“Maaf menunggu lama.”
Riki melambaikan tangannya kepada kami lalu duduk tepat di sampingku. Wajahnya terlihat senang sekali seperti baru saja mendapatkan setumpuk uang yang sangat banyak.
“Dari mana saja kau?”
“Biasa, ada seseorang yang berulah lagi.”
“Jadi orang terkenal memang susah ya.”
“Itu juga karena kau, aku jadi seperti ini.”
Riki merasa kesal setelah mendengarkan ucapanku barusan.
“Maaf.. maaf...”
Riki lalu duduk di sampingku dan tersenyum sendiri sambil membayangkan sesuatu. Melihat wajahnya saat itu, membuatku dan Maul menjadi jijik.
“Apa ada sesuatu yang membuatmu sebahagia itu?”
“Hmmm…”
Senyumannya makin melebar seiring mendengar pertanyaanku yang membuatnya semakin mengingat sesuatu yang menyenangkan itu.
“Aku baru saja mendapatkan ini.”
Riki menunjukan sebuah surat kehadapan kami berdua. Surat itu tidak terlalu besar dan di tengah surat itu ada stiker berbentuk hati berwarna biru.
“Kau bercanda kan?”
Maul mengambil surat itu dari tangan Riki dan mengambil selembar kertas yang ada di dalamnya. Maul pun membaca surat itu secara cepat, aku dapat melihat matanya bergeser dari kiri ke kanan dengan sangat cepat.
“Gila!”
Maul yang biasanya tenang langsung membanting kertas itu ke meja yang ada di hadapannya. Dengan wajah tidak percaya, dia langsung menatap Riki yang masih senyam-senyum sendiri.
Aku pun mengambil kertas tersebut dan membacanya.
Mari kita lihat apa isinya.
Assalamualiakum, Selamat pagi Kak Riki. Saya Kirana, anak kelas 2-4. Apakah sepulang sekolah nanti kakak ada waktu? Kalau ada bisa kita ketemuan di belakang sekolah? Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan. Kalau seandainya surat yang saya kirim ini hanya mengganggu kakak, saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Tapi saya sangat menantikan pertemuan kita sepulang sekolah nanti. Salam dari saya, Kirana.
Ini pasti surat cinta, tidak salah lagi.
Walaupun dia tidak menuliskan keperluannya di sini, tapi aku sudah tau kalau dia akan mengungkapkan perasaannya. Sepertinya Maul juga sudah menyadari itu, makanya dia bersikap seperti itu.
“Kenapa dia bisa memberimu surat ini?”
Maul masih tidak terima Riki bisa mendapatkan surat cinta dari adik kelas.
“Kau tau siapa dia Mul?”
“Lah! Kau tidak tau dia?”
Maul malah terkejut dengan perkataanku barusan kemudian dia mentapku keheranan. Sepertinya aku yang kurang informasi tentang perempuan bernama Kirana tersebut.
Aku hanya menggelengkan kepalaku kepada Maul.
“Dia itu perempuan tercantik kedua di sekolah kita. Bahkan ada rumor yang mengatakan kalau dia akan menggantikan posisi Rina.”
“Secantik itukah orangnya?”
Aku menjadi penasaran setelah diberitahu oleh Maul.
“Apa saja yang kau lakukan selama ini? Seharusnya kau sudah mengetahuinya dari teman-temanmu. Dia cukup dibicarakan di kalangan anak kelas tiga.”
Maul memegang kepalanya dengan tangan kanannya seperti orang yang sedang pusing, dia pun sedikit menghela nafasnya.
“Kau tau sendiri kalau akhir-akhir ini aku sedang sibuk mengurusi urusan kelas.”
“Pokoknya kalau kau ingin mengetahui orangnya, kau bisa melihatnya sepulang sekolah nanti di belakang sekolah.”
Aku dapat mengetahui apa yang sedang Maul pikirkan, sepertinya dia akan pergi ke belakang sekolah dan bersembunyi, lalu dia akan melihat apa saja yang dilakukan oleh Riki dan Kirana.
“Kau tau sendiri, aku harus menemani Rina ke toko buku sepulang sekolah nanti.”
“Aku melupakannya… Ah sial!”
Maul pun menggebrak meja di depannya dan menarik nafas dengan sangat panjang. Aku dapat mendengar suara keritan giginya.
