Sampai di rumah itu,aku langsung memarkirkan sepedaku di depan pagar rumahnya. Aku lihat dari pagar,pintu rumahnya tertutup rapat.
"Permisi!" ucapku dengan suara sedikit tinggi tapi setelah beberapa menit belum ada sahutan.
"Permisi!!" aku coba dengan suara lebih tinggi. Beberapa saat kemudian pintu rumahnya baru terbuka.
"Siapa?" tanya wanita yang tadi aku lihat.
"Saya ada perlu,bu," jawabku masih dari luar pagar.
Wanita itu keluar lalu berjalan mendekatiku. Dahinya berkerut, "Cari siapa ya,mas?" tanyanya heran.
"Maaf saya mengganggu. Suami ibu ada?" tanyaku berbasa-basi.
"Suami saya sedang keluar."
"Kapan keluarnya,bu? Sudah lama?"
"Hhmm,mungkin satu jam yang lalu. Kenapa,ya?"
Aku merogoh kantong celanaku lalu mengambil handphoneku.
"Maaf,apa ini suami ibu?" tanyaku seraya menunjukkan rekaman video yang aku ambil di halaman parkir hotel tadi.
Matanya membulat sempurna dengan dahi berkerut, "I-iya ini suami saya. Si-siapa wanita itu?" tanyanya dengan suara bergetar. Wajah wanita itu mulai pias. Ada perasaan bersalah dalam hatiku tapi kenyataan ini harus dia ketahui.
"Wanita itu adalah istri saya!" tegasku.
"Apa? Maksudnya?"
"Istri saya sudah berselingkuh dengan suami ibu!"
"Ti-tidak mungkin!" ucapnya seraya menggelengkan kepalanya.
Aku lihat dia seperti ingin menangis. Aku lalu mendengarkan rekaman suara yang aku ambil saat di depan kamar hotel. Aku hanya bisa mengambil rekaman saja tanpa video.
"Ibu bisa dengar sendiri itu suara suami ibu apa bukan!" ucapku berusaha meyakinkan wanita itu.
Beberapa menit setelah dia selesai mendengar rekaman dari handphoneku matanya mulai berkaca-kaca,tangannya memegangi dadanya yang mungkin terasa sakit. Maafkan aku. . .
"Saya minta maaf,bu. Saya harus menunjukkan semua ini sama ibu. Saya sudah lama tau dan dua kali melihat dengan mata kepala saya sendiri. Saya tidak ingin terus di bodohi. Saya sengaja mengambil bukti ini supaya mereka tidak bisa mengelak!" tegasku.
"Terimakasih informasinya," ucapnya pelan hampir tidak terdengar.
"Sekali lagi saya minta maaf. Saya permisi dulu,bu!" pamitku. Dia hanya diam saja seperti masih syok.
Aku lalu naik ke sepedaku,mengayuhnya pelan menuju ke rumah ibuku.
Sampai di rumah ibu,langsung aku berikan handphone yang tadi aku beli pada anakku. Mereka seneng banget. Tapi terlebih dahulu aku berpesan supaya tidak sekalipun membuka file yang sudah aku beri nama khusus karena itu sangat penting. Alhamdulillah kedua anakku mengerti dan memang mereka adalah anak yang penurut.
Mereka pun tidak rebutan menggunakan handphone itu. Andre yang pengalah dan Alya yang tidak terlalu menyukai benda itu.
Malam hari saat kami sekeluarga baru saja selesai makan malam,tiba-tiba Lisa datang.
"Anto keluar,aku ingin bicara!" ucapnya dengan sangat tidak sopan sekali. Dia tidak memandang ibuku sama sekali. Bahkan tidak malu pada kami semua.
"Bicara saja yang pelan. Jangan mempermalukan diri sendiri. Apalagi ada anak-anak!" ucapku pelan namun penuh penekanan.
Dia menatapku dengan sinis," Aku ingin bicara di luar!" tegasnya.
"Kenapa di luar? Mau mempermalukan dirimu sama tetangga?" tanyaku sinis.
"Kamu yang akan aku permalukan!" ancamnya.
Aku yang tidak ingin melihat anak-anakku tertekan dan sedih melihat pertengkaran orangtuanya akhirnya keluar. Kami berdiri dengan jarak tak kurang dari satu meter.
"Bicaralah cepat,aku mau istirahat tidak biasa begadang.Apalagi harus meladeni kamu!" ketusku.
"Huhh,kamu kan yang kasih tau istri pacarku soal tadi siang?" tanyanya sengit.
"Tadi siang, apa?" tanyaku pura-pura tidak mengerti.
"Tidak usah pura-pura, kamu?" tanyanya dengan nada tinggi.
"Buat apa aku pura-pura? Aku tidak ingin punya urusan lagi sama kamu! Ingat, minggu depan sidang cerai kita yang terakhir! Dan kamu bebas mau berbuat apa saja dengan seribu laki-laki sekalipun bukan urusanku!"
"Kamu pikir aku perempuan apaan,hahh? Kamu menghina aku?" Lisa terlihat emosi. Dadanya terlihat naik turun.
"Kamu sendiri yang menganggap dirimu seperti itu! Perempuan baik-baik tidak akan mau menginap di hotel tanpa status yang jelas. Apalagi dengan suami orang. Pikir sendiri kalau kamu masih bisa mikir. Aku benar-benar tidak menyangka kamu bisa seperti itu. Sekarang pergilah! Aku bahkan sudah malas melihat wajahmu lagi!" ucapku sinis.
"Kamu! Awas ya,kamu akan menyesal!"
"Aku memang sudah menyesal! Menyesal pernah menikahimu! Pergilah!" usirku tegas.
"Aku juga menyesal menikah dengan laki-laki yang tak berguna seperti kamu!" balasnya tak kalah sinis.
