LAST STAND

LAST STAND

1. THIS IS BEGIN

Beep... beep... beep... Suara alarm dari ponsel Gilang berbunyi nyaring, memecah kesunyian subuh dan membangunkannya dari tidur lelap. "Arghh… bangke, masih ngantuk," racau Gilang dengan suara serak, tangannya meraba-raba nakas, berusaha menggapai ponsel yang terus meraung itu.

"Woy, bangun! Sudah siang nanti telat masuk kerja!" Suara teriakan seorang wanita dari balik pintu kamarnya semakin menambah "gangguan" yang menjauhkannya dari alam mimpi. Itu adalah ibunya, yang memang selalu punya cara untuk memastikan Gilang tidak terlambat.

"Arghhh… ini lagi! Alarm hidup, pintu digedor-gedor. Iya, sebentar, Mah!" jawab Gilang, menyerah pada usahanya untuk kembali tidur. Dengan malas, ia menaikkan badannya dari kasur, mengumpulkan sisa-sisa kesadaran, dan melangkah gontai keluar dari kamarnya.

Saat berjalan menuju dapur, pandangannya tak sengaja terpaku pada layar televisi di ruang keluarga, tempat neneknya biasa menghabiskan pagi. Sebuah berita sedang disiarkan, mengabarkan bahwa kota mereka baru saja dilanda bencana: jatuhnya meteor yang menghancurkan satu desa di kaki gunung setempat. Gambar-gambar reruntuhan dan warga yang terluka memenuhi layar, menciptakan suasana pilu.

"Astagfirullah, kasihan sekali orang-orang di sana… Sampai segitunya musibah, rumah pada hancur, warganya pada masuk rumah sakit. Semoga…" Neneknya belum selesai berucap, namun Gilang sudah menyela dengan pikiran pragmatisnya yang khas.

"Lumayan tuh meteor kalau dijual jadi uang, Nek. Buat biaya berobat sama ganti bikin rumah juga," celetuk Gilang sambil mendudukkan badannya di kursi, pandangannya masih terpaku pada televisi.

Neneknya melirik tajam. "Sudah sana cepat mandi! Sudah siang! Sana, ganggu saja orang tua nonton berita!" hardiknya, membuat pagi Gilang semakin terasa buruk. Dengan mendengus, Gilang bangkit dan bergegas menuju kamar mandi.

Perjalanan Pagi dan Obrolan Ringan

Setelah mandi, Gilang langsung bersiap untuk pergi bekerja. Ia memutuskan untuk berjalan kaki pagi itu, menikmati udara sejuk meski masih diwarnai sedikit kekesalan sisa pagi. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan tetangganya, Pak RT, yang sedang memandikan burung peliharaannya dengan semprotan air.

"Mandiin burung, Pak RT? Kasihan, masih pagi sudah dimandiin begitu," sapa Gilang, menghentikan langkahnya untuk menyapa tetangga.

"Iya, Gil, biasalah. Sudah kebiasaan mandiin burung kesayangan pagi-pagi begini sebelum kerja, ‘kan biar santai dengar kicaunya pagi gini…" jawab Pak RT sambil terus menyemprot burungnya dengan telaten.

"Mau ke mana, Gil? Pagi-pagi begini sudah mau kerja? Biasanya juga siangan berangkatnya?" tanya Pak RT penasaran.

"Iya, Pak RT. Kejar target motong kayu, takutnya keburu hujan lagi kayak kemarin," jawab Gilang, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat kerja.

Sesampainya di tempat kerja, sebuah bengkel kayu yang sederhana, Gilang langsung membereskan beberapa perkakas yang berserakan. Ia juga menyalakan musik dari ponselnya. "Lumayan biar enggak sepi-sepi amat nih tempat," gumamnya sambil mengetuk-ngetuk layar ponsel. Tak lama berselang, datanglah dua rekan kerjanya, Fajar dan Acep, yang segera menyapanya dengan riuh.

"Oi, Gilang! Wedehh, pagi amat lo, Gil, ke sini?" sambut Fajar, seraya bercanda. "Bisa nih ngutang kopi segelas," tambahnya, tersenyenyum nakal.

"Sudah, sudah, kebiasaan si Fajar pagi-pagi sudah ngutang ke warung orang," timpal Acep sambil melepas helm dari kepalanya.

"Ke rumah saja, Jar! Bilang saja ke emak gue, beli kopi dua tar dibayar sama gue!" sahut Gilang sambil menyimpan sapu di sudut ruangan.

"Gue sekalian, Jar, nih duitnya," kata Acep sambil memberikan uang lima ribu rupiah kepada Fajar.