Aku dan Riki langsung melihat Maul dengan ketakutan sedikit menyelimuti hati kami. Kami berdua pun saling lirik dan memberikan kode untuk membuat Maul menjadi biasa kembali, dengan kata lain memperbaiki suasana hatinya.
“Kau tidak apa-apa?”
“Apa hanya aku yang tidak beruntung di sini?”
Ah dia mulai lagi..
“Kalian enak sekali bisa pulang bersama bidadari cantik sepulang sekolah nanti. Sedangkan aku hanya pulang seorang diri ditemani debu jalanan yang menempel di baju seragamku. Betapa nestapanya diriku…”
Memang seperti itu sikapnya Maul, jika sudah berurusan dengan yang namanya cinta, dia akan mendadak puitis. Dia akan mulai mengarang sebuah syair tentang percintaan.
“Ngomong-ngomong nomor yang kemarin kau kirimkan kepadaku itu nomornya siapa?”
“Itu nomor orang yang kutemui di jalan kemarin, bukan siapa-siapa. Aku hanya merasa kasihan kepadanya.”
Aku tidak bisa memberitahu Maul kalau itu adalah nomornya Miyuki. Bisa-bisa dia akan menggunakan nomor itu untuk mendekati Miyuki. Bukannya aku tidak mau jika Maul dekat atau berpacaran dengan Miyuki. Hanya saja, aku tidak mau membuat Maul menjadi kerepotan karena dekat dengan wanita itu.
Bukannya aku membenci Miyuki, tetapi aku mendapatkan sebuah firasat kalau dekat dengannya hanya akan mendatangkan banyak masalah.
“Oh begitu, habisnya jarang sekali kau menelponku di saat seperti itu. Apalagi menyuruhku untuk melacak nomor teleponnya.”
Untung saja saat itu rasa penasaran Maul tidak begitu tinggi. Jika rasa penasarannya tinggi, dia akan bertanya kepadaku seperti wartawan yang sedang bertanya kepada narasumbernya. Dia akan mengorek habis informasi yang ku punya.
Aku tidak akan membiarkan teman-temanku dekat dengan Miyuki, apa pun yang terjadi.
***
“Bagaimana menurutmu tentang novel ini?”
Rina menunjukan sebuah novel percintaan anak SMA kepadaku. Novel itu sedang ramai dibicarakan oleh semua orang akhir-akhir ini, dan sebentar lagi novel itu akan ada adaptasi filmnya.
“Kau seharusnya sudah tau jawabanku apa. Itu sangat membosankan… Aku tidak tau apakah sebuah percintaan di SMA akan seindah itu, tapi penulisnya telah membuat banyak orang memiliki tujuan untuk mencoba itu ketika di SMA nanti.”
Aku melihat ke sekelilingku, saat itu kami sedang berada di rak novel. Walaupun ini hari kerja dan waktunya siang hari, tapi banyak pengunjung yang mengunjungi toko buku itu.
Aku harap hari ini aku tidak melakukan sesuatu yang merepotkan.
“Tapi aku rasa novel ini cocok untuk aku jadikan referensi.”
“Apa kita akan menulis genre romantis nanti?”
“Tentu, kalau kau mau nilai kita bagus bukannya lebih baik menulis tentang itu?”
Dari mana penilaian itu berasal, apakah guru pengujinya sangat menyukai sesuatu yang berkaitan tentang percintaan anak sekolah? Menyebalkan.
“Hei! Boleh aku bertanya sesuatu?”
“Ada apa Ar?”
“Mengapa kau tidak mau memiliki pacar?”
Rina pun tiba-tiba menjadi tegang seperti baru saja terkena arus listrik. Dia terdiam dan cengkeram tangannya menjadi kuat. Dia pun mengambil nafas panjang dan langsung menatapku.
“Aku akan menjawabnya setelah kamu menjawab pertanyaanku.”
“Apa itu?”
“Pertanyaan yang sama.”
“Bukankah seharusnya kau sudah tau mengapa aku tidak mau pacaran. Menurutku untuk saat ini pacaran itu terlalu membuang waktu dan uangku. Aku tidak mau menghabiskan uangku hanya untuk sesuatu yang tidak pasti. Lebih baik aku menghabiskannya dengan sahabat-sahabatku.”
Setelah mendengar itu, dia langsung mengambil salah satu novel yang ada di rak dan memberikannya kepadaku.
“Mengapa kau memberikanku ini?”
"Kurang lebih cerita di novel itu hampir mirip dengan kisah cintaku.”
