Ujian Nasional pun telah berakhir, hari ini aku berencana pergi ke sekolah untuk bertemu dengan wali kelasku. Kebetulan hari ini, aku akan menerima surat rekomendasi untuk melanjutkan ke sekolah selanjutnya. Sebelum terlalu jauh akan aku ceritakan tentang rekomendasi ini.
Jadi sistem pendidikan di negaraku memiliki sebuah aturan yang dimana sekolah dapat memberikan rekomendasi kepada anak didiknya untuk mempermudah mereka masuk ke sekolah tertentu, sesuai dengan rekomendasi dari sekolah.
Dan rekomendasi itu ditentukan sesuai dengan nilai akademik atau prestasi yang dimiliki oleh siswa selama di
sekolah. Semakin bagus nilai akademik dan prestasi seorang siswa, maka semakin banyak sekolah yang direkomendasikan kepadanya.
Tapi banyak juga siswa yang tidak mengambil rekomendasi itu karena sekolah yang tidak sesuai dengan apa
yang mereka inginkan. Entah itu dari jarak antara sekolah dengan rumahnya, atau alasan lainnya.
Tentu kalau aku akan mengambil rekomendasi dari sekolah. Karena kau dapat dengan mudah masuk ke sekolah
negeri, selain itu kau tidak perlu repot-repot belajar untuk mengikuti ujian masuk di setiap sekolah.
“Ibu sudah melihat seluruh hasil nilaimu dari kelas satu sampai kelas tiga. Nilaimu tidak begitu buruk dan
ada satu sekolah yang direkomendasikan dari sekolah untukmu.”
Wali kelasku memberikanku satu buah map berwarna coklat. Aku pun membuka map tersebut dan di dalamnya terdapat beberapa kertas yang menampilkan hasil nilaiku selama bersekolah di sini.
Dan mataku pun tertuju kepada satu nama sekolah yang menjadi rekomendasiku.
SMK Sawah besar, jurusan multimedia.
Tapi bagaimana sekolahnya ya? Aku sama sekali belum pernah mendengar tentang sekolah itu. Nanti pas sampai di rumah akan aku cari di internet.
“Jadi ini rekomedasiku? Mengapa harus multimedia?”
“Karena nilai kesenian dan komputermu lumayan tinggi. Jadi itulah kenapa kau mendapatkan jurusan multimedia. Sebenarnya nilai matematika dan fisikamu juga tinggi, tapi kamu pernah menulis di lembar tujuan sekolah yang diberikan sekolah. Kamu mengisinya ke sekolah kejuruan semua kan? Jadi itulah rekomendasi yang kamu dapat.”
“Begitu ya, setidaknya saya mendapatkan rekomendasi. Terima kasih atas bimbingannya Bu.”
Aku pun memasukan kertas itu ke dalam map lagi dan memasukannya ke dalam tasku. Kemudian aku bergegas untuk pulang ke rumah.
Ketika aku keluar dari ruang guru, di hadapanku sekarang ada Rina yang sedang menunggu seseorang.
“Yo, mau melihat hasil rekomendasi juga?”
Tapi Rina tidak menjawabku dan hanya menunduk saja.
Canggung sekali, seharusnya tidak perlu aku tegur tadi.
“...Ar.”
“Hmmm…”
“Apa setelah ini kamu sibuk?”
“Tidak, memangnya kenapa?”
“Apa kamu mau menemaniku berkeliling sekolah dulu?”
“Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?”
“..Iya.”
“Baiklah.”
Lagi pula ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadanya juga.
Akhirnya kami pun berkeliling sekolah sambil mengenang masa-masa saat bersekolah di sini. Tujuan pertama yang
kami kunjungi adalah lapangan depan sekolah.
“Apa kamu ingat saat pertama kali kita berbaris di sini untuk pembagian kelas?”
Wah… Aku ingat saat itu, ketika itu aku sama sekali tidak tau kalau Riki masuk ke sekolah ini dan juga
aku belum kenal dengan Maul.
“Saat itu aku sangat bingung untuk berintraksi dengan yang lainnya, karena tidak ada teman dari SDku yang
masuk ke kelas yang sama denganku. Kemudian saat itu aku melihatmu sedang berdiri di hadapanku dengan tatapan yang sangat sinis.”
Kalau tidak salah waktu itu aku sedang melihat seorang laki-laki yang melihat ke setiap barisan kelas untuk
mencari perempuan mana yang paling cantik.
