Aku pulang di jam-jam seperti biasa. Aku lihat dari jauh kamar kostku sepi. Aku pikir anak-anakku sedang tidur ternyata aku salah. Di kost hanya ada Lisa sendirian. Kemana anak-anakku? Mau menanyakan sama wanita yang masih berstatus istriku itu rasanya sungkan. Melihat wajahnya saja aku sudah malas.
Tapi sampai kapan keadaan akan terus seperti ini. Aku tetap harus mengambil keputusan. Memaafkannya dengan terus melanjutkan pernikahan ini atau justru akan mengakhirinya. Aku bingung karena memikirkan juga nasib kedua buah hatiku.
Aku masuk ke kamar lantas segera pergi mandi tanpa bicara sepatah katapun. Selesai mandi aku langsung ingin ke masjid walau masih setengah jam lagi azan maghrib. Daripada harus berduaan dengan Lisa di kamar,aku benar-benar sudah malas.
Tapi baru saja aku handak melangkah keluar,Lisa menarik tanganku. Aku sontak saja kaget dan langsung menoleh ke arahnya.
"Yah. . ." panggilnya lembut tidak ketus seperti biasanya.
Aku langsung menepiskan tangannya. Entahlah rasanya geli saja saat dia menyentuh kulitku walau hanya tangan saja. Aku kembali ingat saat aku memergokinya selingkuh. Ah dadaku kembali sakit.
"Ada apa?" Sahutku ketus. Aku sudah tidak bisa lagi bersikap lembut padanya. Setiap melihatnya aku sellalu emosi.
"Yah, tolong maafin ibu. Ibu khilaf. Ibu janji nggak akan mengulanginya lagi," pintanya dengan wajah memohon seraya tetap memaksa untuk memegang tanganku namun kembali aku tepiskan.
Dari sudut mataku aku bisa melihat kalau Lisa sedang menangis. Menangis tanpa suara,mungkin malu kalau sampai terdengar oleh tetangga sebelah. Dulu, aku akan dengan mudahnya memaafkan. Mudahnya terenyuh setiap kali melihat dia menangis. Tapi sayangnya kesalahannya sangat fatal dan tidak akan bisa aku lupakan seumur hidupku. Itu pulalah yang membuatku tidak bisa memaafkannya dan tentu saja aku ingin berpisah darinya karena aku tidak ingin mengingat kejadian memalukan itu lagi.
"Alhamdulillah kalau kamu nggak akan mengulanginya lagi. Ingat,bukan cuma keluarga ini yang kamu sakiti tapi juga keluarga dari kekasihmu itu!" tegasku.
"Iya ayah,aku tau. Jadi ayah mau kan memaafkan aku?" tanyanya lagi.
Hhh,aku manarik nafasku berat. Aku harus mengambil keputusan.
"Aku sudah memaafkan kamu. Tapi untuk percaya lagi sama kamu mungkin sudah nggak bisa." ucapku pelan namun dengan penekanan.
"Aku mohon percaya sama aku,yah. Aku janji nggak akan melakukan itu lagi. Aku khilaf hari itu, yah. Aku baru sekali melakukannya," kali ini suara tangisnya mulai terdengar.
Huuhh,aku nggak akan terkecoh lagi dengan kata-kata manisnya," Baru sekali yang ketahuan oleh ku, kan?" hardikku.
Lisa menggeleng-gelengkan kepalanya, "Sungguh,yah. Aku baru sekali itu," ucapnya sedikit terisak
"Andai hari itu aku nggak ada di sana, sampai detik ini mungkin kamu akan terus bermain di belakangku dan aku akan terus kamu bodohi, Lisa!" ucapku keras.
"Yah,percaya sama aku." Lisa terus memohon.
Kamu masih juga nggak mau mengaku,Lisa. Baiklah,aku nggak akan tertipu lagi oleh mulutmu itu. Aku membatin lalu bergegas keluar dari kamar tapi Lisa kembali menarik tanganku.
"Ayah percaya kan sama aku?"
"Hanya orang bodoh dan buta saja yang mau percaya! Minggir, aku mau ke masjid. Nggak ada guna menghabiskan waktu bicara sama kamu!" Aku hempaskan kasar tangannya yang memegangi tanganku.
Rasa sakit itu kembali aku rasakan. Mungkin nanti malam aku akan istigharah. Aku juga nggak mau gegabah dalam mengambil keputusan. Apalagi ini juga menyangkut kedua buah hatiku.
