Terlihat belasan orang pelayan tengah buru-buru membersihkan pecahan perkakas di lantai. Mereka khawatir jika pecahan tersebut sampai melukai telapak kaki tuannya. Sementara tuan mereka, Jihan, tampak duduk di mulut jendela dengan napas tersengal. Ratu Kumari Kandam itu lelah, karena sejak kepulangannya dari istana timur, dia tak henti berteriak sembari melempar semua perkakas ke sembarang tempat.
Empat jam lalu Jihan pergi ke istana timur untuk menemui Braheim, tetapi benar apa kata Murat, dia hanya berakhir diusir. Aksi anarki Jihan terus berlanjut, hingga Braheim muncul dan berdiri membelakangi pintu gerbang istana timur. Jihan pun berlari kegirangan, mengira Braheim akhirnya mau menemuinya. Namun, puluhan mata panah yang tengah mengarah pada Jihan membuat langkah girang Jihan seketika melemas.
Tanpa menunjukkan wajahnya, Braheim berkata pada Jihan jika besok kepalanya akan dipenggal di alun-alun kota dengan alasan tidak mematuhi keputusannya sebagai penguasa Kumari Kandam. Jihan langsung jatuh terduduk, ketika pintu gerbang istana timur ditutup oleh para penjaga. Jihan sama sekali tidak menyangka akan keluar kata-kata semengerikan itu dari mulut pria yang sudah tujuh belas tahun dinikahinya.
Jihan menggigiti kuku tangannya sambil bergumam, "Padahal dia yang seharusnya menemuiku dan menjelaskan alasannya bermalam dengan Haala."
"Mohon izin berbicara, Yang Mulia."
Jihan tak menjawab pun menoleh pada pelayan pribadinya. "Kepala pengurus harem sudah tiba," imbuh pelayan itu.
"Panjang umur, dan terbekatilah selalu, bulan Kumari Kandam."
Spontan Jihan menoleh pada Leyla yang kini tengah membungkuk di belakangnya. "Apa kau masih ingat tentang apa yang kita bicarakan di pertemuan kita tempo hari?"
"Ya, Yang Mulia," balas Leyla.
Jihan berjalan menghampiri Leyla. "Semuanya?"
"Ya, Yang Mulia. Hamba masih mengingat semuanya."
"Apa yang kutanyakan?" tanya Jihan lagi.
"Anda bertanya tentang suku pengembara."
Jihan menghentikan langkahnya. "Ah, jadi ingatanmu tidak terhapus. Atau, memang sengaja tidak dihapus? Tapi kenapa? Daripada itu, berarti suku pengembara benar-benar ada di dunia ini."
Semua orang yang ada di kamar itu diam, hanya menunduk sembari sesekali melirik ke arah Jihan yang kini tengah berjalan mondar-mandir. Andai mereka tahu jika saat ini Jihan sedang takut, takut pada kehadiran suku pengembara yang sudah pasti berada di pihak Haala. Di mana itu artinya, peluang Jihan untuk menyingkirkan Haala akan semakin kecil. Namun Jihan enggan menyerah, dan kembali menyusun rencana gila.
"Apa di dalam dongeng disebutkan bagaimana cara bertemu dengan suku pengembara?"
"Tidak, Yang Mulia. Mereka hanya datang atas kehendak mereka sendiri," jawab Leyla.
Jihan mendecak, "Egois sekali. Tapi tunggu. Bukankah Haala berhasil menemukan tempat tinggal mereka?"
"Benar, Yang Mulia. Sebuah tempat yang memiliki waktu berbeda dengan saat ini."
Jihan mengangguk-angguk menanggapi Leyla. "Kalau begitu hanya tinggal memintanya untuk menunjukkan tempat itu. Tidak, wanita rendahan itu jelas tidak akan mendengarkan perintahku."
"Mohon izin berbicara, Yang Mulia," ujar salah satu pelayan pribadi Jihan.
"Katakan cepat."
"Hamba dengar tabib kerajaan membuat banyak ramuan untuk keperluan interogasi. Dan salah satu ramuan yang Beliau miliki bisa membuat siapa saja menjadi patuh," terang pelayan wanita tersebut.