“Ah.. Aku ingat itu, waktu itu juga awal pertama kita berkenalan.”
“Saat itu aku sangat takut sekali untuk menegurmu karena aku pikir kau adalah orang jahat.”
“Masa? Aku tidak tau kalau itu menakutimu.”
“Tentu saja, semua orang yang melihatmu saat itu pasti akan berpikiran sama denganku.”
Benarkah? Aku kira saat itu pandanganku tidak terlalu menyeramkan juga.
“Tapi berkat itu aku sama sekali tau kalau kamu itu sebenarnya orang yang baik Ar. Hanya saja auramu memancarkan yang sebaliknya.”
“Aku bukanlah orang baik seperti yang kamu kira, aura yang aku pancarkan itu adalah kebenaran dari diriku.”
Karena dari awal aku tidak ada niatan mau berbuat baik dengan orang lain. Hanya saja aku memikirkan cara untuk membuat kehidupan di sekolah yang menguntungkan bagiku. Makanya aku tetap mencoba berintraksi dengan teman-teman di kelasku.
“Menurutku, kejujuran itulah yang membuatmu terlihat baik di mataku. Kamu tidak pernah menyembunyikan niat
lain dalam melakukan sesuatu, menurutku itu yang membuatmu keren.”
Rina tersenyum tepat di hadapanku.
Dug.. Dug…
Aku merasakan sesuatu yang hangat ada di dalam tubuhku. Apa ini?
“Benarkah? Kau terlalu berlebihan dalam memujiku Rina.”
“Aku tidak berlebihan, memang seperti itulah kenyataannya.”
Bolehkah aku merasa senang sekarang? Sepertinya tidak masalah untuk senang setelah mendengar itu, tapi
jangan sampai ketahuan olehnya kalau aku sedang senang.
“Bagaimana kalau kita ke tempat berikutnya Ar?”
Kami pun berkeliling sekolah. Selama di perjalanan, kami sering bertemu dengan teman-teman sekelas kami yang pada menunggu hasil dari rekomendasi mereka. Mereka terlihat senang sekali ketika aku dan Rina jalan bersama. Aku tidak tau apa yang mereka pikirkan. Pasti yang jelas, mereka berpikir kalau aku dan Rina sudah pacaran.
Apa aku terlalu berharap? Tapi hanya itu yang dapat aku simpulkan setelah melihat sikap mereka.
Dan akhirnya kami pun sampai di halaman belakang sekolah. Tempat paling bersejarah bagi perjalananku di sekolah ini. Karena hanya di sini tempatku menghabiskan waktu untuk menyendiri.
“Buat apa kita ke sini?”
“Ada kenangan tersendiri di sini.”
Rina menatap dinding belakang sekolah yang penuh dengan coretan.
“Dulu tempat ini menjadi tempat yang paling aku takuti karena banyak sekali lelaki yang menyatakan perasaannya kepadaku.”
“Mengapa kau takut akan hal itu?”
“Aku takut menyakiti hati mereka. Itu sangat menyedihkan Ar, ketika kamu sudah mengumpulkan keberanianmu
untuk menyatakan cinta kepada seseorang, tetapi perasaan itu malah ditolak oleh orang yang kamu suka.”
Rina terlihat menghayati sekali ketika mengucapkan itu.
“Menurutku tidak seperti itu… Itu sudah risiko mereka yang ingin menyatakan perasaannya. Seharusnya kau tidak
perlu mengkhawatirkan itu.”
“Mungkin jika aku memiliki sifat yang sama sepertimu, aku akan berpikiran hal yang sama. Tapi sifat kita berbeda Ar.”
“Tentu, sifat kita sangatlah berbeda… Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan kepadamu.”
“Apa itu?”
“Apa yang mereka katakan saat rumor itu benar?”
“Hmmm…”
“Apa kau suka denganku?”
AAHhh… Aku malu sekali mengatakan itu, apa ada sesuatu yang dapat aku gunakan menutupi wajahku?
Rina terdiam setelah aku mengatakan itu.
“...Bagaimana kalau hal itu adalah benar?”
Benar? Berarti dia memang menyukaiku.
“Tentu aku sangat senang sekali jika kau memang suka denganku, tapi tetap saja aku tidak mau untuk berpacaran saat ini.”
“Kenapa?”
“Kau sudah tau sendiri, aku tidak menyukai sesuatu yang tidak rasional.”
