KLEK!
Pintu rumah Haala terbuka, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan si pengetuk, pun jejak kakinya atau tunggangannya di tanah merah yang tergenangi air hujan sejak beberapa pekan lalu. Haala menajamkan penglihatannya ke sekitar, berharap saat ini dirinya tidak sedang berurusan dengan kawanan pencuri.
Rintik hujan mulai turun, ketika samar-samar Haala mendengar langkah kaki kuda. Haala hendak mengejar asal suara, tetapi sebuah kantong kecil misterius yang hampir diinjaknya menghentikan geraknya yang gesit. Dengan kesiagaan penuh Haala pun mengambil kantong tersebut, dan perlahan membukanya.
Haala menoleh pada sang ibu, sembari menunjukkan sebotol ramuan misterius berisi air yang sangat jernih. Ibu Haala seketika terkejut, karena wujud berikut isi ramuan dalam botol itu tampak sama persis dengan wujud dan isi ramuan penyembuh milik suku pengembara yang ada dalam dongeng anak-anak.
Ibu Haala menggeleng, menolak percaya jika apa yang dikatakannya dengan maksud membuat Haala menyerah, malah kian membangkitkan semangat Haala. Haala menggenggamkan ramuan itu pada ibunya, sebelum hilang di tengah hujan yang mulai lebat, demi mengejar suku pengembara untuk berterima kasih.
Sementara ibu Haala, bergegas mengunci pintu rumah, dan melangkah setengah berlari memasuki gudang. Wanita paruh baya berambut putih itu berniat mencari buku-buku dongeng tentang suku pengembara, yang dulu selalu dibacakan untuk Haala kecil keras kepala agar lekas tertidur.
SRAK! SRAK! SRAK!
Lembar demi lembar buku dongeng dibalik dengan cepat, hingga sampai di halaman yang memperlihatkan penampakan botol ramuan penyembuh milik suku pengembara. Ibu Haala lalu menyandingkan botol misterius yang dikantonginya tepat di samping gambar botol ramuan penyembuh milik suku pengembara di dalam buku.
"Mustahil. Tidak mungkin mereka benar-benar ada di dunia ini," gumam ibu Haala.
SRAK! SRAK! SRAK!
Ibu Haala kembali membuka lembaran buku dongeng lusuh itu, karena rasa tidak percaya yang semakin erat memeluknya. Begitu pun Haala, yang kini tengah menolak memercayai suguhan di depan matanya. Setelah mati-matian mengikuti suara kuda misterius, Haala sampai di suatu tempat yang tak kalah misterius.
Haala menoleh ke belakang, semuanya tampak sangat gelap karena hari memang telah larut. Namun tempat misterius di hadapan Haala tampak sebaliknya, sangat terik, seolah sang mentari sedang asyik bertengger tepat di ubun-ubun. Meski ragu, Haala sangat ingin memasuki tempat misterius itu, namun.
"Cukup sampai di situ." Suara seorang pria terdengar jelas dari dalam tempat misterius.
"Karena sudah mendapatkan yang kau inginkan, jangan mencari kami lagi," imbuh pria yang sama sekali tidak terlihat sosoknya itu.
"Maafkan aku karena telah membuatmu dan sukumu merasa tidak nyaman."
"Jika sudah paham maka enyahlah," balas si pria misterius.
"Tunggu. Ada yang ingin kutanyakan."
Si pria misterius tidak menjawab, namun Haala yakin dia masih bergeming di tempatnya. "Bolehkah aku melakukan Suraksha*?"
*S**uraksha** merupakan ritual singkat untuk mendoakan seseorang yang telah berjasa besar dalam hidup orang lain. Suraksha dilakukan dengan cara menyanyikan lagu berisi lirik keselamatan dunia akhirat, sambil mengelilingi si orang berjasa sampai lagu tersebut habis.
"Tapi setelahnya aku akan menghapus ingatanmu."
Haala diam sesaat. "Tidak masalah."
"Kalau begitu lakukanlah."
Haala bergegas turun dari kuda, dan bersabar menanti sosok di depannya menampakkan wujudnya yang misterius. Haala langsung membungkuk hormat, ketika sosok itu sepenuhnya terlihat. Sesosok pria beserban hitam dengan warna kulit eksotis, serta perawakan yang tidak lebih bugar dari wakil komandan perang Kumari Kandam.
