Padahal awalnya aku berpikir kalau kejadian dikejar polisi itu adalah akhir dari masalahku hari ini, namun sepertinya aku harus berurusan dengan masalah lain.
“Apa maksudmu menatapku seperti itu? Mau berkelahi!”
Riki memang orang yang gampang sekali terpancing emosinya, apa lagi jika hal itu menyangkut tentang harga dirinya harga dirinya.
Haruskah aku memisahkan mereka?
Aku melihat ke arah Miyuki yang sedang memperhatikan Takeshi, dia telihat seperti ingin menghentikannya namun dia tidak berani dengannya.
Bukankah lebih baik kau yang menghentikan hal ini dibandingkanku Miyuki, aku rasa mereka berdua akan mendengarkanmu.
“Berhentilah menatapku dengan wajah jelekmu itu..”
“Jelek katamu… He.. he… he..”
Gawat, Riki sudah mencapai batasnya. Siapa saja tolonglah aku!
“Maju kau sini!”
Seketika emosi Riki langsung naik dengan seketikan. Tangan kanannya sudah mengepal seakan ia ingin melancarkan sebuah tinjuan keras kepada Takeshi.
“Baiklah kalau begitu.”
Takeshi yang ingin menunjukan kehebatannya kepada Miyuki langsung meletakan tasnya di lantai gerbong, dia pun melipat lengan jaketnya untuk membuat tangannya menjadi leluasa untuk bergerak. Seluruh penumpang yang ada di gerbong langsung memperhatikan kami.
Petugas keamanan… Dimana kau di saat yang dibutuhkan seperti ini?
“Udah Rik.. tahan emosimu, ini tempat umum.”
Aku menahan tangan Riki dengan sangat kuat, karena aku sudah melihat dia mengepalkan tangan kanannya dan beberapa saat lagi, dia pasti akan melancarkan pukulannya itu tepat di wajah Takeshi.
“Tapi aku tidak bisa diam saja Mar.”
“Emang kali ini kita yang salah Rik, ini tempat umum juga… aku tidak enak dengan penumpang yang lain.”
Tidak berapa lama kemudian petugas keamanan pun datang. Dengan seragam lengkap dan tatapan sangar di wajahnya, dia langsung berjalan mengahampiri kami.
“Ada apa ini?”
“Tidak ada masalah Pak, hanya cekcok antar pelajar saja… Ayo Rik kita pindah gerbong saja.”
Aku menarik tangan Riki. Aku dapat melihat dengan jelas kalau Riki sangat kesal saat aku menghentikannya. Memang sifatnya yang selalu menjunjung harga diri itu sangatlah merepotkan, tapi itulah yang membuatnya dapat akrab denganku.
Akhirnya kami pun pindah ke satu gerbong yang berada di depan gerbong sebelumnya, kami langsung menuju ke salah satu pintu untuk berdiri di sana.
“Kenapa kau menghentikanku Mar?”
Riki melepaskan tangannya dari genggamanku secara paksa.
“Tenanglah, kita sedang berada di tempat umum.”
“Padahal jika tadi kami baku hantam, aku yakin aku dapat menang darinya.”
“Aku sudah mengetahui itu.”
“Lalu kenapa kau menghalangiku?”
“Jika kau bertarung di tempat tadi itu sama sekali tidak keren.”
“Hah?”
Riki kebingungan mendengar perkataanku. Apa penjelasanku terlalu membingunkan untuknya? perlukah aku menjelaskan hal ini kepadanya? sepertinya tidak perlu, lagi pula kalau aku harus menjelaskan kepadanya itu akan sangat merepotkan.
“Pokoknya kalau ingin menang, kau harus memberikan kemenangan yang elegan.”
“Ha-ah.. rasanya tanganku ini masih gatal untuk memukul seseorang, bolehkah aku memukulmu untuk menggantikannya?”
“Tidak.”
“Tapi apa kau yakin membiarkan dia begitu saja?”
“Biarlah… lagi pula aku rasa sebentar lagi kita akan membalasnya.”