Suasana pun menjadi hening, aku melihat Rina yang sedang menarik nafas dengan sangat panjang. Dia pun menatapku dengan mata yang penuh akan keyakinan dan keberanian.
“Itu benar Ar, Aku menyukaimu.”
“Hah!?”
Tunggu.. Tunggu… Aku tidak salah mendengarkan? Rina, suka denganku?
“Lalu bagaimana dengan lelaki yang kau sukai dari SD?”
“Apa kamu tidak mengingatnya Ar? Lelaki itu adalah kamu.”
Pantas saja ketika mendengar ceritanya waktu itu aku merasa kalau aku pernah mengalaminya.
“Berarti kau juga sekolah di SD Cibubur?”
“Iya, tapi aku mendapatkan kelas paginya.”
“Jadi perempuan yang waktu itu hampir terkena bola. Itu kau?!”
Aku hampir melupakan hal itu. Ternyata waktu sekolah dasar aku pernah menyelamatkan satu orang perempuan yang hampir terkena bola.
“Iya, apa kamu tidak menyadarinya?”
“Tentu saja, penampilanmu sangat berbeda sekali.”
Kalau waktu di SD ku dulu, Rina tidaklah semencolok seperti di SMP. Seandainya memang ada seorang perempuan yang cantik di sekolahku, pasti informasi itu sudah menyebar hingga ke kelasku. Walaupun aku berada di kelas siang, tapi perputaran informasi di sekolahku saat itu sangatlah cepat.
“Makanya waktu bertemu denganmu lagi di SMP, aku merasa sangat senang sekali. Tapi kamu sangat berbeda
dari yang dulu.”
“Berbeda?”
“Kalau dulu kamu terlihat ramah dan baik di hadapan orang-orang. Tapi ketika masuk ke SMP, kamu jauh lebih dingin dan menyeramkan Ar…”
Sebenarnya ada cerita tersendiri tentang perubahan yang terjadi kepadaku. Tapi karena itu tidak ada kaitannya
dengan kisah cinta, mungkin akan aku ceritakan lain kali saja kepada kalian.
“...Tapi setidaknya sifat baikmu itu tidak pernah berubah.”
“Aku tidak merasa pernah berbuat baik kepadamu ketika awal bertemu.”
“Apa kamu lupa saat meminjamkanku pulpen karena aku lupa membawa tempat pensil?”
Apaan itu? Sejak kapan aku mengalami kejadian seperti di film-film.
“Aku lupa tentang hal itu.”
“Pokoknya aku senang katika melihatmu tidak berubah sama sekali.”
Aku pun terdiam dan memikirkan bagaimana perasaan Rina saat ini. Aku sebenarnya tidak mau menolaknya saat ini. Walaupun dia berusaha tersenyum di depanku, tapi aku tau kalau dia sangat menderita pastinya.
“...Seharusnya kau sudah mengetahui jawabanku apa.”
“Iya, aku tau itu Ar.”
Rina pun terlihat murung yang membuatku jadi tidak tega untuk melihatnya. Sebenarnya aku tidak mau menolak Rina kalau bisa, karena dia adalah perempuan yang selama ini menjadi cahaya dalam hidupku.
Mungkin aku terlalu berlebihan dalam mengatakan hal itu. Tapi setiap kali aku mau melakukan sesuatu yang
buruk, pasti Rina selalu ada di sana untuk mengingatkanku. Dia juga yang selalu menentangku jika aku memiliki pemikiran yang salah.
Jadi menurutku, ketika diriku sedang dilanda badai yang sangat kencang, Rina menjadi secercah cahaya yang
menerangiku saat itu. Bahkan di saat terakhir saja, dia yang menghentikanku.
“Maafkan aku Rina, tapi aku masih tidak mau terikat oleh sesuatu apa pun.”
Tapi cahaya adalah cahaya, dan aku adalah kegelapan. Cahaya dan kegelapan tidak bisa bersatu. Mau sekeras apa mereka disatukan, tetap saja ada pembatas yang memisahkan mereka.
“Iya tidak apa-apa Ar, aku sudah tau kau akan menjawab itu.”
Rina tersenyum kepadaku, namun senyuman itu terasa menyakitkan di hatiku. Karena saat ini, dia sedang merasa sedih sekali. Aku yakin akan hal itu.
Dia pun mulai terisak-isak dan aku dapat melihat dengan jelas kedua tangannya mencengkeram roknya dengan
sangat kuat. Seperti dia sedang menahan tangisnya.
Sontak membuatku langsung menghampirinya dan merangkul dirinya.
