Kekasih Istriku
Aku adalah Anto, seorang suami yang sangat biasa. Dengan penghasilan tidak sampai dua juta perbulan. Aku tetap berusaha menyenangkan istriku dengan membantunya mengerjakan tugas rumah.
Alhamdulillah di usia pernikahan kami yang ke sepuluh tahun, aku dan istriku telah memiliki dua orang anak, laki-laki dan perempuan yang kini telah bersekolah. Mereka adalah anak-anak yang baik dan manis. Tidak pernah menyusahkan orangtua dan selalu menuruti kata-kata orangtuanya. Mereka juga adalah anak yang cerdas, selalu mendapatkan ranking. Aku benar-benar bangga dengan anak-anakku.
Sore ini aku pulang dari bekerja seperti biasa. Pekerjaanku hanya sebagai buruh toko bangunan yang tidak jauh dari tempat tinggalku. Dengan sepeda, sebagai alat transportasiku.
"Mas,bedakku habis nih." Keluh Lisa,istriku tiba-tiba saat aku baru saja melepas sandalku di depan pintu.
"Assalammualaikum." Ucapku.
"Wa'alaikumsalam." Sahutnya malas.
"Uang yang mas kasih sudah habis ya bu?" Tanyaku hati-hati pada istriku itu.
"Yah, uang yang ayah kasih itu buat makan satu bulan saja tidak cukup apalagi buat beli bedakku!" Oceh Lisa. Istriku itu memang selalu merasa kurang dengan pemberianku. Tapi aku selalu berusaha sabar menghadapinya.
Aku menghela nafas berat. Aku memang belum mampu menyenangkan istriku itu. "Berapa harga bedaknya,bu?" Tanyaku pelan.
"Cuma tiga ratus ribu kok yah." jawabnya enteng seolah uang tiga ratus ribu itu kecil. Padahal uang tiga ratus itu aku dapatkan dalam waktu satu minggu.
"Tiga ratus tibu,bu?" Tanyaku kaget. Mahal sekali harga bedak yang di pakai oleh istriku.
"Iya, ayah kenapa kaget? Itu hanya bedak yah. Belum lipstik, maskara dan yang lain lagi. Bisa lebih lima ratus ribu. Belinya juga cuma dua bulan sekali, kok." gerutunya dengan wajah masam.
"Hhmm, simpanan di dompet ayah hanya ada sisa seratus tiga puluh ribu, bu," ucapku seraya merogoh dompet dari saku celanaku.
"Ya sudah,sini!" todongnya dengan menadahkan tangan.
"Buat ayah yang tiga puluh ribu, ya." Ucapku.
"Pelit banget sih, yah. Tiga puluh ribu saja di ambil." Lisa menyebik.
"Buat pegangan ayah, bu. Kalau ban sepeda bocor." Jelasku seraya menyerahkan selembar uang merah satu-satunya yang ada di dompetku ke tangannya.
Dengan cepat, Lisa mengambil uang itu lalu menyimpannya di saku bajunya.
"Ya sudah,ayah cuci piring sana. Aku capek,yah." Ucapnya sambil lalu kemudian mendekati si bungsu Alya yang sedang rebahan di tempat tidur.
Aku segera ke kamar mandi. Kamar mandi yang hanya berukuran dua kali satu setengah meter.
Kami tinggal di sebuah kost-kostan sederhana karena untuk mengontrak rumah tentu saja keuanganku tidak cukup.
Aku lalu mencuci piring kotor yang sudah menumpuk di kamar mandi. Setelah selesai,aku pun segera mandi lalu bersiap ke masjid untuk sholat maghrib.
Sepulang dari sholat magbrib,aku segera mengambil piring. Perutku rasanya lapar sekali.
Aku membuka dandang nasi,nasinya sudah dingin karena sudah dari pagi istriku masak. Saat hendak mengambil sayur dan lauk ternyata hanya ada sepotong tahu dan sedikit sambal terasi. Tak apalah,yang penting ada teman nasi. Batinku.
Alhamdulillah,aku makan dengan lahap. Apapun yang di masak istriku, aku tidak pernah protes. Aku cukup tahu diri. Dan beruntung kedua anakku tidak seperti ibunya yang sering mengeluh.Setelah merasa kenyang,aku duduk sebentar di sebelah si sulung yang sedang menonton tv.
"Yah,minta uang donk. Buat beli paket data." Pinta Andre.
"Uang ayah di dompet hanya tinggal tiga puluh ribu,nak. Tadi sudah ayah kasih ke ibu seratus ribu." Jelas Anto.
"Ayah ini,kasih uang seratus ribu saja di ungkit-ungkit." Gerutu Lisa yang langsung duduk menatap kesal ke arahku.
"Bukan di ungkit-ungkit bu. Tapi ayah hanya kasih tau Andre kalau ayah sudah tidak punya uang lagi." Jelasku.
"Kasihin saja yang tiga puluh ribu itu!" Ucap Lisa.
"Bu,itu kan untuk pegangan ayah kalau ada apa-apa di jalan. Kalau ban sepeda ayah bocor atau apa."
"Ban bocor paling sepuluh ribu,yah. Dasar ayah tidak mau mengalah sama anak." Ucap Lisa sinis.
Aku menghela nafas. Akhir-akhir ini Lisa makin tidak mau mengerti keadaanku. "Harga paket datanya berapa,nak?" Tanyaku pada Andre.
