Tampak Laasya tengah duduk gelisah di ruang tunggu istana prajurit, sembari memeluk erat sebuah buku tebal misterius yang berhasil didapatkannya dengan rasa takut yang tak main-main. Kejadian ganjil di ruang bawah tanah tempo hari membuat Laasya terus terjaga sepanjang malam, bahkan dirinya merasa seperti sedang diawasi oleh sesuatu yang entah apa.
Sejujurnya Laasya ingin segera memberitahukan perihal keganjilan tersebut pada Haala sesaat setelah insiden terjadi, namun diurungkannya mengingat sifat sang kakak yang tidak mudah memercayai apapun tanpa bukti. Oleh karenanya Laasya mati-matian mengumpulkan nyali, demi kembali menyambangi ruang bawah tanah dan mengambil buku misterius itu.
Setelah berhasil mendapatkan buku misterius, Laasya langsung menemui Haala yang sayangnya sedang sangat sibuk melatih pasukan berkuda. Laasya bersikeras menunggu meski kepala pengurus istana prajurit memintanya datang lagi esok hari. Hingga sosok yang dinanti Laasya sejak dua jam lalu pun muncul, dengan langkah tergopoh, dan urat-urat wajah penuh kekhawatiran.
"Mungkinkah telah terjadi sesuatu?"
Laasya mengangguk berulang kali pada Haala. "Ada apa?" tanya Haala lagi.
Laasya memperlihatkan buku misterius. "Aku menemukan buku ini kemarin malam. Dia terbuka sendiri. Aku bersumpah."
"Buku yang terbuka sendiri?"
Laasya kembali mengangguk. "Aku memilih beberapa kalimat acak dan menerjemahkannya. Tapi tidak kulanjutkan karena terlalu sulit, dan di saat itulah dia terbuka sendiri, di halaman terakhir yang sedang kuterjemahkan."
Haala tak menjawab, hanya mulai membuka-buka isi buku. "Isinya kurang lebih menyangkut kebinasaan," imbuh Laasya.
"Kebinasaan?"
Laasya mengangguk lagi, seraya mengambil alih buku dan mencari halaman terakhir yang diterjemahkannya. "Ini. Binasa pada salah dunia karena setia Yusef memberikan akan orang Bahadir sumpah hatinya yang penerus."
Haala diam cukup lama, berpikir. "Dunia akan binasa karena penerus sumpah setia Yusef Bahadir memberikan hatinya pada orang yang salah."
"Mungkinkah ini menyangkut kakak dan Yang Mulia Raja?"
Spontan Haala beranjak, seraya memeluk buku misterius. "Pulanglah. Biar aku yang mengurus ini."
Setelah memastikan Laasya pulang dengan selamat, Haala langsung melimpahkan latihan padat hari itu pada wakilnya tanpa mengatakan sepatah alasan pun. Haala berniat menemui Daxraj yang diyakininya mampu mengartikan seluruh isi buku misterius berbahasa Videsh* itu tanpa membuang banyak waktu, mengingat suku pengembaralah yang konon menciptakan bahasa tersebut.
*Videsh* merupakan bahasa kumari kandam yang digunakan para leluhur terdahulu. Sudah tidak digunakan lagi di masa sekarang karena terlalu rumit*.
Tetapi kedatangan Haala langsung ditolak. Seorang pria beserban hitam terlihat sudah menanti Haala di depan pintu masuk kediaman sementara suku pengembara. Pria itu tampak tidak asing, tetapi Haala kesulitan mengingatnya. Haala pun memperlambat laju kuda putihnya, mengulur waktu demi mengingat sosok pria beserban hitam dengan perawakan ringkih di depannya.
*FLASHBACK ON*
Haala menoleh ke belakang, semuanya tampak sangat gelap karena hari memang telah larut. Namun tempat misterius di hadapan Haala tampak sebaliknya, sangat terik, seolah sang Mentari sedang asyik bertengger tepat di ubun-ubun. Meski ragu, Haala sangat ingin memasuki tempat misterius itu, namun.