"Iya! Sekarang pergilah!" usirku lagi dan langsung masuk ke rumah. Menutup pintunya rapat-rapat.
Huuhh,aku benar-benar tidak mengerti kenapa dia bisa berubah seperti itu. Kalau masalah ekonomi aku yang tidak mampu, bukankah dia sudah tau dari dulu kenapa masih mau menikah denganku.
***
Tiga hari kemudian aku baru saja pulang mengantar barang sama Budi. Karena belum sholat,aku ijin ke belakang hendak sholat. Setelah selesai sholat,aku kembali ke depan.
Sampai di depan betapa kagetnya aku saat melihat seorang laki-laki yang sangat aku kenal sedang berbicara dengan bos. Ya,laki-laki itu adalah selingkuhan Lisa. Mau apa dia kesini. Aku berdiri agak jauh dari laki-laki yang belum aku tau namanya itu. Aku malas melihat wajahnya.
Tapi tiba-tiba dia mendekatiku. Dia mulai mengeluarkan kata-kata hinaan tapi dengan suara pelan. Awalnya aku berusaha sabar tapi makin lama omongannya seperti sengaja memancing emosiku hingga aku pun langsung melayangkan tinju ke wajahnya.
Dia mengusap bibirnya yang berdarah, "Dasar laki-laki yang tidak berguna. Tidak bisa membahagiakan istri saja sok mau menikahi wanita cantik seperti Lisa. Pantas saja istrimu lari kepadaku. Hahahaa!" dia makin saja menghinaku walau sudah aku hadiahi tinju.
"Ada apa,ini?" tanya bos Toni yang tiba-tiba datang.
"Lihat,apa yang sudah anak buah anda lakukan pada saya!" ucapnya seraya menunjuk wajah dan bibirnya yang berdarah karena ulahku.
"Anto? Apa yang kamu lakukan? Kenapa bikin keributan di sini?" tanya bos dengan nada tinggi.
"Maaf,bos. Aku emosi!" jawabku dengan dada yang masih naik turun.
"Kalau begitu saya batal memborong di toko bapak!" ucap laki-laki itu.
"Loh,kenapa batal,pak?" tanya bos dengan dahi berkerut.
"Saya tidak terima di pukuli oleh anak buah bapak!"
"Saya minta maaf,pak. Saya akan memberi pelajaran padanya tapi tolong jangan di batalkan," pinta bos Toni.
"Baiklah,saya tidak akan membatalkannya tapi dengan syarat," ucapnya dengan senyum menyeringai ke arahku. Entah apa maksudnya.
"Apa syaratnya,pak? Sebutkan saja," tanya bos.
"Saya ingin anak buah bapak ini meminta maaf sama saya dengan berlutut!" pinta David sembari menatap sinis ke arahku.
Mataku membulat seketika mendengar permintaannya. Tanganku mengepal,benar-benar ingin melayangkan lagi tinjuku ini ke wajahnya itu. Benar-benar tidak tahu malu.
"Anto,kamu dengar,kan?" tanya bos seraya melihat ke arahku.
Aku menggeleng cepat, "Maaf,bos. Aku tidak bisa!" tegasku.
"Anto! Bapak ini mau memborong banyak di toko saya. Saya janji akan memberikan bonus untuk kamu! Ayo turuti permintaannya!"
"Aku benar-benar tidak bisa,bos!" Aku tidak akan sudi melakukan hal bodoh itu. Batinku.
"Ya sudah kalau dia tidak mau. Saya terpaksa membatalkan pembelian saya tadi,pak. Saya tidak terima dengan perlakuannya!" ancam David.
"Tapi dia yang mulai,bos! Dia sudah menghinaku terus-terusan!" belaku.
"Diam kamu,Anto! Tidak seharusnya kamu main tangan!"
"Pasti dia sudah biasa main tangan,pak. Pasti juga dia sering main tangan sama anak istrinya," ucapnya sinis.
Dia malah memfitnahku. Sungguh-sungguh memancing emosiku.
"Anto,ayo minta maaf dan lakukan yang bapak ini mau!" titah bos lagi dengan nada makin tinggi. Sepertinya bos sangat emosi denganku.
"Aku tidak akan pernah mau menuruti kemauan orang ini,bos!" tolakku dengan tegas.
"Anto! Lakukan atau saya pecat,kamu!" ancam bos yang membuatku kaget. Entah itu hanya ancaman saja atau benar-benar.
"Sudah pak,kalau dia tidak mau tidak apa-apa. Maaf pak,saya permisi dulu," ucap laki-laki itu lalu hendak pergi.
"Tidak,dia harus minta maaf. Dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya!" bos masih terus memaksaku.
"Aku lebih baik di pecat daripada harus menuruti kemauan orang ini!" aku pun makin berkeras menolak perintah dari bos Toni.
Bos langsung melotot ke arahku. Aku lihat rahangnya mengeras.
"Baiklah kalau itu mau kamu! Silahkan kamu pergi sekarang! Tidak usah datang lagi ke toko saya!" ucap bos Toni emosi.
Deg. Aku menatap bos Toni dengan tatapan nanar. Hal yang aku takutkan terjadi juga. Dengan langkah gontai aku mengambil sepedaku lalu pergi dari sana. Aku hanya melihat sekilas ke arah Budi yang melihatku dengan tatapan sedih. Lebih baik aku kehilangan pekerjaanku daripada kehilangan harga diriku dengan merendah di hadapan laki-laki itu.
.
.
.
.
.
.
16
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
teti kurniawati
penjahat tetap penjahat, licik
2022-09-16
0
Eliani Elly
next
2022-01-14
0
Aris Pujiono
lanjutkan kak
2022-01-08
0