"Paling murah lima belas ribu,yah." Jawab Andre.
"Ayah kasih dua puluh ribu cukup kan?" Tanyaku lagi pada Andre.
Ander mengangguk cepat. "Iya,cukup yah." Jawabnya bersemangat. Putraku itu tidak pernah mengeluh dengan semua pemberian ayahnya walau terkadang ayahnya tidak mampu memenuhi keinginannya. Dia adalah anak yang pengertian.
Aku berdiri lalu mengambil dompet lusuhku di saku celana. Aku keluarkan uangku dua puluh ribu lalu aku berikan pada Andre,anakku. "Ini uangnya. Pakai kuotanya di hemat ya nak."
"Iya, terimakasih yah." Ucapnya dengan senyum semringah.
Karena lelah,aku langsung berbaring di sebelah si sulung yang masih asik nonton tv. Tiba-tiba Lisa berdiri,lalu mengambil handphone yang ada di sebelah Andre.
"Mas Andre,ibu mau pake sebentar handphonenya." Ucap Lisa pada sulungku. Yah,kami hanya memiliki satu buah handphone saja jadi kalau butuh harus bergantian.
Aku hanya melirik sebentar ke arah Lisa. Setelah mengambil handphone,Lisa membuka pintu lalu keluar dari kamar kost kami.
Akhir-akhir ini hampir setiap malam menjelang tidur,Lisa keluar dengan membawa handphone. Dia baru kembali setengah jam kemudian kadang lebih aku tidak tau. Karena kelelahan,aku tidak memperdulikannya asal dia hanya keluar kamar saja. Aku pun dengan cepat terlelap ke alam mimpi.
Entah karena kaget atau apa,aku tiba-tiba terbangun. Jam baru menunjukkan pukul sepuluh malam. Di sampingku,Andre sudah terlelap.
Aku duduk lalu menoleh ke atas ranjang tempat Lisa dan si bungsu tidur. Aku sangat kaget mengetahui Lisa tidak ada di sebelah Alya padahal sudah pukul sepuluh malam. Kemana Lisa. Tanyaku dalam hati.
Aku langsung berdiri lalu membuka pintu kamar yang tidak terkunci. Aku keluar dari kamar. Sayup-sayup aku mendengar suara Lisa. Aku menoleh ke kiri kanan tapi Lisa tidak ada,hanya suaranya saja yang terdengar sangat pelan.
Karena kamar kost kami ada di ujung dan dekat dengan tangga menuju tempat menjemur pakaian,aku berinisiatif naik ke atas tangga. Ternyata Lisa sedang duduk sendirian di tangga paling atas sambil bersandar di dinding. Dia sedang asik bertelponan hingga tidak menyadari kehadiranku yang sedang mengintipnya.
"Lisa?" Panggilku pelan karena takut terdengar orang karena memang hari sudah malam.
Tapi Lisa tidak mendengarku. Dia malah tersenyum-senyum seperti orang yang sedang malu-malu.
"Lisa!" Panggilku lagi dengan suara sedikit lebih keras. Dia begitu fokus dengan lawan bicaranya di seberang sana sampai tidak mendengarkan panggilanku.
Lisa menoleh dan langsung kaget saat tau aku yang memanggilnya. Dia langsung berdiri dan menyimpan hanphone di belakang punggungnya.
"Ayah! Bikin kaget saja!" Ucapnya kesal dengan mata yang menyorot tajam.
"Kamu sedang apa malam-malam di sini?" Tanyaku penasaran.
"A-aku sedang telponan sama adikku, Maya." Jawabnya gugup. Terlihat seperti orang yang sedang berbohong. Tapi aku tidak tahu apa.
"Kenapa harus di sini? Kenapa tidak di kamar saja?" tanyaku heran.
"Kalau telponan di kamar nanti Alya dan Andre terbangun. Makanya yah,cari rumah. Ngontrak apa? Masa kost terus,huhh!" Jawabnya ketus.
Aku menghela nafasku berat. Selalu itu yang di minta oleh Lisa. Aku tidak mampu menjawabnya karena aku pun belum mampu untuk memenuhi keinginannya itu. Maafkan aku,istriku. Batinku sambil menatap ke arahnya.
Lisa turun dari tangga melewatiku begitu saja dengan wajah kesal. Aku menyusulnya turun. Dia masuk ke dalam kamar lalu membanting handphone ke atas kasur tipis tempat aku dan Andre tidur. Dia langsung naik ke atas ranjang lalu tidur di samping Alya.
Aku hanya menggelengkan kepalaku melihat kelakuan Lisa. Aku pun masuk ke kamar mandi lalu berwudhu,aku memang belum sempat sholat isya tadi.
Aku segera sholat,tidak lupa berdoa untuk keluarga kecilku. Setelah sholat,aku berbaring hendak melanjutkan tidurku. Tapi setelah setengah jam,aku belum lagi bisa tertidur karena bayangan Lisa saat di atas tangga tadi terus berseliweran di pelupuk mataku.
.
.
.
.
.
13
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Syifa Azzahra
hadir bun
2022-10-31
0
teti kurniawati
Ceritanya kaya diary. Mampir ya di novel aku "Cinta berakhir di lampu merah."
2022-09-19
0
teti kurniawati
wah.. nyesek baru awal juga
2022-09-16
0