SRAK! SRAK! SRAK!
Haala yang menanti Braheim di sekitar Danau Baadaal* langsung menoleh ketika mendengar suara misterius dari dalam danau. Mau didengar berapa kali pun, suara misterius itu bukanlah suara langkah kaki manusia melainkan suara sesuatu seperti diseret. Merasa tengah dihampiri ancaman, Haala pun menarik pedang, lalu menujukannya pada entah apa yang ada di depan mata.
*Baadal* adalah salah satu danau keramat di Kumari Kandam. Konon Baadal dijaga oleh ikan raksasa bernama Ghinauna. Mereka yang berendam di Baadal akan disucikan dari sisa perbuatan kotor manusia, sisa makanan serta minuman haram, atau racun yang mengendap di tubuh. Namun Ghinauna dikenal tidak ramah, sehingga hanya sedikit sekali orang yang bisa berendam di sana*.
Suara misterius yang mulai semakin jelas terdengar membuat Haala juga semakin mengeratkan pegangan pedangnya. Terlihat samar-samar dari pandangan tajam Haala yang diganggu rintik hujan, seorang pria berperawakan tidak umum tengah menyeret sesuatu. Dan tak disangka, ternyata sesuatu yang diseretnya adalah tubuh Braheim yang berlumuran darah.
"Yang Mulia." Haala buru-buru menyarungkan pedangnya dan menghampiri Braheim.
"Bagaimana bisa kau setega ini padanya?" imbuh Haala.
"Aku berlutut pada Ghinauna untuk memuntahkannya dan kau sebut aku tega?"
Haala terdiam. "Tidakkah kau merasa dirimu lebih tega?" tanya Daxraj lagi.
Haala masih terdiam. "Jelas-jelas kau tahu nasib dunia ini bergantung padamu, tapi kau tidak berusaha melakukan apapun dan malah sibuk mencintai. Apa nuranimu mati? Apa kisah cintamu lebih penting daripada nyawa semua makhluk yang tidak berdosa?"
Haala terus diam, seolah sengaja mempersilakan Daxraj untuk membuat dirinya terjerembab dalam kubangan dilema. Bukan Haala hanya mau peduli pada urusan hati, hanya saja dirinya sedang berusaha mencari cara lain untuk menyelamatkan dunia dari ramalan leluhur suku pengembara, serta mendambakan kehidupan yang indah bersama pria yang dicintainya.
Meski telah ditulis dengan sangat jelas jika kuasa Braheim Bhaavesh sekali pun tidak akan mampu mengusir kebinasaan, Haala tetap yakin jika akan selalu ada pilihan kedua. Apapun itu asalkan tidak mengikat janji sehidup semati dengan Daxraj, Haala berniat menyanggupi. Beruntungnya Haala hanya menggumamkan keyakinannya itu dalam hati, karena pilihan kedua nyatanya tidak lebih buruk.
"Aku dan Yang Mulia Raja datang ke Baadal karena memikirkan nasib dunia ini. Yang Mulia Raja ingin berdiskusi perihal pilihan lain yang masih mungkin untuk kita lakukan,"ujar Haala.
"Pilihan lain?"
Haala mengangguk menanggapi Daxraj. "Apakah ada pilihan selain menikah denganmu?"
"Ada. Tapi aku tidak akan sudi melakukannya."
Haala beranjak mendekati Daxraj. "Maka biarlah aku yang melakukannya."
Kini berganti Daxraj yang terdiam. "Katakan padaku. Apa pilihan kedua yang kita miliki?" tambah Haala.
Daxraj berbalik memunggungi Haala. "Memberimu ramuan Romaans."
"Ramuan Romaans?"
"Ramuan yang akan membuatmu melihatku seperti pria yang kau cintai. Kau akan terus diberi Romaans sampai penerusku lahir. Dan saat Romaans hilang sepenuhnya dari tubuhmu, kau akan kembali ke masa sebelum bertemu denganku," terang Daxraj.
"Bagaimana dengan ingatanku?"
"Akan tetap tersimpan meski kau kembali ke masa lalu," jawab Daxraj.
"Jadi aku akan kembali ke masa lalu dengan ingatan pernah menikah dan mengandung anakmu? Aku tidak akan sudi melakukannya."
Spontan Daxraj berbalik menghadap Haala. "Lalu kau pikir aku sudi? Mendapatkan hati serta tubuh dari wanita yang melihatku sebagai pria lain?"
Haala tak mampu menjawab pertanyaan bertubi dari Daxraj, karena ketidaksudian pria tampan beserban hitam itu memang berdasar, tetapi ketidaksudiannya pun tak kalah berdasar. Wanita mana yang akan bersedia kembali ke masa lalu dengan membawa serta sebuah ingatan yang jelas-jelas akan membuatnya didekap perasaan bersalah dan penyesalan seumur hidup.