***
Esoknya, sebelum azan subuh aku sudah mandi. Semalam selesai sholat istigharah,aku seperti mendapatkan pencerahan bagaimana kelanjutan pernikahanku. Walau berat,aku harus mengambil keputusan.
Aku pulang dari masjid pukul enam. Aku banyak merenung juga di masjid tadi karena suasananya sudah mulai sepi jadi aku bisa berpikir lebih tenang. Dan saat sampai di kost, ternyata kedua anakku sudah menungguku.
"Ayah, kok sudah siang begini baru pulang dari masjid?" tanya Alya sembari menarik tanganku manja.
"Ayah tadi ngobrol-ngobrol dulu sama bapak-bapak di masjid,," jawabku bohong.
"Ayo yah, kita sarapan," ajak si sulung.
Sebenarnya aku males makan,tapi aku mau kasih alasan apa lagi? Ini hari jumat masa aku bilang sedang puasa. Hhh.
"Nak,ayah buru-buru ke toko. Ada pesanan pagi-pagi sekali. Kalian makanlah!" tolakku halus. Maaf ayah harus berbohong. Batinku. Tak ku hiraukan Lisa yang sedang mengambilkan piring dan gelas untukku. Hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Kini, apapun yang dia lakukan untuk menarik simpatiku, itu tidak akan bisa merubah apapun. Itu tidak akan mengembalikannya utuh seperti sebelum tersentuh laki-laki lain. Ya, aku tidak bisa menyingkirkan bayangan itu dalam benakku.
Aku gegas mengambil sepedaku lalu segera pergi. Tatapan penuh tanda tanya mulai aku rasakan saat menatap putraku. Mungkin dia mulai curiga karena beberapa hari ini aku tidak pernah lagi makan di rumah.
Aku kayuh sepedaku ke arah rumah Budi. Aku tau sahabatku itu pastilah belum berangkat ke toko. Dan benar saja,dia masih sibuk memberi makan ayam peliharaannya.
"Bud!" panggilku.
Budi menoleh lalu menatapku dengan dahi berkerut, "Ada apa ke mari? Tumben?" tanyanya heran.
"Hehee, aku hanya mampir saja," jawabku enteng.
"Kamu kenapa, nggak seperti biasanya seperti ini?"
"Hhmm, kamu janji jangan cerita sama siapa-siapa, ya? Termasuk juga sama bos!" ucapku pelan namun dengan penekanan.
Budi menganggukkan kepalanya, "Beres!"
Aku menarik nafas berat. Aku butuh seseorang tempat bercerita dan meminta pendapat walau semua kembali lagi pada diriku sendiri.
"Aku ingin bercerai!" ucapku lirih tanpa melihat ke arah Budi.
"A-apa? Kamu nggak salah ngomong,kan? Kamu kesambet,ya?" Budi menatapku seakan tidak percaya.
"Aku sudah pikirkan masak-masak. Semalam aku juga sudah istikharah,"
"Tapi kenapa,To? Suami istri bertengkar itu biasa. Apalagi kalian sudah mempunyai dua orang anak yang masih butuh kalian. Dan ingat bagaimana dulu perjuangan kalian untuk bisa bersama. Pikirkan lagi!" sahut Budi.
"Bukan pertengkaran biasa. Sudah dua hari ini aku memikirkannya. Aku tidak main-main dengan keputusanku ini!'
"Hhmm,kamu menyukai wanita lain?"
"Ck. Aku bukan orang seperti itu,Bud!" desisku.
"Tetap saja aku tidak bisa mengerti jalan pikiran kamu. Semua kan ada alasannya."
"Kalau kamu tau alasannya,kamu pasti kaget."
"Ya gimana aku mau kaget,lah kamu cerita nggak jelas gitu." gerutu Budi.
"Aku hanya ingin menutupi aib saja. Cukup aku dan istriku yang tau. Dan Allah tentunya."
"Hhuuhh, kamu itu. Cerita kok setengah-setengah."
"Hhmm, intinya aku sudah sangat kecewa dan sakit hati karena ulah Lisa."
"Tapi keputusan cerai itu bukan main-main,To. Nanti kamu menyesal."