Aku pun melihat baik-baik novel itu dan membaca sinopsis yang ada di cover belakang novel tersebut.
Novel itu berjudul “Seandainya Kita...”. Menurut sinopsis yang ada di sana, novel itu bercerita tentang seseorang perempuan yang duduk di bangku kelas satu SMA sedang merasakan apa yang namanya cinta, lalu perempuan itu menyukai seorang laki-laki yang ada di sekolah tersebut. Tapi karena laki-laki itu terlalu menutup dirinya dengan orang lain, membuat perempuan itu jadi sulit untuk mendekatinya.
Aku tau apa yang coba dia katakan, aku menyesal telah bertanya hal ini kepadanya.
“Jadi cinta bertepuk sebelah tangan ya?”
“...Begitulah, walaupun novel itu memiliki ending yang bagus, tapi kondisi bagian awal pada novel itu sama seperti kondisiku saat ini... Kalau ada waktu, bisakah kamu membacanya? Aku sangat merekomendasikan novel ini kepadamu.”
“Baiklah akan aku membacanya.”
Dia pun terlihat senang dan dia langsung tersunyum dengan senyuman yang sangat manis kepadaku.
Saat itu aku pun sempat berpikir lelaki mana yang mengabaikan perempuan secantik dia. Walaupun saat ini aku menganggap cinta itu adalah sesuatu yang merepotkan, tapi jika seandainya aku tau ada perempuan seperti Rina menyukaiku, idealismeku mungkin akan terkikis sedikit demi sedikit.
“Mengapa kau tidak mencoba untuk mencintai lelaki lain saja? Bukankah orang yang suka denganmu juga banyak dan tidak sedikit dari mereka yang mempunyai paras yang tampan.”
“Sepertinya aku sudah tidak bisa melupakan dia dari pikiranku.”
“Merepotkan sekali kalau begitu ya.”
“Hahahaha, kamu benar sekali... Apa kamu mau mendengar ceritaku sebentar?”
Oh jadi dia mau curhat.
“Dulu aku bertemu dengannya saat kami masih SD. Kami berbeda sekolah namun kami satu gedung sekolah. Aku saat itu masuk pagi, sedangkan dia masuk siang...”
Hmmm... hebat sekali dia bisa mempertahankan rasa cintanya itu padahal sudah lama berlalu.
“...Ketika pulang sekolah, sekolah kami selalu bertanding bola setiap hari...”
Tunggu! Sepertinya di sekolahku juga ada kejadian serupa.
“...Padahal saat itu dia tidak pernah ikut bertanding sama sekali, tapi dia selalu ada untuk menonton teman-temannya bertanding. Hingga pada suatu hari, saat aku menonton pertandingan itu, ada bola yang mengarah ke arahku dengan sangat kencang, sangking kencangnya aku tidak sempat untuk menghindarinya. Padahal aku sudah pasrah jika terkena bola itu, tapi dia di sana untuk menyelamatkanku...”
Hebat sekali orang itu, kalau aku tidak mungkin bisa bereaksi secepat itu.
“...Dia pun menangkap bola yang mengarah kepadaku dengan tangannya. Dia seperti seorang kiper yang sudah ahli dan saat itulah aku mulai memiliki perasaan kepadanya.”
“Mengapa kau tidak mengungkapkannya ketika SD, aku yakin dia akan menerimamu.”
“Semenjak kejadian itu, aku tidak pernah melihatnya lagi menonton pertandingan, pernah sesekali aku berpapasan dengannya di gerbang sekolah. Tapi dia tidak mengenaliku sama sekali, karena itu aku jadi enggan untuk menyapanya.”
“Heeh.. lalu sekarang kamu tau dia sekolah dimana?”
Rina menggelengkan kepalanya. Wajahnya tersenyum, tapi di matanya aku melihat kekosongan dan kesedihan yang ada melanda hatinya.
“Seandainya aku tau dia dimana, aku pasti sudah masuk di sekolah yang sama dengannya.”
Mungkin Rina adalah salah satu orang yang aku kenal sudah merasakan cinta ketika waktu berada di sekolah
dasar, atau hanya aku saja yang ketika sekolah dasar hanya dihabiskan dengan bermain.
Biasanya aku akan menghardiknya karena telah terlena oleh cinta, tapi karena aku melihat dia sepertinya sedikit tersiksa setelah menceritakan hal itu kepadaku, jadi untuk kali ini aku maafkan dia.