Karena jika firasatku itu benar, maka aku akan melakukan sesuatu yang merepotkan lagi.
Kumohon… semoga hal itu tidak terjadi, aku ingin sekali berbaring di kasurku saat ini.
***
“Tunggu! Kembalikan ponsel itu!”
Aku melihat Takeshi berlari mengejar seorang lelaki di depannya. Wajahnya terlihat panik seperti baru kehilangan sesuatu atau mungkin memang dia sedang kehilangan sesuatu
“Yang benar saja!”
Baru beberapa menit kami keluar dari stasiun dan berencana mau naik angkutan umum untuk pulang, dan firasat yang aku rasakan ketika berada di dalam kereta sudah terwujud.
“Ada apa itu?”
“Aku juga tidak tau Rik.”
Kemudian aku melihat Miyuki juga berlari melewati kami mengikuti Takeshi. Miyuki tidak dapat mengimbangi kecepatan Takeshi dan dia pun tertinggal jauh sekali.
“Hei ada apa?”
Ah sial! Mengapa aku harus menegurnya, harusnya aku biarkan saja dia berlari melewatiku. Dasar kau sisi baikku.
“Bolehkah aku meminta tolong kepada kalian?”
“Kenapa?”
“Ponselku dicuri oleh seseorang dan sekarang Takeshi sedang mengejarnya.”
Wajah Miyuki terlihat panik sekali. Berbeda seperti waktu di kereta, kali ini dia sangat panik akan ponselnya itu. Sepertinya ponselnya sangat mahal sampai-sampai dia sepanik itu.
“Dua temanmu yang lain kemana?”
“Dia sudah turun di stasiun sebelumnya, Maukah kalian menolongku?”
Miyuki meminta bantuan kepada kami dengan wajah memelas, namun wajahnya masih terlihat cantik. Seakan seorang putri cantik dari sebuah kerajaan besar sedang meminta bantuan kepada rakyat jelata yang ditemuinya di pinggir jalan.
Mengapa kau membuat ekspresi seperti itu… gawat dia imut sekali, aku jadi tidak tega untuk menolaknya.
Apakah Riki mau membantunya?
Aku pun menengok ke arahnya dan dia menatapku dengan mata penuh tekad yang kuat untuk menolong seorang wanita, kemudian dia mengangguk kecil.
OK… Sepertinya aku tau apa yang sedang dia pikirkan.
“Apakah kau masih mengingat nomer yang ada di ponselmu?”
“Memangnya kenapa?”
“Beritahu kepadaku?”
Riki pun menyenggolku dengan sikunya.
“Di saat seperti ini kau masih saja mengambil kesempatan ya.”
“Diamlah kau.”
Miyuki pun memberitahu kepadaku nomer ponselnya dan kemudian aku mengirimkan nomer ponsel itu ke temanku yang bernama Maul.
“Apa yang akan kau lakukan dengan nomer itu?”
“Kau lihat saja.”
Aku langsung menelepon Maul untuk membantuku mendapatkan ponsel Miyuki kembali, karena Maul adalah temanku yang bisa melacak ponsel seseorang menggunakan nomernya saja. Bisa dibilang kalau dia adalah hacker.
“Assalamualaikum, Kau sedang sibuk tidak?”
“Waalaikummussalam, saat ini aku sedang luang… memangnya ada apa?”
“Baguslah kalau begitu, bisakah kau membantuku melacak ponsel yang nomornya baru saja aku kirim?”
“Bisa saja, memangnya itu nomornya siapa?”
“Aku tidak punya banyak waktu, nanti akan aku jelaskan.”
“Tunggu sebentar ya, aku sedang melakukannya.”
Sepuluh detik pun berlalu.
“Aku sudah menemukan lokasinya Mar, tapi titiknya masih berjalan, sepertinya dia sedang dikejar sesuatu.”
“Apakah lokasinya jauh dengan lokasiku saat ini?”
“Dimana lokasimu?”
“Di dekat stasiun.”