"Aku akan memulai ritualnya." Haala melangkah mendekati si pria beserban.
"Tinggalkan dulu pedangmu."
Spontan Haala menghentikan langkahnya. "Ya?"
"Di tempat ini tidak diizinkan membawa benda peninggalan orang mati."
Haala kembali diam. "Kalau begitu sepertinya aku tidak bisa melakukan Suraksha."
"Kenapa?" tanya pria beserban.
"Yang berhak melucuti senjataku hanya orang dengan pangkat setara, atau orang yang berpangkat lebih tinggi."
"Kenapa kau sangat yakin jika aku tidak setara denganmu atau tidak memiliki pangkat yang lebih tinggi darimu?" tanya pria beserban lagi.
"Karena kau terlihat lemah."
Terlihat angin mulai berhembus kencang di tempat misterius, sesaat setelah Haala menanggapi pertanyaan ke sekian si pria beserban. Tak lama, sesosok pria beserban lain muncul. Pria beserban lain dengan perawakan bak raksasa itu memiliki aura dan tatapan yang kompak membuat bulu kuduk siapa saja meremang.
"Apa aku masih terlihat lemah?" tanya pria beserban lain yang tiba-tiba sudah berdiri di hadapan Haala.
...¤○●¤○●¤○●¤...
HIKS.. HIKS.. HIKS..
"Kakak." Laasya menghambur memeluk Haala.
Haala tak kuasa berkata-kata, begitu pun sang ibu, yang beberapa saat lalu masih berdebat hebat perihal kebenaran ramuan penyembuh milik suku pengembara. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk meminumkan ramuan misterius tersebut pada Laasya, setelah sebelumnya memastikan bahwa tidak ada racun di dalamnya.
Meski sulit diterima akal sehat, nyatanya Laasya langsung dapat berbicara sesaat setelah ramuan misterius itu membasahi kerongkongannya. Lalu daripada terus bergelut dengan ketidakpercayaan, Haala dan ibunya lebih memilih merayakan kesembuhan Laasya. Ketiganya terus memanjatkan syukur pada Tuhan, juga pada suku pengembara.
Hampir setiap hari selama satu bulan penuh, Haala dan ibunya membagikan manisan pada orang sekitar. Bahkan hari ini Haala berencana melakukan Suraksha pada Murat yang dianggapnya tak kalah berjasa dari suku pengembara. Murat terdiam seribu bahasa, saat Haala tiba-tiba mendatanginya dan menceritakan hal-hal di luar nalar.
"Jadi sekarang adikmu sudah kembali bisa berbicara?"
"Benar, Penasihat," jawab Haala dengan nada bahagia.
"Setelah memberinya ramuan yang kau ambil dari depan pintu rumahmu, begitu?"
Haala mengangguk menanggapi Murat. "Benar."
"Lalu karena penasaran dengan siapa pemberi ramuan itu kau mengejarnya ke dalam hutan, dan menemukan tempat yang memiliki waktu berbeda dengan saat ini."
Haala kembali mengangguk. "Dan di tempat itulah aku bertemu dengan pemimpin suku pengembara serta bawahannya."
"Kemudian pemimpin suku pengembara menghapus ingatanmu, tapi kau mengingat semuanya dengan jelas sampai sekarang."
"Ya. Bukankah itu aneh? Karena seharusnya aku tidak mengingat apapun," sahut Haala.
"Bolehkah aku bertemu dengan adikmu?" tanya Murat ragu.
"Tentu saja. Aku tahu kau akan memintanya, jadi kami sudah menyiapkan jamuan."
Murat pun tiba di kediaman Haala. Sebuah rumah sederhana di dalam hutan yang dikelilingi kebun labu serta obat-obatan itu tampak sangat terawat meski sudah berumur ratusan tahun. Kedatangan Haala dan Murat langsung disambut hangat oleh ibu Haala, dan Laasya yang hampir selalu menghambur memeluk Haala saat melihat kedatangannya.
"Terima kasih sudah mau datang berkunjung, Penasihat."
"Aku yang berterima kasih karena telah dijamu dengan sangat luar biasa," balas Murat pada Haala.
"Kalau begitu aku akan kembali melatih."
