melihat tatapan sinis sekitarnya sebelum berjalan cepat memasuki ruangan Braheim. "Panjang umur, dan terbekatilah selalu, matahari Kumari Kandam."
"Apalagi rengekan anak buahmu kali ini?"
"Hamba datang bukan untuk mereka, Yang Mulia," jawab Haala pada Braheim.
"Lalu?"
Haala diam sesaat. "Ada yang ingin hamba tanyakan, Yang Mulia."
"Sepertinya sangat mendesak. Katakanlah."
Haala kembali diam. "Apa alasan Anda berpuasa, Yang Mulia?"
"Kenapa ti--"
"Jika alasannya adalah hamba, maka tolong segera sudahi sekarang juga, Yang Mulia," sela Haala.
"Apa ka--"
"Dosa hamba biarlah hamba yang menanggungnya sendiri. Tolong Anda perhatikan saja kesejahteraan Kumari Kandam," sela Haala lagi.
"Tunggu du--"
"Kalau begitu hamba pamit undur diri, Yang Mulia." Haala membungkuk seraya berjalan cepat keluar dari ruangan Braheim.
"Berhenti di sana, komandan. Sebelum aku menggunakan kekuasaanku tidak pada tempatnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Era Simatupang
gak pernah bosan ,dah baca berulang2 kali.
2023-12-14
0
auliasiamatir
pokonya aku makin tergila gila sama cerita ini
2022-12-23
0
Ichi
astaga astoge raja 😱😱😱
2022-10-19
0