“...Hmmm lumayan jauh Mar, tapi kau masih bisa mengejarnya.”
“Apa yang baru saja kau katakan itu benar?”
“Iya, seluruh gang yang ada di sekitar sini hanya menuju kepada satu jalan, kau bisa mengejarnya dengan naik sekali angkutan umum yang ada di sana.”
“Baiklah, kami akan bergerak sekarang.”
“Jangan tutup teleponnya dulu Mar, biar aku yang mengarahkan kalian.”
“Terima kasih, kami sangat tertolong.”
“Itu bukanlah masalah.”
“Ayo semuanya, kita tangkap pencuri itu.”
***
Di hadapan kami sudah ada sebuah gang yang tidak terlalu besar, mungkin besarnya hanya cukup untuk dua buah motor.
“Benar ini gangnya?”
“Tidak salah lagi.”
“Kalau begitu terima kasih atas bantuannya.”
“Tenang saja… besok traktir aku ketika di kantin ya?”
“OK.”
Aku pun menutup teleponnya.
“Kamu menelepon siapa Mar?”
“Maul.”
“Maul!”
Riki terkejut setelah mendengar nama itu.
Seperti yang aku katakan sebelumnya, Maul adalah salah satu temanku yang memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan meretas dengan sangat ahli, bahkan dia sering membantu pihak kepolisian dalam menangani masalah keamanan sistem dan jarang sekali teman-temanku yang mengetahui hal itu termasuk Riki.
“Aku tidak menyangka kalau dia bisa hal seperti itu.”
“Awalnya aku juga berpikiran sama denganmu.”
Miyuki hanya diam di belakang kami tanpa mengganggu kami sedikit pun. Wajahnya masih terlihat panik, aku tidak tau apa yang membuatnya sampai sepanik itu. Apa ponsel itu terlalu berharga untuknya yang mana jika ponsel itu hilang dia akan dimarahi oleh orang tuanya.
Tidak mungkin kan? Aku rasa orang tuanya tidak akan terlalu mempermasalahkan hal itu.
“Apa yang akan kita lakukan sekarang?”
“Beri aku waktu sebentar.”
Baiklah.. Sekarang apa yang bisa aku lakukan untuk menyelesaikan masalah ini.
Apa kita harus masuk ke dalam gang ini dan menghadang pencuri tersebut?
Sepertinya tidak, kalau kami menghadangnya bisa jadi dia malah lari lewat jalur lain. Aku rasa Maul sudah dapat memprediksi kalau pencuri itu akan lari ke sini.
Hmmm… Aku rasa pilihan yang paling tepat saat ini hanya menunggunya di sini.
Tapi bagaimana caranya supaya dia tidak mengambil jalan lain ketika melihat kami?
Oh iya, aku baru saja ingat, pencuri itu tidak tau kalau kami ingin menangkapnya. Berarti yang harus kami lakukan hanyalah menunggu.
Lagi pula di dekat sini tidak ada gang untuk dia melarikan diri, seandainya dia mau memutar arah, pasti Takeshi sudah siap menghadangnya di bekalang.
Bagaimana jika dia membawa senjata?
Aku pun memperhatikan sekitarku.
Baiklah itu tidak menjadi masalah, di sekitar sini banyak sekali orang yang melintas. Jika terjadi apa-apa aku bisa berteriak meminta pertolongan.
Dan masalah terakhirnya adalah Miyuki, jika dia berada di sini aku yakin dia hanya akan mengganggu kami.
Sekarang bagaimana aku harus menyingkirkannya?
Hingga akhirnya aku pun melihat sebuah toserba yang ada tidak jauh di hadapan kami.
Masalah terpecahkan.
“Aku sudah dapat ide.”
Aku mengeluarkan dompetku dan mengambil uang dari dalam sana.
“Apa idemu?”
Riki sudah tidak sabar ingin beraksi.
“Miyuki… bisakah kau membelikanku minuman di sana?”
Aku menunjuk toserba itu dan memberikan uang kepadanya.
“Tapi bukannya kita mau menangkap pencuri?”