“Jangan bersedih.”
Aku pun mengelus kepalanya secara perlahan. Dia pun mulai mendekap kepalanya di dadaku, dan Rina mulai menangis sejadi-jadinya.
Apakah aku sudah melakukan hal yang jahat kepadanya? Aku baru pertama kali melihat dia menangis seperti ini, dan juga aku telah membuatnya menangis. Aku jadi tidak enak dengannya, bagaimana kalau nantinya dia marah denganku dan tidak mau bicara lagi denganku, tapi sepertinya ini pertemuan terakhir kita, jadi aku tidak perlu memikirkan hal seperti itu.
Sebenarnya hal ini tidak akan terjadi jika aku menerimanya dan menjadikannya sebagai pacarku. Lagi pula menjadi pacarnya sepertinya tidak ada masalah, aku sudah mengetahui bagaimana sifatnya dan menurutku dia tidak akan membuatku kerepotan.
Tapi mau bagaimana lagi. Saat ini aku sedang tidak mau terikat oleh sesuatu apa pun, aku ingin bebas melakukan
segalanya. Aku tidak mau terhalangi dengan sesuatu seperti kecemburuan, kasih sayang yang sudah dimiliki orang lain, dan apa pun yang berkaitan tentang hal itu.
“Kamu jahat Ar... Bodoh, tidak berperasaan, dasar bodoh.”
“Iya.. Iya… Aku memanglah orang yang jahat.”
Sampai saat ini, aku masih berpikir apa yang membuat Rina menyukaiku seperti ini. Tidak mungkin kalau hanya kejadian saat di SD membuat dia jadi suka denganku. Karena menurutku, hal itu sangatlah biasa sekali.
“...Aku tidak akan menyerah begitu saja, aku berjanji akan merutuhkan idealismemu itu.”
Rina pun menghapus air matanya dan kemudian menatap mataku dengan tekad yang sangat kuat. Sepertinya dia
sungguh-sungguh ketika berkata ingin menghancurkan idealismeku itu.
“Boleh saja, kita lihat semampu apa kau melakukannya.”
Sebenarnya aku juga sempat memikirkan hal ini sebelumnya.
Apakah ada orang yang bisa meruntuhkan idealismeku ini. Jika memang tidak ada orang yang dapat meruntuhkan
idealismeku ini, apa mungkin aku tidak akan menikah nantinya. Dari pada memikirkan itu, lebih baik membiarkannya saja dan melihat. Siapa orang yang dapat mengubah idealismeku ini.
“Apa surat rekomendasimu sudah keluar Ar?”
Dia mengalihkan pembicaraan. Sepertinya dia sedang mencoba untuk melupakan hal ini dengan bersikap seperti biasa kepadaku. Kalau hal itu bisa melupakan semua kesedihan yang dia rasakan saat ini, lebih baik aku bersikap biasa juga demi kebaikan kita bersama.
Ya, kita bersama.
“Sudah.”
“Dimana kamu direkomendasikan?”
“SMK Sawah Besar, jurusan multimedia.”
“SMK Sawah Besar ya? Aku dengar sekolah itu cukup terkenal juga di Jakarta.”
“Hee.. Aku baru tau itu.”
Luar biasa sekali, hanya dengan rekomendasi aku sudah dapat masuk ke sekolah ternama. Sepertinya nilaiku
memanglah bagus, heheheheh…
“Apa kamu akan mengambil rekomendasi itu?”
“Tentu saja, kalau memang itu sekolah cukup ternama, bukankah sayang jika membiarkannya.”
Tapi tetap saja, jarak rumahku dengan sekolah itu sangatlah jauh. Sepertinya aku harus naik Transjakarta untuk sampai ke sana.
“Kalau kau?”
“Jadwalku baru besok. Jadi aku belum tau direkomendasikan di sekolah mana.”
“Seperti yang aku duga dari orang pintar sepertimu.”
Karena besok adalah hari untuk para murid yang memiliki banyak prestasi mengambil rekomendasinya. Sepertinya
Maul dan Riki juga baru mengambil rekomendasinya besok.
Jadi hanya aku saja yang tidak memiliki prestasi di sini.
Biarlah, memang hanya segitu saja kemampuanku. Dari pada meratapinya lebih baik aku menerimanya. Lagi pula
yang aku dapatkan tidak terlalu buruk.
Baiklah! Kita lihat, seberapa menyenangkannya SMK itu.
-End Chapter 13-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments