“Ini beneran kita boleh milih apa saja?”
Riki terlihat bersemangat sekali ketika di suruh memilih menu makanan yang ada di sana.
Setelah Takeshi pergi meninggalkan kami, Miyuki pun mentraktir kami untuk makan di sebuah restoran cepat saji yang tidak jauh dari sana. Awalnya aku ragu kalau dia jadi mentraktir kami, karena mana mungkin dia punya duit sebanyak itu. Iya kan?
“Silahkan, anggap saja ini balasanku untuk kalian atas apa yang kalian lakukan.”
“Kalau begitu aku tidak akan sungkan.”
Riki langsung memesan menu yang harganya lumayan mahal menurutku. Kalau aku jadi Riki, aku tidak akan memesan menu itu, bagaimana kalau dia tidak punya uang yang cukup untuk membayar makanan yang kita pesan?
“Ini kamu serius? Memangnya kamu ada uang?”
Aku tidak enak jika harus ditraktir oleh Miyuki, lagi pula kami baru saja bertemu dan kenalan tadi.
“Tenang saja, aku membawa kartu debit kok.”
“Kalau boleh tau sekarang kamu kelas berapa?”
“Aku masih kelas tiga SMP.”
Apa kau bercanda? Seorang pelajar kelas tiga SMP sudah memiliki kartu debit. Apa uang jajan lima ribu per hari sudah membuat dia sekaya itu?
Aku rasa uang jajannya tidak mungkin lima ribu per hari sepertiku, pasti dia anak orang kaya, tidak salah lagi, ponsel yang digunakan saja model terbaru yang masih jarang digunakan orang-orang.
Beruntung sekali aku berteman dengannya, apa aku perlu memanfaatkannya?
“Kalau begitu kita sepantaran.”
Aku pun tersenyum kepadanya. Walaupun niat awalku jahat untuk memanfaakannya, tapi setidaknya aku tau kalau dia dapat mentraktir kami. Kami pun memesan makanan dan langsung menuju ke meja yang kosong sambil membawa makanan kami.
“Oh iya… Aku belum memperkenalkan diriku kepada kalian.”
“Tapi kan kami sudah tau namamu.”
“Benar juga ya… Tapi biarkan aku memperkenalkan namaku lagi.”
Perempuan yang merepotkan.
“Perkenalkan sekali lagi, namaku Kotobuki Miyuki. Mungkin kalian bertanya mengapa namaku terdengar seperti orang Jepang, karena aku masih ada keturunan dari sana.”
Hmmm... Jadi dia masih memiliki darah sana, pantas saja wajahnya terlihat seperti orang sana.
“Ibumu atau Bapakmu yang keturunan sana?”
Aku langsung bertanya kepadanya untuk memuaskan rasa penasaranku sebelumnya, sedangkan Riki masih sibuk dengan makanannya.
“Papaku yang keturunan asli sana.”
“Apa kau bisa berbahasa Jepang?”
“Tentu, karena aku bersekolah di sekolah khusus.”
Pantas saja teman-temannya memiliki wajah Asia Timur sepertinya.
“Kalau kalian bersekolah di mana?”
Sekarang giliran Miyuki yang bertanya kepada kami.
“Kalau kami bersekolah di SMP Cibubur.”
“SMP Cibubur! Sekolah itu dekat sekali dengan rumahku.”
“Ohh berarti rumahmu dekat dengan rumah kami.”
Tiba-tiba ponsel milik Riki berdering.
“Halo Assalamualaikum… Iya… Hmmm… Sebentar lagi aku akan menuju ke sana.”
Dan Riki menutup teleponnya dengan tatapan licik melihatku yang sedang memperhatikan gerak-geriknya.
Sepertinya dia memikirkan sesuatu.
“Maaf semuanya, ada yang harus aku lakukan setelah ini. Jadi aku pulang duluan ya.”
Riki membereskan peralatannya dan memakai tasnya.
“Setelah makan langsung kabur ceritanya?”
“Mau bagaimana lagi, ujian praktik sudah dekat. Masih banyak keperluan yang harus aku siapkan.”
“Kalau begitu hati-hati Riki.”
Miyuki melambaikan tangan kepadanya.
“Terima kasih atas makanannya ya, aku pergi dulu.”
Riki pun pergi meninggalkan kami berdua.