Tawa keras Jihan mendadak menggelegar memenuhi kamar dengan penerangan terlampau menyilaukan itu. Bahkan sampai membuat kuda-kuda di bawah sana terbangun dan kompak memaki tabiat buruk Jihan. Jihan beranjak, seraya memberi kode pada semua pelayan pribadinya untuk keluar. Kini hanya tersisa Jihan dan Leyla di kamar beraroma Shisha* itu. Jihan masih sesekali tertawa, membuat Leyla semakin gugup.
Shisha* merupakan metode merokok asal Timur Tengah menggunakan tabung berisi air, mangkuk, pipa, dan selang. Di dalam tabung tersebut terdapat tembakau khusus yang dipanaskan dan ditambahkan perasa atau aroma, misalnya buah-buahan.
"Putrimu mati karena tenggelam di danau, bukan?"
Leyla diam sesaat. "Benar, Yang Mulia."
"Pasti kau sangat menderita karena merindukannya. Kasihan sekali."
Leyla kembali diam. Berusaha menahan tangis. "Bagaimana jika aku menghidupkan kembali putri kesayanganmu itu?" tanya Jihan lagi.
Spontan Leyla mengangkat kepalanya. "Aku hanya perlu bertemu dengan suku pengembara dan membuat mereka berada di pihakku. Jika berhasil, aku bisa memerintahkan mereka untuk membuat ramuan apapun, bukan? Seperti ramuan yang bisa menghidupkan kembali orang mati. Bukankah tidak mustahil?"
Leyla masih diam. Lidahnya kian kelu. "Jadi, pada siapa kau akan berpihak, Leyla Rahsheda?"
"Beri hamba perintah, Yang Mulia," jawab Leyla akhirnya.
Jihan kembali tertawa melihat Leyla yang tiba-tiba bersujud di kakinya. "Kau memilih tuan yang tepat."
...¤○●¤○●¤○●¤...
Terlihat seorang pria paruh baya sedang sibuk melucuti Saree* yang melilit tubuh seorang wanita muda. Tak peduli sudah berapa banyak kecupan penuh berahi yang mendarat di sekujur kulitnya yang sehalus sutra itu, si wanita muda hanya berusaha tidak bersuara. Pria paruh baya yang tak lain adalah tabib kerajaan, tampak sangat menikmati suguhan surga dunia yang kini terhampar cuma-cuma di tengah ranjangnya.
*Saree* atau shari adalah jenis kain yang dipakai wanita di negara India, Bangladesh, Nepal, dan Sri Lanka. Saree atau shari terdiri dari helaian kain yang tidak dijahit, variasinya beragam dengan panjang 4-9 meter yang dipakaikan di badan dengan bermacam-macam gaya*.
Saree si wanita muda yang telah tertanggalkan seutuhnya membuat kedua tangan tabib kerajaan semakin leluasa menyentuh tiap-tiap lekuk tubuhnya. Tabib kerajaan tak ambil hati meski si wanita muda membuang wajahnya, dia hanya asyik memanjakan lidah serta jari-jarinya. Si wanita muda yang sedari tadi menahan suara peningkat berahi pun tak lama menyerah, dan kini tidak ragu bersuara ketika bagian-bagian sensitifnya diprovokasi.
Si wanita muda tak menyangka jika pria tua yang sejak satu jam lalu menduduki tubuhnya itu masih ingat cara bercinta, bahkan cara menerbangkan pasangan bercintanya ke nirwana. Si wanita muda yang merasa telah mencapai batas tanpa sadar memohon pada tabib kerajaan agar segera mengoyak mahkotanya. Tabib kerajaan terbahak, dan dengan senang hati menuruti pinta si wanita muda yang dengan sendirinya melebarkan kedua kakinya itu.
"Sepertinya aku banyak melakukan kebaikan hingga Tuhan menghadiahiku Ratu Kumari Kandam," ujar tabib kerajaan seraya terus terbahak.
Ya, wanita muda yang kini digagahi tabib kerajaan adalah Ratu Kumari Kandam, Jihan. Satu jam lalu Jihan mendatangi tabib kerajaan, dan dengan paksa meminta ramuan penakluk. Tabib berusia lima puluh dua tahun yang tersohor sangat religius itu langsung menolak permintaan Jihan karena takut mati. Beragam iming-iming sudah Jihan tawarkan, tetapi iming-iming sebenarnya yang tabib inginkan ternyata Jihan sendiri.
Dan begitulah akhirnya Jihan berakhir digagahi tabib kerajaan. Jihan tak memiliki pilihan lain, karena semangatnya untuk menyingkirkan Haala semakin berkobar. Jihan pun bersedia digiring ke kamar pribadi tabib kerajaan, dan digagahi berpuluh-puluh kali. Awalnya Jihan enggan, namun sebotol ramuan berwarna jingga yang sengaja diletakkan tabib kerajaan di meja membuat Jihan mau tak mau pasrah saat Sareenya dilucuti.
"Dua tetes untuk membuatnya takluk selama enam jam. Empat tetes selama dua belas jam, dan enam tetes selama dua puluh empat jam." Tabib kerajaan menyodorkan sebotol ramuan pada Jihan.
"Apa ada efek setelahnya?"
"Ya. Dia akan mengalami batuk darah selama kurang lebih satu pekan," jawab Tabib kerajaan pada Jihan.
Jihan menyeringai. "Luar biasa. Ramuan apalagi yang bisa kau buat?"
Tabib kerajaan ikut menyeringai. "Ramuan apapun asal kau bayarannya."
Jihan diam cukup lama, berpikir. "Kalau begitu, buatkan aku ramuan yang bisa membuat orang berkata jujur."
"Itu sangat mudah."
Jihan tak menjawab, hanya tersenyum menanggapi kepercayaan diri si tabib. Perlahan tabib kerajaan berjalan mendekati ranjang, karena Jihan yang tiba-tiba menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, dan kembali membuka kedua kakinya lebar-lebar. Dengan nada suara menggoda, Jihan berkata jika si tabib bisa segera membuatkan ramuan yang diinginkannya, dia akan berada di kamar itu sampai esok hari.
Tabib kerajaan terbahak seraya menyanggupi permintaan Jihan. Dan pergelutan panas keduanya pun kembali menggoyangkan ranjang luas itu. Jihan yang semula membuang wajahnya karena jijik, kini dengan senang hati membalas ciuman berhasrat si tabib. Bahkan kedua tangan kasar tabib yang kadang menganggur, seringkali diingatkan Jihan untuk tidak membuat bagian-bagian sensitifnya kedinginan.
"Dia belum muncul juga?"
"Belum, Tuan," balas salah seorang penjaga pada Murat.
"Dasar wanita gila itu. Terus berjaga. Lalu tambahkan penjaga di atap."
"Baik, Tuan." Dua orang penjaga membungkuk pada Murat yang berlalu meninggalkan kamar Tabib kerajaan.
...¤○●¤○●¤○●¤...
Jihan terbahak melihat Haala yang sedang menunggang kuda dengan tatapan kosong. Setelah sukses mencampurkan enam tetes ramuan penakluk di makan siang Haala, Jihan langsung memerintahkan Haala untuk mengantarnya ke tempat tinggal suku pengembara. Haala tidak menjawab pun sekadar mengangguk, dia hanya tiba-tiba naik ke atas kudanya.
Perjalanan menuju tempat tinggal suku pengembara ternyata memakan waktu yang sangat lama. Jihan tak henti terbahak melihat sekujur tubuh Haala yang dibanjiri keringat, dan bibirnya yang sangat kering karena terbakar langsung terik matahari. Sementara dirinya, duduk di dalam kereta kuda mewah, menikmati minuman buah segar, dan pijatan dari para pelayan pribadinya.
Namun gerak cepat roda kereta kuda mewah itu tiba-tiba terhenti. Jihan membuka matanya, seraya berteriak mengumpat kusir kuda yang dianggapnya tidak becus. Salah seorang pelayan pribadi Jihan memanggil si kusir berulang kali, tetapi tidak ada jawaban. Mereka pun bergegas memeriksa, dan betapa terkejutnya mereka ketika melihat siapa yang mengadang perjalanan mereka saat ini.
"Siapa? Perampok?"
"Bukan, Yang Mulia," jawab salah seorang pelayan Jihan dengan nada suara gemetar.
"Lalu?"
"Itu, hamba sendiri juga tidak yakin, Yang Mulia." Pelayan Jihan yang lain menimpali dengan nada suara tak kalah gemetar.
Spontan Jihan beranjak penuh emosi. "Apa sebenarnya yang kalian bi--"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Nindira
Kalau bukan perampok yang menghadang lalu siapa dong
2022-11-04
0
auliasiamatir
duhhh, Jihan lebih cocok jadi pelacur dari pada jadi ratu.
2022-10-26
0
Ichi
P e r e k murahan si Jihan itu, yg parah malah di tungguin Murat 🤣🤣🤣🤣
2022-10-19
0