"Cukup sampai di situ." Suara seorang pria terdengar jelas dari dalam tempat misterius.
"Karena sudah mendapatkan yang kau inginkan, jangan mencari kami lagi," imbuh pria yang sama sekali tidak terlihat sosoknya itu.
"Maafkan aku karena telah membuatmu dan sukumu merasa tidak nyaman."
"Jika sudah paham maka enyahlah," balas si pria misterius.
*FLASHBACK OFF*
"Salam." Haala membungkuk hormat pada pria beserban di hadapannya.
"Aku yakin kau sudah mengingatku. Maaf karena tidak bersikap sopan di pertemuan pertama kita. Perkenalkan aku Aryesh Farorz, wakil pemimpin suku pengembara."
"Haala Anandmayee."
Aryesh mengangguk. "Langsung saja. Aku ditugaskan oleh pemimpin suku kami untuk mengusirmu."
"Tapi ada urusan yang sangat mendesak yang harus segera kusampaikan padanya."
"Apapun itu, pemimpin suku kami tidak mau menerimamu," balas Aryesh.
Haala diam sesaat. "Baiklah. Tapi bolehkah aku mengetahui alasannya?"
"Karena kau kotor."
Haala mengerutkan dahinya. "Maaf?"
"Tempat tinggal kami sangat suci. Selain dilarang membawa benda peninggalan orang mati, tempat tinggal kami juga pantang menerima manusia-manusia kotor."
Haala semakin mengerutkan dahinya. "Maaf tapi aku masih tidak mengerti."
"Kau sudah melakukan dosa besar. Bersentuhan dengan pria yang tidak terikat hubungan pernikahan denganmu."
Haala tak kuasa berkata-kata, sebab apa yang baru saja dikatakan Aryesh langsung menyeretnya pada kenangan manis beberapa waktu lalu, ketika dirinya dan Braheim berciuman di sudut kamar mandi. Bahkan jika diingat lebih detail, bukan hanya bibirnya saja yang sudah disentuh oleh Braheim, namun Haala merasa terlalu berlebihan jika label kotor itu disematkan padanya.
"Kalau begitu aku akan kembali besok."
"Percuma saja karena besok pun kau masih kotor," balas Aryesh pada Haala.
Haala diam cukup lama. "Ada satu cara. Sucikan dirimu di Baadal*," tambah Aryesh.
*Baadal* adalah salah satu danau keramat di Kumari Kandam. Konon Baadal dijaga oleh ikan raksasa bernama Ghinauna. Mereka yang berendam di Baadal akan disucikan dari sisa perbuatan kotor manusia, sisa makanan serta minuman haram, atau racun yang mengendap di tubuh. Namun Ghinauna dikenal tidak ramah, sehingga hanya sedikit sekali orang yang bisa berendam di sana*.
Haala menggeleng menanggapi Aryesh. "Itu tidak mungkin. Bahkan tidak satu pun dari Raja Kumari Kandam terdahulu yang diterima oleh Ghinauna."
"Maka tidak mungkin juga kau bertemu dengan pemimpin suku kami. Selamanya."
...¤○●¤○●¤○●¤...
Suara langkah kaki seseorang terdengar begitu hati-hati menyibak rerumputan gemuk yang merimbuni Danau Baadal. Orang itu, Haala, sudah berulang kali menjeda langkahnya dan berniat balik kanan, namun berulang kali juga dirinya memantapkan kembali niat bunuh diri itu. Wajar saja jika langkah Haala dipenuhi keraguan, mengingat apa yang akan dihadapinya di depan sana bukanlah prajurit bersenjata.
Jika mendengar cerita penduduk yang tinggal di sekitar Danau Baadal, penjaga Baadal, Ghinauna, akan langsung menampakkan wujudnya ketika tidak menyukai kehadiran seseorang. Dan terbuktilah kebenaran cerita penduduk yang dianggap Haala hanya omong kosong itu. Seekor ikan raksasa berwarna putih kini tengah menatapnya dengan mata merah menyala yang sukses membuat Haala kesulitan menelan air liurnya sendiri.
Ini adalah kali pertama Haala ingin kabur dari sesuatu. Namun Haala memberanikan diri, meski keraguan kian liar mencekiknya. Haala pun menanggalkan pakaiannya satu per satu, dan dengan langkah enggan mulai berjalan mendekati bibir danau keramat tersebut. Ghinauna masih setia menatap Haala, tetapi kemudian membenamkan diri bersamaan dengan sebelah kaki Haala yang kini sudah merasakan kesejukan air Baadal.
"Jika memang benar aku telah salah memberikan hati, maka terimalah aku, dan sucikan aku dari dosa atas hati yang lancang ini," ujar Haala sebelum menutup mata dan membenamkan seluruh tubuhnya.
Merasa ada sesuatu yang hangat yang mengitarinya, Haala pun membuka mata. Terlihat Ghinauna memang sedang mengitari Haala saat ini. Berbeda dengan tatapan matanya yang membuat bergidik, penampakan Ghinauna secara menyeluruh ternyata sangat cantik. Sirip-sirip yang menghiasi tubuh Ghinauna tampak seperti kain transparan yang menjuntai, lalu mata merah menyalanya perlahan berubah warna menjadi hijau zamrud.
BYUR!
Ketakjuban Haala terhenti saat mendengar suara sesuatu yang baru saja jatuh dari permukaan Baadal. Haala terkejut bukan main melihat kedatangan Daxraj, dan ingin sesegera mungkin menyembunyikan tubuh polosnya. Namun tubuhnya tak mampu digerakkan karena telah dililit sirip-sirip Ghinauna entah sejak kapan. Haala yang sangat malu itu pun tidak memiliki pilihan selain memalingkan wajahnya dari Daxraj.
"Dia tidak akan melakukan dosa itu lagi jadi ampunilah nyawanya."
"Kita tahu betul dia akan melakukannya lagi," balas Ghinauna pada Daxraj.
Daxraj mengusap kepala Ghinauna. "Aku akan mengawasinya. Jadi sekarang lepaskanlah dia."
"Cih, menyebalkan. Selama ini kau selalu mengawasinya tapi tidak sekali pun kau menghentikannya."
Daxraj tersenyum. "Percayalah aku memiliki alasan untuk itu."
"Alasannya adalah karena kau bodoh. Cepat pergi dari sini sebelum aku berubah pikiran dan menjadikan kalian berdua makan malam."
Daxraj menggandeng tangan Haala. "Ayo."
Daxraj melepas gandengan tangannya saat sudah sampai di permukaan. Daxraj lalu menyerahkan pakaian Haala dengan memalingkan pandangan. Daxraj yakin jika Haala tengah bergelut dengan beragam pertanyaan konyol. Ikan yang bisa berbicara, ikan yang mengerti bahasa manusia, dan pakaian Daxraj yang tetap kering meski baru saja masuk ke dalam air, adalah pertanyaan pasti yang kini berputar di kepala Haala.
"Apa yang terjadi?"
"Kau baru saja selamat dari kematian karena Ghinauna tidak begitu lapar," jawab Daxraj.
Haala diam sesaat. "Jadi seharusnya aku mati?"
"Ya. Jika saja aku terlambat satu detik."
"Lalu kenapa kau menyelamatkanku?" tanya Haala lagi.
"Tugasku memang menyelamatkan dunia."
Haala kembali diam. "Jadi benar yang tertulis di buku itu jika dunia akan binasa karena aku salah memberikan hati?"
Daxraj terdiam cukup lama. "Meski kau terlihat tidak senang, sayangnya aku harus menjawab iya," balas Daxraj akhirnya.
"Lalu bagaimana kau bisa yakin jika memberikan hatiku padamulah yang benar?"
Daxraj menghela napasnya. "Karena begitulah ramalannya."
"Kurasa itu hanya alasan yang kau buat-buat."
Spontan Daxraj berbalik menghadap Haala. "Untuk tujuan apa?"
"Dendam pribadi dengan Yang Mulia Raja atau leluhurku. Atau mungkin kau hanya sedang bosan dengan wanita-wanitamu."
Daxraj berjalan mendekati Haala yang masih sibuk berpakaian. "Jika aku memiliki dendam pribadi dengan mereka, aku hanya perlu meratakan Kumari Kandam. Lalu maaf, aku hanya akan mengakui satu wanita dalam hidupku dan itu kau."
Spontan Haala berbalik menghadap Daxraj. "Aku tahu kau kesal menerima kenyataan ini, dan aku tidak ingin memaksa. Kau memiliki hak penuh untuk menolak. Tugasku hanya melakukan yang kumampu, dan selebihnya akan kuserahkan pada Tuhan," imbuh Daxraj.
"Aku belum bisa percaya padamu, buku itu, dan ramalan yang kau bicarakan."
Daxraj kembali terdiam. "Jika ada di posisimu aku pun akan mengatakan hal yang sama. Tapi bisakah kau menjaga dirimu lebih baik lagi?"
Haala enggan merespon pertanyaan Daxraj yang terdengar ambigu. Sampai Daxraj menanggalkan serbannya tiba-tiba, dan mengutarakan maksudnya melalui tindakan. Sebuah ciuman kasar baru saja mendarat di bibir Haala yang menggigil, diiringi dengan sentuhan-sentuhan yang tak kalah kasar. Sentuhan kasar itu seakan sudah diatur untuk menghapus jejak sentuhan lembut Braheim beberapa hari silam.
"Hanya lakukan ini denganku. Karena aku tidak akan meloloskan Braheim Bhaavesh untuk yang kedua kali jika sampai kau mengizinkannya melewati batas lagi."
...¤○●¤○●¤○●¤...
Jihan berteriak murka memanggil semua pelayan pribadinya karena terusik oleh sengatan matahari yang membakar kulit cantiknya. Namun tidak ada suara gaduh langkah kaki yang berlari saling mendahului seperti biasa, meski kini rasa terbakar itu sudah tidak dirasakan Jihan lagi.
Jihan enggan mengindahkan, dan hanya berniat melanjutkan tidurnya. Namun tangan kasar yang tiba-tiba menggerayangi tubuhnya membuat Jihan langsung bangun terduduk. Terlihat tabib kerajaan, Sanjeev Rajak, kini tengah duduk di samping Jihan, memamerkan senyum menjijikkan.
Spontan Jihan mendengus kesal, karena langsung memahami situasinya saat ini. Jihan terpaksa menghabiskan malam panjang dengan Sanjeev, sebab dirinya tidak ingin melewatkan tawaran menggiurkan dari tabib kerajaan genius itu. Dan begitulah akhirnya Jihan kembali bersedia digagahi.
"Kenapa kau masih di sini? Cepat jalankan rencanamu."
"Tenang saja, Yang Mulia. Hamba tidak akan mengecewakan Anda," jawab Sanjeev sambil mengecup punggung tangan Jihan.
"Pastikan dia tidak muncul di depanku lagi."
Sanjeev menyeringai. "Dia bahkan tidak akan muncul di depan semua orang, Yang Mulia."
Jihan ikut menyeringai. "Jangan lupa rusak jasadnya sampai Braheim tidak sudi melihatnya."
"Sesuai perintah Anda, Yang Mulia Ratu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Nindira
Ya ampun hanya karena ingin mendapatkan tawaran menggiurkan itu kamu bersedia menyerahkan dirimu Jihan😒
2022-11-28
0
Nindira
Hhhmmmm apakah Haala akan bisa menyucikan dirinya di baadai?
2022-11-28
0
Anita Jenius
Baca sampai sini dulu thor..
Nyicil baca nya..
5 like mendarat buatmu..
semangat terus ya.
Salam dari "Anakku bukan anakku".
2022-11-10
0