Murat mengangguk. "Komandan."
"Ya?"
Murat berjalan menghampiri Haala. "Karena situasiku sangat rumit, jangan terlalu memercayaiku."
"Aku memang tidak memercayaimu, Penasihat."
Murat diam sesaat, lalu berdeham, "Baguslah. Kau terlihat sangat memercayaiku maka dari itu aku mengatakannya."
"Aku belum pernah memberikan kepercayaan pada siapa pun."
"Maka beruntunglah dia yang berhasil mendapatkan kepercayaanmu," ujar Braheim yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
"Panjang umur, dan terbekatilah selalu, matahari Kumari Kandam.” Haala dan Murat kompak membungkuk dan memberi salam pada Braheim.
"Sepertinya gosip yang beredar akhir-akhir ini bukan sekadar omong kosong. Jadi kalian benar-benar sedang berkencan? Hei komandan, kau tidur denganku tetapi berkencan dengan penasihatku? Tega sekali."
...¤○●¤○●¤○●¤...
Tiga orang pelayan wanita tengah sibuk menghidangkan beraneka makanan mewah untuk makan malam Jihan, tetapi anehnya Jihan hanya diam. Padahal biasanya Jihan langsung mencicipi satu per satu hidangan yang tersaji, dan tak segan menjungkirbalikkan meja makan bundar berukuran sedang itu ketika rasa hidangan yang dicicipinya tidak sesuai selera.
Ketenangan Jihan malah membuat para pelayannya merinding bukan main. Bagi mereka yang sudah bertahun-tahun melayani Jihan, sikap tenang seperti itu sangat tidak cocok dengan tuannya. Mereka malah akan merasa lega jika Jihan berteriak, memaki, dan mengasari mereka. Kemungkinan besar perubahan sikap Jihan dikarenakan kabar buruk yang disampaikan Murat satu jam yang lalu.
Ya, satu jam yang lalu Murat membubarkan para penari yang sedang menghibur Jihan, dan tanpa basa-basi mengatakan sesuatu yang paling dibenci Jihan. Jihan tidak lagi memiliki kelemahan Haala karena adik Haala yang secara ajaib sudah kembali bisa berbicara. Dan Braheim, terlihat mulai menyukai Haala. Karena ketika Braheim menyukai seseorang, dia tidak akan ragu berkelakar.
"Suku pengembara? Lelucon macam apa itu? Dia pikir berapa usianya sampai masih memercayai dongeng?" Jihan beranjak dari sandarannya dan mulai menyentuh hidangan.
"Mohon izin berbicara, Yang Mulia."
"Katakan," balas Jihan pada pelayan pribadinya.
"Hamba dengar dulu kepala pengurus harem pernah bertemu dengan suku pengembara. Ingatan Beliau dihapus, tetapi Beliau masih mengingat semuanya sampai sekarang."
Jihan menghentikan keasyikannya mengaduk-aduk sup. "Apa maksudmu?"
"Mohon izin berbicara, Yang Mulia."
Jihan mengangguk pada pelayan pribadinya yang lain. "Menurut dongeng, mereka yang mendapat bantuan dari suku pengembara akan langsung dihapus ingatannya. Itu dilakukan agar mereka tidak menjadi ingkar pada Tuhan," imbuh pelayan Jihan.
Jihan melempar sendok makannya. "Bawa kepala pengurus harem dan, adik Haala Anandmayee ke hadapanku sekarang juga."
"Sesuai perintah Anda, Yang Mulia." Pelayan pribadi Jihan kompak membungkuk hormat sebelum hilang dari balik pintu kamar Jihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
bunda syifa
ini seperti kekuatan sebuah keyakinan y, padahal si Murat cuma menipu dengan memberi tahu cara memanggil suku pengembara, dn si ibu hanya asal bicara supaya membuat keyakinan halaa yg tak masuk akal menurut orang" itu luntur, tapi malah benar" langsung datang orang mengetuk pintu dn meninggalkan obat misterius yg benar" bisa menyembuhkan adik haala
2023-02-09
1
Nindira
Tak ada yang mustahil bu Haala, apa pun bisa terjadi kalau tuhan sudah menghendaki
2022-11-01
0
Nindira
Bisa jadi itu ramuan yang selama ini dicari
2022-11-01
0