“Sudahlah, kau beli saja minuman untuk kami… nanti pada saat kau kembali, ponselmu sudah ada di tangan kami."
Awalnya Miyuki menatapku dengan ragu. Itu wajar saja bagi orang yang baru pertama kali bertemu denganmu. Mana mungkin kau bisa mempercayainya begitu saja.
“Baiklah, aku akan percaya dengan rencanamu. Jadi minuman apa yang kalian mau?”
"Kau mau apa Rik?”
"Aku mau teh dingin rasa apel."
"Kalau aku ingin yogurt rasa kopi."
"Yogurt rasa kopi? Aku baru mendengarnya."
"Baiklah, teh dingin rasa apel dan yogurt rasa kopi. Apa ada lagi?"
"Sisa kembaliannya bisa kau belikan sesuatu yang kau inginkan."
Miyuki pun pergi ke toserba tersebut dengan menaruh kepercayaan lebih kepadaku. Sebenarnya aku sama sekali tidak suka jika seseorang menaruh kepercayaannya kepadaku, menurutku itu seperti menambah tanggung jawab kepadaku.
Semoga yogurt rasa kopiku dapat mengulur waktu yang lama untuk dia menemukannya. Aku tidak mengada-ngada soal yogurt rasa kopi, memang minuman seperti itu dijual di toserba dan aku sering membelinya. Tapi untuk menemukannya akan sangat sulit karena biasanya yogurt itu diletakan tertutup oleh minuman yang lain.
“Apakah itu termasuk dari rencanamu?”
“Tentu, aku tidak mau rencana yang telah ku susun ini berantakan hanya karena seorang perempuan.”
“Kau memang sadis seperti biasanya ya.”
“Berisik Kau!”
“Hehehe… Lalu apa rencanamu?”
“Kita hanya menunggu saja di sini.”
“Menunggu?! apa kau serius?”
“Yup”
“Sepertinya kita tidak perlu menunggu lagi.”
Aku dan Riki sudah melihat dari kejauhan ada seseorang yang berlari terbirit-birit ke arah kami.
“Kita harus menutup jalan ini Rik, jangan biarkan dia lolos melewati kita. Kalau sampai lolos, mau tidak mau kita harus mengejarnya.”
“Tenang saja, aku pastikan dia akan memberikan ponselnya.”
Riki dengan semangat yang membara-bara menghantamkan kedua tangannya.
“Minggir!”
Pencuri itu sudah semakin dekat dengan kami, dan di belakangnya mulai terlihat Takeshi yang berlari mengejarnya dengan beberapa warga yang mengikuti di belakangnya.
Riki maju ke depanku untuk mengadang pencuri tersebut.
“Berhenti di sana.”
Tapi pencuri itu tidak mendengar peringatan Riki dan tetap berlari.
“Baiklah kalau begitu.”
Riki maju mendekati pencuri itu dan membuat sebuah celah untuk pencuri itu lewat.
Dasar bodoh! Mengapa dia tidak mau mengikuti rencanaku. Kalau begini pencuri itu dapat melewatiku. Aku tidak dapat menghadangnya seorang diri.
Tunggu… Sepertinya aku tau apa yang ingin Riki lakukan.
Saat pencuri itu melewatinya dengan cepat Riki langsung menjegalnya yang membuatnya terjatuh. Kemudian dia langsung melakukan kuncian terhadap pencuri tersebut di bagian tangannya agar tidak bisa kabur.
Seperti yang aku harapkan dari seseorang yang ahli dalam bela diri.
Aku langsung mengambil ponsel milik Miyuki yang terjatuh ketika pencuri itu dijegal oleh Riki.
Takeshi yang melihat aku dan Riki berhasil mengamankan pencuri itu langsung berhenti dari larinya.
“Itu dia pencurinya! Ayo kita habisi dia.”
Warga yang datang bersama Takeshi terlihat sangat emosi sekali. Itulah yang aku bingung dari mereka, padahal ponsel ini bukanlah milik mereka, tapi mengapa mereka bisa semarah itu.