Dan meski menikahi Daxraj juga akan mendatangakan perasaan bersalah serta penyesalan seumur hidup, setidaknya dunia yang indah ini tidak perlu dikorbankan. Pilihan yang mencekik memang, namun pilihan pertama rasanya lebih mungkin. Haala hanya perlu membakar kenangan berbelas tahunnya dengan Braheim, lalu memulai semuanya dari awal dengan Daxraj, takdirnya.
Haala berbalik memunggungi Daxraj. "Seberapa parah kondisi Yang Mulia Raja?"
"Sangat parah sampai-sampai mustahil untuknya bisa kembali duduk dengan gagah di singgasana Raja Kumari Kandam."
"Bisakah kau menyelamatkannya?"
"Aku baru saja menyelamatkannya," jawab Daxraj.
"Selamatkanlah Beliau untuk yang terakhir kali."
Daxraj kembali masuk ke dalam Danau Baadal. "Maaf tapi aku lebih tertarik menyelamatkan selir-selirnya yang tidak berdosa."
...¤○●¤○●¤○●¤...
Sudah dua hari singgasana Raja Kumari Kandam kosong, karena kondisi pemiliknya yang tengah di ambang maut. Puluhan tabib tersohor didatangkan dari berbagai benua demi menjauhkan maut dari Braheim, tetapi sia-sia saja. Maut malah semakin tak sabar menonton wajah bingung Braheim ketika menyaksikan rohnya terpisah dari tubuh.
Kondisi Haala juga tengah sama-sama di ambang maut. Haala yang merupakan orang terakhir yang terlihat bersama Braheim dituduh telah dengan sengaja mencelakai Braheim. Haala pun ditahan tanpa perlawanan. Kepala penyidik kerajaan meminta Haala menjabarkan kronologi sebenarnya, tetapi Haala memilih menggigit lidahnya daripada dilabeli gila.
Lagipula mustahil akan ada yang memercayai tentang keberadaan suku pengembara, serta nasib dunia yang bergantung pada keturunannya dengan Daxraj Natesh. Jika pun ada yang percaya, orang tersebut pastilah hanya Braheim. Oleh karenanya Haala lebih memilih diam, membiarkan segala tuduhan, dan mencari orang yang mau berada di pihaknya.
"Komandan, sampai kapan kau akan tetap diam? Bicaralah agar setidaknya aku bisa meringankan hukumanmu."
"Tidak ada yang ingin kukatakan," balas Haala pada kepala penyidik kerajaan.
"Aku yakin kau tidak bersalah, tapi bantu aku untuk membuktikannya dengan alasan yang berdasar."
Haala menghela napas. "Sayangnya yang kumiliki hanya alasan tak berdasar."
Kepala penyidik kerajaan ikut menghela napas. "Baiklah. Katakan padaku alasan tak berdasar yang kau maksud itu."
"Percuma saja karena kau tidak mungkin memercayainya."
"Biarkan aku mendengarnya dulu," sahut kepala penyidik kerajaan.
Haala beranjak. "Sudah kubilang, percuma saja. Kurasa cukup, aku akan kembali."
Kepala penyidik kerajaan ikut beranjak. "Tunggu, komandan."
Haala hanya menghentikan langkahnya. "Sipir di sini adalah sahabatku. Dia mengidolakan keluarga Yusef Bahadir sejak kecil. Sebuah kehormatan baginya jika bisa membantumu," imbuh kepala penyidik kerajaan.
Haala tersenyum pada kepala penyidik kerajaan seraya melanjutkan langkahnya kembali ke dalam sel. Di dalam sel dengan satu buah jendela seukuran bayi tikus tersebut Haala menghabiskan setiap milidetiknya untuk berpikir keras. Berpikir bagaimana cara memberikan sisa ramuan penyembuh milik Laasya pada Braheim yang kini tengah diintai maut.
Bantuan dari kepala penyidik kerajaan memang sama sekali tidak diduganya, tetapi Haala ragu menerima bantuan tersebut sebab firasatnya yang terus menabuh sinyal bahaya. Pernah beberapa kali Haala berbincang dengan sipir penjara bawah tanah, namun dibanding tatapan ramah dari seseorang yang mengidolakan orang lain, tatapan si sipir malah lebih terlihat risih.
Ya, risih. Karena sipir penjara bawah tanah merupakan kaki tangan Jihan, sekaligus pasangan bergelutnya di ranjang. Bahkan kini Jihan dan si sipir tengah bercinta di dalam gudang bekas penyimpanan senjata. Bukan tanpa alasan Jihan memberikan tubuhnya. Ada sebuah rencana akbar yang akan semakin sempurna jika si sipir turut serta.
