Sore hari aku pulang dengan tidak bersemangat. Rasanya aku malas untuk pulang karena pasti akan bertemu dengan istriku. Hatiku masih sangat sakit,tapi demi kedua anakku,aku memaksakan diri untuk pulang.
Aku mamarkirkan sepedaku di depan kamar kost kami,di sebelah meja dapur. Dari luar aku bisa mendengar suara anak dan istriku sedang mengobrol santai.
Aku ragu untuk masuk. Aku takut tidak bisa menguasai emosiku jika melihat istriku karena kejadian tadi siang akan selalu membekas di ingatanku.
Namun tiba-tiba pintu kamar kostku terbuka. Putri bungsuku muncul di depan pintu dengan senyum manisnya. Seketika emosiku berkurang melihat senyumannya. Aku tidak tau harus bagaimana menghadapi ibunya nanti.
"Ayah. . ." Sapanya hangat.
"Assalammualaikum," akhirnya mau tidak mau aku masuk ke dalam kamar.
"Wa'alaikumsalam,yah," sahut Alya.
Aku masuk ke kamar mandi. Aku amati kamar mandi yang sedikit berbeda. Ahh iya,biasanya banyak piring kotor menumpuk,sekarang tak ada satupun.
Aku bergegas mandi lalu pergi ke masjid sampai waktu isya. Aku ingin menenangkan diri sekaligus menghindari istriku itu. Ah entahlah,apa aku akan tetap mempertahankannya sebagai istriku apa tidak. Aku sungguh bimbang mengingat kedua buah hatiku.
Pukul tujuh lebih aku baru pulang dari masjid. Rupanya anakku Alya sudah menungguku.
"Ayah kok lama,aku laper," keluhnya seraya memegangi perutnya.
"Maaf ya nak,tadi ayah sekalian sholat isya di masjid," jelasku.
Aku lihat di lantai yang beralaskan karpet sudah tersedia makan malam,lengkap dengan lauknya lele goreng. Darimana istriku uang untuk membeli ikan lele. Biasanya makan dengan lauk ikan hanya saat aku baru gajian saja sementara sekarang sudah ujung bulan.
Aku memang suka makan lele goreng tapi karena Lisa yang masak,perutku mendadak mual. Aku sama sekali tidak berselera makan,entahlah.
Aku mengambil gelas lantas mengisinya dengan air minum lalu menenggaknya habis tak bersisa. Setelah itu aku kembali keluar. Tapi baru saja aku hendak mengenakan sandal,Alya memanggilku.
"Ayah? Ayah mau kemana? Apa ayah nggak mau makan?" tanya Alya.
"Makanlah,ayah nggak laper," jawabku cepat.
"Ayah,kita sudah tunggu ayah dari tadi kok ayah nggak mau makan," protes Alya.
"Maaf ya nak,sudah membuat kalian menunggu. Makanlah. . ." ucapku sambil berlalu.
Hatiku merasa sakit setiap kali melihat Lisa,walau aku tidak langsung melihat wajahnya. Hanya melihatnya dari belakangpun rasanya emosiku naik. Dan aku tidak ingin kedua anakku tau.
Aku duduk di dekat pintu pagar seraya menatap ke jalanan. Kebetulan kost ku ini di pinggir jalan yang ramai,jadi walau pun malam,tetap ramai orang yang berlalu lalang dan juga perjual gerobakan.
Aku melamun. Memikirkan bagaimana kelanjutan rumah tanggaku. Aku benar-benar dilema tapi untuk terus mempertahankan Lisa sebagai istriku pun rasanya sulit. Bayangan kejadian tadi siang masih terus berseliweran di mataku. Seberapa kuat aku tak ingin mengingatnya,justru bayangan itu semakin nyata menari-nari di ingatanku.
Dadaku pun terasa sesak. Rasanya seperti mimpi. Akupun tak pernah membayangkan kalau pernikahanku akan jadi begini. Mungkin Lisa sudah tidak sanggup hidup denganku yang serba kekurangan ini.
Pukul sembilan malam aku kembali ke kamarku. Kedua anakku sudah terlelap ke alam mimpi sementara Lisa saat tau aku masuk,buru-buru berbaring yang awalnya posisinya sedang duduk.
Aku sengaja tidak menegurnya dan langsung berbaring di sebelah Andre.
Aku benar-benar sulit untuk terlelap. Tidurku gelisah. Semakin keras aku mencoba menghilangkan bayangan itu justru semakin aku mengingatnya.