Apa mungkin mereka hanya ingin melampiaskan kekesalan mereka masing-masing atau memang mereka tidak suka dengan yang namanya tindakan pencurian. Aku masih belum paham tentang hal itu.
“Tahan bapak-bapak sekalian.”
Aku menghentikan mereka.
Padahal saat itu aku sangat ketakutan sekali ketika mengentikan mereka. Karena aku bukanlah orang yang terbiasa berbicara di depan umum, andai saja Riki tidak sedang menjaga pencuri itu agar tidak kabur, aku pasti akan menyuruhnya untuk berbicara.
“Pencuri ini sudah tidak berdaya lagi, lebih baik kalian membawanya ke kantor polisi dari pada memukulinya di sini, itu bukanlah sesuatu tindakan yang terpuji.”
Apa yang baru saja aku bicarakan, bagaimana jika mereka tidak menerimanya? Apa aku yang akan dipukul oleh mereka?
“Dia benar, seharusnya orang dewasa mencontohkan sesuatu yang baik terhadap anak-anak.”
“Ya dia benar..”
“Kita tidak boleh membiarkan anak-anak melihat tindakan tercela dari orang dewasa.”
Ternyata di antara mereka ada seseorang yang sangat bijaksana.
Kemudian Riki pun memberikan pencuri itu kepada warga yang ada di sana, dan mereka membawa pencuri itu ke kantor polisi terdekat.
“Akhirnya selesai juga… Semoga setelah ini tidak ada hal yang terjadi lagi.”
Aku meregangkan tanganku ke atas.
“Padahal aku sangat ingin memukulnya tadi.”
Wajah Riki terlihat tidak puas dengan apa yang baru saja ia lakukan.
“Kau tau sendiri jika kau memukulinya tadi, pasti warga juga akan terprovokasi dengan apa yang kamu lakukan.”
“Tapi tetap saja aku kurang puas.”
Kemudian Miyuki yang baru saja tiba dari toserba langsung memberikan minuman yang baru saja ia beli.
“Ini minumannya.”
“Terima kasih, dan ini ponselmu.”
Aku pun memberikan ponselnya.
“Ponselku! Bagaimana kalian mendapatkannya?”
“Tadi tidak sengaja pencuri itu menjatuhkannya, coba kau periksa dulu ponselmu.”
Miyuki pun memeriksa ponselnya seperti yang ku suruh.
“Semuanya berfungsi, tidak ada yang rusak sama sekali. Terima kasih… Ano, ngomong-ngomong siapa namamu?”
“Namaku Amar, dan pria besar yang sedang merenung di sana Riki.”
Riki masih terlihat tidak puas telah menangkap pencuri itu. Sejak kejadian dengan Takeshi, dia ingin sekali meluapkan kemarahannya.
“Terima kasih Amar... Riki… Aku berhutang banyak kepada kalian.”
Miyuki terlihat senang sekali ponselnya sudah kembali.
“Tenang saja, itu bukan masalah besar.”
Walaupun aku berbicara seperti itu, sebenarnya aku menginginkan sebuah imbalan darinya entah itu uang atau apa pun.
“Oh iya… Apa kalian sudah makan siang? Bagaimana kalau sebelum pulang kita makan dulu bersama-sama?”
“Jangan bercanda!”
Tiba-tiba Takeshi berteriak ke arah kami dengan wajah kesal di wajahnya. Dia melihat kami berdua dengan matanya yang melotot dan urat di dahinya sedikit keluar. Sepertinya dia memang kesal sekali.
Inilah yang aku tunggu-tunggu.
“Aku sudah mengeluarkan tenagaku untuk mengejar pencuri itu, tapi kenapa hanya kalian berdua yang mendapatkan ucapan terima kasih?”
Woah… Apakah ucapan terima kasih dari Miyuki begitu berharganya bagimu bayi besar?
“Maafkan aku Takeshi, aku lupa berterima kasih kepadamu.”
Miyuki langsung merasa bersalah.