“Jadi begitu, aku tidak tau kalau perjalanan cintamu semenyedihkan itu, aku jadi tidak enak ketika bertanya tadi.”
“Heeeh.. tidak seperti biasanya, aku kira kamu akan mengatakan kalau aku bodoh.”
Rina langsung terlihat ceria seperti sedia kala, kekosongan dan kesedihan yang baru saja aku lihat mendadak hilang terhapuskan oleh senyumannya. Seakan yang baru saja aku saksikan hanyalah sebuah ilusi.
“Untuk kali ini saja aku maafkan.”
“Tapi kalau dilihat-lihat kamu memang mirip sepertinya.”
“Hah!?”
“Iya, dari caramu berjalan, berbicara, bahkan ketika menatap seseorang. Kamu hampir mirip dengannya, itulah kenapa aku sangat senang ketika berada di dekatmu.”
“Jangan berkata sesuatu yang bodoh.”
“Aku serius, hanya saja sikap kalian bertolak belakang.”
“Tentu saja, hanya ada satu orang di dunia ini yang memiliki sikap seperti ini yaitu aku.”
Aku sangat bangga ketika mengatakan hal itu, karena jarang sekali aku membanggakan diriku di depan orang lain.
“Padahal kalau kamu mau punya pacar, banyak sekali perempuan di sekolah kita yang suka denganmu.”
“Aku sudah tahu itu.”
“Heeee... Ngomong-ngomong nanti setelah lulus, kamu mau masuk ke sekolah mana?”
“Entahlah, aku sendiri belum tau mau masuk mana. Sepertinya aku akan mengikuti rekomendasi dari wali kelas saja.”
Aku sama sekali tidak memiliki persiapan setelah lulus nanti. Karena aku bingung sekali mau masuk ke sekolah yang mana. Selain itu, lebih baik aku mengikuti rekomendasi dari wali kelasku agar aku mudah untuk masuk ke sekolah yang direkomendasikannya.
“Hmm.. Jadi begitu ya.”
“Kalau kau sendiri?”
“Aku juga bingung, banyak sekali pilihan sekolah yang aku dapatkan dari sekolah. Sepertinya aku akan mengambil sekolah yang dekat dengan rumahku saja.”
“Enak sekali jika memiliki banyak pilihan seperti itu.”
“Begitulah.”
Akhirnya setelah memutuskan untuk membeli buku yang mana, kami pun langsung berjalan menuju kasir untuk membayar buku yang kami beli.
Rencana awalnya mau seperti itu, tapi ternyata ada sebuah gangguan di tengah jalan.
Saat kami hendak pergi ke kasir, dari kejauhan aku melihat seorang perempuan dengan menggunakan seragam sekolah masuk ke toko buku seorang diri.
Perempuan yang kumaksud di sini adalah Miyuki.
Karena meja kasir dekat dengan pintu masuk, mau tidak mau jika ingin tidak bertemu dengannya, aku harus bersembunyi di salah satu rak buku yang ada di sana.
“..Eh Rina, kebetulan ada komik yang mau aku beli.”
Aku berusaha mencuri-curi pandang ke Miyuki untuk memastikan kalau dia tidak melihatku.
“Oh boleh saja, kebetulan aku juga mau lihat beberapa komik di sana.”
“Baiklah, ayo kita kesana.”
Aku pun mempercepat langkah kakiku dan berjalan dibalik rak-rak buku agar tidak terlihat dari Miyuki.
Untuk apa dia kesini?
Aku baru ingat kalau kemarin dia juga mengajakku untuk pergi ke toko buku. Seharusnya aku ingat kejadian tentang hal itu.
“Wah ini ada komik Narto terbaru!”
Rina mengambil komik yang sudah dibuka dan membacanya beberapa halaman.
“Kau suka komik itu?”
“Tentu, semenjak ada di tv aku jadi mengikuti seri komiknya.”
“Kalau kau suka membaca komik, sepertinya kamu harus membaca ini juga.”
Aku pun memberikan komik buatan orang Indonesia yang sering sekali aku baca berulang-ulang..
“Baiklah, aku akan membacanya.”
“Amar!”
Dan suara perempuan terdengar memanggil dari arah belakangku.
Sepertinya aku terlalu lama berada di sini.
-End Chapter 5-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Puan Harahap
boom like Thor
2020-11-18
0