Jam berlalu sangat lambat,aku belum juga bisa tertidur. Tidak ada pergerakan dari Lisa padahal malam-malam sebelumnya istriku itu selalu keluar kamar walau hanya lima menit. Apa dia tau kalau aku belum tertidur hingga dia tidak berani kaluar,entahlah.
Entah pukul berapa aku akhirnya bisa tertidur,tiba-tiba sudah terdengar azan subuh. Aku gegas bangun lalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri lalu pergi ke masjid,hingga pukul enam aku baru kembali ke kost. Aku lihat Lisa sedang memasak. Dari aromanya sepertinya enak tapi perutku mendadak mual.
"Ayah dari mana?" tanya Alya,putriku saat aku baru saja masuk ke kamar.
"Ayah dari masjid,nak. Kamu dan mas Andre tadi sholat subuh,nggak?"
"Kita sholat kok,yah."
Aku tersenyum, "Kalian senin sudah mulai sekolah kan?"
"Iya,yah. Tapi aku belum beli sepatu. Kan sepatuku yang lama sudah nggak bisa lagi di pake." keluh Andre.
"Nanti ibu yang belikan sepatu buat mas Andre," ucap istriku seraya melirik ke arahku. Tangan kiri dan kanannya membawa lauk dan sayur yang baru saja dia masak.
Darimana Lisa uang untuk membeli sepatu Andre sedangkan aku baru akan gajian tiga hari lagi. Uang yang aku berikan pasti sudah habis. Tapi entahlah,aku nggak mau memikirkannya. Terserah dia uang darimana.
Aku lalu keluar, "Ayah berangkat kerja dulu, " pamitku.
"Ayah,kok sudah mau berangkat? Ayah kan belum makan?" tanya Alya.
"Ayah puasa,nak," jawabku. Kebetulan hari ini hari kamis jadi kedua anakku nggak akan curiga kalau aku bilang sedang puasa. Entahlah aku seperti kehilangan selera makan.
Gegas aku mengayuh sepedaku. Di jalan aku melihat penjual gorengan. Aku lalu membeli gorengan dua ribu rupiah,lumayan untuk mengganjal perutku agar mempunyai tenaga untuk bekerja.
Aku sampai di toko di saat bosku baru saja datang. Dia tersenyum ke arahku.
"Anto,tumben kamu sudah datang?"
"Iya,bos. Sengaja biar bisa bantuin bos buka toko," kilahku.
"Nah,bagus begitu," ucapnya senang.
Aku lalu mulai mengeluarkan bahan-bahan bangunan yang memang harus di letakkan di luar toko,karena di dalam sudah penuh.
"To,sini kamu," panggil bosku yang ada si depan meja.
Aku lalu menghampirinya.
'Ya,bos," sahutku.
"Rezeki kamu nih,tadi saya beli dua," ucap bosku seraya mengulurkan satu satu kotak plastik nasi kuning.
"Alhamdulillah," ucapku penuh syukur seraya mengambilnya dari tangan bosku. Dari semalam aku nggak makan,tadi cuma makan gorengan dua.
"Sana kamu makan dulu. Nanti siang kan beda lagi!" titahnya.
"Baik,bos," aku lalu makan dengan lahab. Jarang sekali aku makan enak seperti ini. Nasi kuning dengan lauk perkedel dan ayam goreng.
Selesai makan,aku mencuci tanganku di wastafel. Lalu kembali bekerja. Kebetulan Budi sudah datang. Dia terlihat sedang menaikkan semen dan bata ke atas mobil. Aku lantas mendekatinya.
"Bud,mau di antar kemana?" tanyaku seraya membantunya menaikkan semen.
Budi menoleh sesaat ke arahku, "Ke gang sepuluh. Kamu mau ikut?"
"Ya biasanya kan pasti ikut," jawabku.
"Mungkin saja nggak mau ikut karena sedang,hmm. . ." Budi mengedipkan sebelah matanya. Aku langsung menoyor kepalanya. Dia malah mentertawaiku.
Aku bingung harus mengambil keputusan apa. Apa aku harus cerita saja ya sama Budi. Mungkin dia punya pendapat untuk masalahku. Tapi aku malu kalau sampai Budi tau apa yang telah Lisa lakukan. Aahh,aku benar-benar bingung.
.
.
.
.
.
.
.
06
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
El_Tien
ayo semangat
2022-03-27
0
Oyiib Pw
dah lepas aja to gx rido kalo terus bertahan
2022-03-17
1
Eliani Elly
di ceraikan saja, toh dia sdh berzina
2022-01-14
0