"Jadi hamba hanya perlu membawa ibu dan adik Haala ke hadapan Anda tanpa diketahui siapa pun?"
Jihan mengangguk berat pada sipir yang tengah sibuk menghujam mahkotanya. "Lalu setelahnya Anda akan memberi mereka ramuan penakluk?"
Jihan kembali mengangguk berat menanggapi sipir. "Untuk membuat mereka mengatakan jika Haala marah pada Yang Mulia Raja dan berniat membunuhnya, karena Yang Mulia Raja menolak menikahinya sebab terlalu mencintai Anda. Begitu?"
Jihan yang hampir mencapai batasnya tidak menjawab dan hanya sibuk mengerang. "Kenapa Anda tidak sekaligus memanfaatkan situasi di harem saat ini? Buat mereka juga mengatakan jika Haala sengaja meracuni para selir karena tidak ingin memiliki pesaing."
Jihan sempat tersenyum, menyetujui usulan sipir, namun senyum cantik itu kembali di ambil alih semburat kenikmatan. "Dan agar bukti semakin kuat, ada baiknya jika Anda juga meminum racun. Baru dengan begitu, hukuman mati untuk Haala tidak akan bisa dielakkan."
...¤○●¤○●¤○●¤...
Suasana di ruang persidangan terasa jauh dari kata mendebarkan. Semua orang yang hadir di persidangan itu tidak tampak sedih, malah sebaliknya, bahagia dan menggebu. Hanya Haala yang kini duduk di kursi terdakwa yang merasakan kesedihan. Bukan sedih sebab akan segera dijatuhi hukuman mati, tetapi sedih menerima fakta bahwa wakil berikut para bawahan yang begitu dia percayai tidak ada yang berpihak padanya.
Fakta menyakitkan itu menyadarkan Haala jika rasa benci tak mungkin bisa ditampik saat harga diri seorang pria diinjak oleh seorang wanita, baik secara sadar pun tidak sadar. Sejak diangkat menjadi komandan perang Kumari Kandam, Haala tahu akan sulit memimpin dengan statusnya sebagai wanita. Dan meski terlihat jelas jika para bawahannya merasa terpaksa berlutut padanya, Haala enggan berpikir negatif.
Sayangnya memiliki pola pikir negatif terkadang juga diperlukan demi meningkatkan kehati-hatian dalam diri. Namun apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Para bawahan Haala yang kini turut mengisi kursi di persidangan seolah menjadi tak sesabar Jihan, seolah ingin segera melihat kepalanya menggelinding di alun-alun kota. Pun kesaksian ibu dan adik Haala yang semakin mendekatkannya pada hukuman mati.
"Yang Mulia Ratu meminta Anda untuk menjawab dengan sejujurnya atas nama Tuhan," ujar kepala penyidik kerajaan.
"Anak itu pernah berkata ingin membunuh Yang Mulia Raja karena Beliau menolak menikahinya. Dan terlebih karena Yang Mulia Raja mengaku sangat mencintai Ratu Jihan dan tidak bisa hidup tanpanya."
"Kakak juga berniat membunuh Ratu Jihan dan para selir dengan racun Shaant*. Kakak berkata tak apa jika Yang Mulia Raja menolak menikahinya asalkan dia tidak memiliki pesaing," timpal Laasya pada sang ibu.
*Shaant* adalah madu dari bunga langka yang dipercaya bisa membuat wanita menjadi mandul*.
Spontan Murat beranjak dari kursi. "Hamba keberatan."
"Hamba juga keberatan, Yang Mulia." Kepala pengurus harem, Leyla, ikut beranjak.
"Lancang! Aku tidak meminta kalian berdua membuka mulut!" seru Jihan, yang kini berperan sebagai hakim menggantikan Braheim.
"Penasihat, kepala pengurus harem, tolong kembali ke tempat du--"
Jihan menyela kepala penyidik kerajaan. "Sebelum orang-orang lancang seperti mereka bertambah, aku akan langsung memberikan keputusan berdasarkan bukti dan kesaksian yang ada. Aku, Ratu Kumari Kandam, menyatakan Haala Anandmayee bersalah dan menjatuhinya hukuman penggal."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
mama Al
ternyata aku sudah lama mengikuti novel ini. Dirimu lama tidak up.
2022-12-21
0
Ichi
gada yg waras memimpin pengadilan kah? 🧐🙄
2022-10-23
0
Ichi
benar² gila lelaki si Jihan itu 🤣🤣
2022-10-23
0