"Aku memang sudah menyesal. Ah sudahlah, kamu doakan saja proses ceraiku berjalan lancar. Ayo kita berangkat kerja sekarang. Sudah jam tujuh ini," ajakku lalu naik ke sepeda.
Budi mengikuti langkahku. Dengan bersepeda, kami berangkat ke toko yang tidak terlalu jauh dari rumah Budi.
***
Pulang kerja,aku lihat kedua anakku masih bermain bersama teman-temannya di jalanan di depan kost. Aku segera masuk. Saat aku membuka pintu kost,aku lihat Lisa sedang tiduran membelakangiku. Dan dia langsung bangkit dari tidurnya saat menyadari kedatanganku.
"Ayah. . ." sapanya lembut.
Sejak kejadian itu,Lisa memang tidak pernah lagi bicara tinggi padaku. Aku diam saja tanpa mempedulikannya. Segera aku ambil handuk dan pakaian ganti lalu pergi mandi.
Setelah mandi,ternyata Lisa sudah menungguku di depan pintu.
"Ayah,kenapa beberapa hari ini nggak mau makan? Ayah masih marah sama ibu?"
"Aku sudah mengambil keputusan. Dan aku yakin,kamu tidak akan keberatan dengan keputusanku ini!" ucapku pelan agar tidak ada tetangga yang mendengar suaraku.
"Keputusan apa, yah?" tanya calon mantan istriku itu dengan dahi berkerut.
"Aku akan menceraikan kamu! Semoga kamu senang, bisa melakukan apapun semau kamu tanpa larangan dariku lagi!" ucapku pelan namun penuh penekanan.
Lisa kaget. Matanya membulat dan menatapku seakan tidak percaya dengan pendengarannya.
"Ayah,bukankah ayah bilang sudah memaafkan aku? Kenapa harus cerai?" Lisa seperti tidak terima dengan keputusanku.
"Aku sudah bilang kalau aku sudah memaafkan kamu. Tapi untuk percaya lagi itu sangat sulit. Dan aku nggak akan bisa hidup dengan orang yang nggak bisa aku percaya. Aku nggak ingin hidupku penuh kecurigaan. Aku ingin hidup tenang!"
"Tapi,yah. Bagaimana dengan anak-anak?"
"Kenapa sekarang kamu memikirkan anak-anak? Bukankan saat melakukannya kamu sama sekali tidak memikirkan mereka?"
"Nggak,yah. Aku nggak mau cerai!" Lisa terlihat menahan tangisnya.
"Mulai malam ini aku akan tinggal di rumah ibuku. Kamu nggak usah khawatir,aku masih akan menafkahi kamu selama masa iddah!" ucapku seraya mengambil beberapa helai pakaianku lalu memasukkannya ke dalam tas.
"Tapi kenapa kamu harus tinggal di rumah ibu?"
"Tolong mengertilah. Aku sudah nggak bisa tinggal lagi seatap denganmu!" tegasku lalu segera keluar dari kost.
Aku tidak tau harus menjelaskan apa jika ibuku bertanya. Apalagi anak-anakku. Tapi keputusanku sudah bulat. Ini semua demi kebaikan walau aku tidak tahu ini baik apa tidak untuk kedua anakku. Semoga saja mereka mau mengerti.
.
.
.
.
.
.
.
.
12
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Rohad™
Adehhh, cih dasar freak nih si Lisa pas selingkuh tidak berfikir 2 kali apa, resiko dan akibat buruk untuk anak-anaknya.
2023-10-27
0
Sulaiman Efendy
BIAR HIDUP MISKIN, TAPI ANTO PNY HARGA DIRI, HNYA SUAMI BODOH YG MAU TERIMA ISTRI YG SDH BEZINAH DGN LAKI2 LAIN, DRIPADA SELINGKUH DN BRZINA BGITU, BAGUS NGELONTE SEKALIAN.. INI YG KETAHUAN ANTO, YG GK KTAHUAN YG SERING BOHONG BILANG BANTU CATHERING, ITU PASTI PERGI BUAT BERIKN MEMEKNYA PADA SELINGKUHANNYA.. KLO SKDAR SELINGKUH TPI BLM BRBUAT JAUH HINGGA BRZINAH, MSH MGKINLH DITERIMA KEMBALI
2022-10-06
1
~R@tryChayankNov4n~
baru sekali yg ketauan ya.. yg lainnya enggk🥴🙃
2022-09-10
0