Tunggu…
Kalau Riki pergi, berarti hanya aku berdua saja di sini bersama dengan Miyuki, bukankah orang bisa salah paham ketika melihat kami.
Aku langsung melihat ke arah Miyuki dan dia hanya membalasku dengan senyuman manisnya.
Ah sial dia manis sekali.
Tunggu.. tunggu.. tunggu, ada hal yang lebih penting dibandingkan hal itu Amar.
Tapi buat apa aku terlalu mempermasalahkan hal itu. Kita hanya makan di sini, mengapa aku harus peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang kami. Membuang waktuku saja.
“Ada masalah Amar?”
“Tidak apa-apa.”
Indahnya hari ini, aku dapat makan siang dengan gratis, selain itu aku juga ditemani oleh seorang gadis cantik yang kaya raya.
“Tapi teman yang kamu telepon tadi sangat hebat ya, dia mampu melacak ponselku walau hanya dengan nomor telepon.”
“Tentu saja, dia adalah orang yang paling hebat dalam hal komputer di sekolahku.”
Walaupun Maul yang sedang dipuji di sana, tapi entah mengapa aku jadi merasa bangga karena bisa berteman dengannya.
“Riki juga sepertinya orang yang hebat… walaupun emosinya mudah terpancing.”
“Itu sudah jelas, dia adalah seorang yang ahli dalam bela diri silat. Bahkan dia sudah sering menjuarai perlombaan olahraga tersebut di tingkat nasional.”
“Kalau begitu Takeshi bukanlah tandingannya, untung saja mereka tidak jadi bertarung.”
Miyuki menghela nafas lega dan dari situ aku baru tau kalau Miyuki sebenarnya perempuan yang baik.
“Itulah mengapa aku memisahkan mereka berdua.”
Sebenarnya aku ingin sekali melihat Takeshi dipukul oleh Riki saat di gerbong tadi.
“Ternyata kalian semua hebat-hebat ya, membuatku iri saja.”
“Mereka yang hebat, aku hanyalah orang biasa yang sedang mencari ketenangan.”
Berusaha merendah lalu meroket, orang seperti Miyuki pasti akan memujiku lebih jika aku merendah.
“Itu tidak benar, kamu hebat kok bisa mengambil keputusan dengan tenang dan tepat. Kalau aku jadi kamu di saat itu, tanpa pikir panjang aku pasti akan berlari mengejar pencuri itu. Tapi yang kamu lakukan berbeda.”
“Berhentilah memujiku terlalu tinggi, aku tidak terlalu menyukainya.”
Sebenarnya aku sangat menyukainya.
“Benarkah? Teman-temanku di sekolah sangat suka sekali jika aku memuji mereka, apa lagi Takeshi.”
“Jelas aku berbeda dengan mereka.”
Mendengar kata Takeshi membuatku ingin bertanya sesuatu.
“Sebenarnya ini sedikit sensitif, tapi apakah aku boleh bertanya sesuatu?”
“...Apa?”
“Apa kalian berdua memiliki hubungan yang spesial?”
“...! aku dengan Takeshi?”
Aku hanya mengangguk penasaran dengan hasil jawaban dari pertanyaanku tadi.
“Kami hanyalah teman biasa.”
Aku turut prihatin terhadapmu Takeshi, walaupun kita musuh aku sangat sedih mendengarnya.
“Aku kira kalian berpacara.”
“Tidak mungkin, itu adalah sesuatu yang bodoh.”
Tunggu.. apa aku tidak salah dengar? Itu seharusnya kalimatku.
“Apa maksudmu bodoh?”
Aku mulai penasaran dengan apa yang baru saja terucap dari mulut Miyuki.
“Tentu saja pacaran, itu hanyalah sesuatu yang dilakukan oleh orang bodoh saja.”
Oi.. oi.. oi... bukankah itu terlalu kejam jika dikatakan oleh seseorang yang memiliki paras yang sangat cantik. Kalau orang sepertiku mengatakan hal itu tidak menjadi masalah, karena wajah sepertiku bukanlah wajah yang dapat dijadikan idaman para wanita. Namun Miyuki berbeda denganku.
Parasnya cantik, pintar, dan baik. Bukankah dia sudah memenuhi kriteria untuk menjadi primadona sekolah, mengapa dia bisa berkata seperti itu?