“Seharusnya aku yang mendapatkan pujian itu, ucapan terima kasih itu, dan harusnya aku yang terlihat seperti pahlawan di sini. Tapi kalian berdua sudah merenggut semua itu dariku.”
Itulah tujuanku sebenarnya ketika menolong Miyuki mendapatkan ponselnya.
Awalnya aku memiliki dua buah rencana untuk menangkap pencuri itu, tapi aku memilih cara yang paling tepat untuk membalas perbuatan Takeshi waktu di kereta.
Riki bisa saja mengejar pencuri itu tanpa perlu menunggunya di ujung gang. Dari yang aku lihat ketika pencuri itu berlari, Riki jauh lebih cepat dibandingkan olehnya, ditambah Riki yang masih muda membuat staminanya lebih bagus dibandingkan pencuri itu.
Tapi jika kami menggunakan rencana itu, tidak ada pengaruh apa-apa terhadap Takeshi. Sedangkan aku ingin sekali membalas perbuatannya.
Makanya aku meminta bantuan Maul.
Aku tau sekali jalan pikiran orang seperti Takeshi. Pasti selama mengejar pencuri itu dia sudah membayangkan pujian yang keluar dari mulut Miyuki. Tapi itu semua sudah aku dan Riki rebut darinya dengan mudah.
Inilah yang aku sebut dengan ‘sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui’.
Selain mendapatkan perhatian lebih dari Miyuki, hal ini juga dapat membuat Takeshi terlihat seperti pecundang. Beginilah kemenangan yang elegan menurutku.
“Lihat saja nanti, aku pasti akan membalas perbuatan kalian.”
Takeshi pun pergi meninggalkan kami dengan semua kebencian yang dibawa olehnya.
Aku lupa memikirkan hal itu, aku berhasil menambah seorang teman dan seorang musuh. Seharusnya aku tidak melakukan itu, menyebalkan.
“Kau yakin membiarkannya pergi begitu saja Mar? Boleh aku memukulnya.”
“Dari tadi yang ada di pikiranmu hanya memukul orang saja ya?”
“Habisnya mau bagaimana lagi, tanganku masih gatal ingin memukul seseorang.”
“Semuanya! Aku minta maaf kepada kalian berdua.”
Miyuki sedikit membungkuk kepada kami.
Oh, jadi seperti itu orang Jepang ketika meminta maaf.
“Gara-gara aku lupa mengucapkan terima kasih kepada Takeshi, kalian jadi bermusuhan dengannya.”
“Tidak usah khawatir, itu semua bukan salahmu...”
Memang itu bukan salahmumu.
“...Memang kami dari awal sudah tidak akur dengannya, bukan begitu Rik?”
“Iya, lagi pula dianya aja yang terlalu bawa perasaan.”
“Tapi aku jadi cemas dengan keadaan kalian?”
“Memangnya kenapa?”
“Karena jika Takeshi sudah mengatakan itu, pasti dia akan melakukannya.”
Sepertinya aku harus berurusan dengan orang yang merepotkan lagi.
“Tenang saja, pasti Amar dapat mengatasinya dengan mudah.”
Riki berkata dengan senyuman lebar yang menghiasi wajahnya.
Mudah sekali kau mengatakan itu kepada Miyuki, aku tidak mau berurusan dengan sesuatu yang merepotkan lagi.
“Tapi kenapa dia kembali ke stasiun?”
Riki melihat bayangan Takeshi yang perlahan mulai menghilang.
“Tentu untuk pulang ke rumahnya.”
“Memang rumahnya tidak di sekitar sini?”
“...Tidak, rumahnya Takeshi sudah lewat beberapa stasiun sebelum stasiun ini.”
Walaupun sifatnya seperti anak-anak, tapi cintanya terhadap Miyuki tidak bisa aku anggap sebagai isapan jempol belaka.
Teruslah Takeshi, aku akan mendukungmu untuk mendapatkan Miyuki walaupun aku membencimu.
-End Chapter 2-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Puan Harahap
hello thor
2020-11-18
0