Fajar pun melesat pergi dan tak lama berselang, ia kembali membawa tiga gelas kopi dan sepiring gorengan lengkap dengan cabai rawit.

"Sudah ngelantur nih anak! Disuruh bawa kopi tiga gelas, malah tambah gorengan," ucap Acep sambil berdiri membantu Fajar menurunkan barang bawaannya.

"Dikasih emaknya Gilang, Cep… katanya buat sarapan anak-anak… gratis, kok," jawab Fajar sambil memegang gelas kopi dengan bangga.

"Gil, lu tahu meteor yang jatuh tadi malam di gunung mana sih? Katanya di Tasik," tanya Fajar kepada Gilang, serius.

"Enggak tahu, Jar… Cuma lihat di berita katanya memang ada. Tapi kalau gunungnya, enggak tahu dah gunung mana," jawab Gilang sambil menyalakan sebatang rokok.

"Gunung kembar, Jar… Meteornya kayak bentuk lemper isi celana lo," jawab Acep dengan nada mesum, terkekeh.

"Eh, si goblok! Ditanya bener-bener malah mesum! Enggak dikasih jatah lo sama bini lo apa gimana?!" seru Fajar sambil melemparkan bekas gorengan pada Acep, yang langsung dimarahi oleh Gilang karena mereka malah bercanda di jam kerja.

"Siniin tuh amplas 600! Malah bercanda melulu! Kayu tuh belah sana! Malah bercanda melulu, enggak bakal beres-beres pesanan kita kalau begini!" tegur Gilang, suaranya sedikit meninggi. Seketika itu juga, kedua temannya langsung berhenti bercanda dan kembali fokus pada pekerjaan mereka.

Tengah Hari dan Berita Semakin Serius

Tak terasa waktu berlalu, dan tiba saatnya tengah hari, waktu istirahat bagi para pekerja. Gilang memutuskan untuk pulang ke rumah terlebih dahulu untuk makan dan membersihkan dirinya dari serbuk kayu yang menempel di tubuhnya.

"Jar, gue balik dulu sebentar, mau makan di rumah. Kalau kalian lapar, ke rumah saja, ada nasi-nasi doang sama… lauknya beli sendiri. Sekalian, tuh gelas kosong sama nampan siniin, biar gue simpan ke rumah," ucap Gilang, menawarkan makan siang di rumahnya.

"Sudah, Gil, enggak apa-apa… Kita bawa bekal kok… Bawa saja nih gelas sama nampan," jawab Acep sambil berdiri menyodorkan nampan dan gelas pada Gilang.

"Ya sudah… gue balik dulu," tutur Gilang sambil melangkah keluar dari tempat kerjanya.

Sesampainya di rumah, ia langsung menuju dapur dan segera mengambil piring untuk makan siang. Serta tak lupa menyalakan televisi, dan segera duduk untuk menyantap makanan sambil menonton acara berita.

Berita terkini mengabarkan update terbaru tentang jatuhnya meteor di kota mereka. Dalam siaran tersebut, diinformasikan bahwa banyak warga yang terkena dampak telah dilarikan ke beberapa rumah sakit. Yang mengejutkan, aparat menemukan bahwa beberapa patahan meteor tersebut telah hilang. Bahkan, sebagian dari meteor yang besar sudah tidak utuh, dikarenakan banyak warga yang berusaha mengambil sedikit bagian meteor tersebut untuk dijual secara pribadi, mengingat harganya yang mungkin cukup mahal.

Banyak media yang meliput, dari mulai media nasional maupun media lokal, terus memberikan update tentang meteor yang jatuh. Tak hanya itu, banyak ahli juga memberikan pendapat bahwa meteor yang jatuh di daerah mereka membawa banyak zat-zat atau bahkan organisme luar angkasa yang belum diketahui. Oleh karena itu, diperlukan ahli dari badan antariksa untuk memeriksa apakah meteor tersebut bisa dinyatakan 'aman' atau tidak.

Tidak sedikit pula media yang menyiarkan bahwa meteor itu adalah pertanda akhir zaman, menambah nuansa misteri dan ketakutan di tengah masyarakat. Gilang terdiam, memandangi layar televisi dengan pikiran campur aduk. Apa yang akan terjadi selanjutnya dengan meteor ini? Dan bagaimana dampaknya bagi kota kecil mereka?

Terpopuler

Comments

Mitt²🍒⃞⃟🦅

Mitt²🍒⃞⃟🦅

saat dialog setelah tanda petik huruf pertama kapital kak 🙏

2022-11-13

0

Anisa Fitria

Anisa Fitria

semangat kakak

2022-11-03

0

mey

mey

lanjut Thor kalo gak lanjut di tampol setiap detik. 😁

2022-10-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!