“Apa ada sesuatu alasan sampai kau berbicara seperti itu?”
“Tidak ada alasan yang penting... hanya saja...”
Wajah Miyuki yang tadi ceria berubah menjadi serius dan suasana di sana terlihat sangat mencekam. Aura yang dikeluarkan oleh Miyuki sangat berbeda dibandingkan sebelumnya.
“... Aku tidak mau membuang tenagaku untuk sesuatu yang berakhir dengan kepedihan dan permusuhan.”
Belum pernah aku melihat kebencian sebesar ini dengan yang namanya pacaran.
Walaupun aku terkenal anti dengan yang namanya pacaran atau cinta, tapi aku tidak pernah membencinya bahkan menganggapnya musuh terbesar dalam hidup. Aku hanya tidak mau menjadi orang yang bodoh karena termakan oleh cinta.
Ah.. aku sudah mengetahui garis besarnya.
Sepertinya dia bukanlah tipe orang yang mudah teracuni dengan “virus cinta”. Aku turut prihatin kepada orang-orang yang mencoba mendekatinya untuk menjadikannya pacar, karena hasilnya sudah pasti nol.
Ini bagus sekali, aku kira dia adalah seorang tuan putri yang dapat ditaklukan oleh pangeran mana saja. Ternyata dia adalah tuan putri yang memiliki persyaratan yang cukup mustahil untuk dilakukan pangeran mana pun.
Tapi ada sesuatu yang ingin aku lihat... sampai kapan dia akan mempertahankan idealismenya itu.
“Kalau kau sendiri? Apa kamu memiliki seorang pacar?”
“Tentu saja tidak.”
“Apa ada alasan tertentu? Atau kau memiliki alasan yang sama denganku?”
Ho.. ho... sepertinya tuan putri yang satu ini lebih mengerikan dibandingkan yang ku kira. Tapi aku suka dengannya, pemikirannya tidak sama dengan kebanyakan orang pada umumnya. Aku menemukan orang yang menarik.
“Aku belum mau berurusan dengan hal itu, masih banyak yang ingin aku lakukan dan aku tidak mau hal itu menggangguku.”
“Oh begitu... Kalau begitu aku rasa kita bisa berteman dengan baik.”
Tidak mungkin tuan putri, orang sepertimu adalah orang yang paling aku hindari untuk menjadi teman akrab. Kalau untuk sekedar kenal itu tidak menjadi masalah, karena orang cantik itu sangat merepotkan.
Tentu saja aku mengatakan hal itu bukan hanya sebatas ucapan saja. Saat di SMP, aku kenal dengan primadona sekolah kami dan kami lumayan akrab karena kami berada di kelas yang sama, dan kalian tau apa yang terjadi. Banyak sekali murid laki-laki di sekolah kami datang kepadaku hanya untuk mendapatkan nomor ponselnya atau mengetahui apa yang sedang dia lakukan saat ini.
Aku sangat terganggu dengan hal itu, salah satu tujuanku ketika bersekolah adalah kehidupan yang damai dan tenteram hingga lulus nanti.
“Apa setelah ini kamu ada acara lagi Mar?”
“Setelah ini ya...”
OK... Jawaban kali ini akan menentukan sesuatu yang merepotkan. Aku ingin segera sampai ke rumah.
“...Maaf, setelah ini aku ada urusan di rumah.”
“Baiklah kalau begitu, sepertinya lain kali saja.”
Miyuki terlihat kecewa lalu menutupinya dengan senyuman palsunya itu. Itulah yang menyeramkan dari Miyuki. Walaupun dia tidak mau menerima orang untuk menjadi pacarnya, tapi dia menunjukan harapan kepada orang yang sedang mendekatinya. Kalau aku jadi Takeshi mungkin saat ini aku akan merubah pikiranku dan menemaninya ke suatu tempat.
“Memangnya kau mau kemana?”
“Sebenarnya aku mau pergi ke toko buku setelah ini, tapi karena tidak ada teman jadinya kapan-kapan saja.”
“Hmmm... Oh iya! Nanti kalau mau pulang, duluan saja. Aku mau pergi ke mushola dulu untuk salat Ashar.”
“Kalau begitu aku ikut denganmu.”
“Untuk apa?”
“Tentu untuk salat juga.”
“...OK.”
Setelah menghabiskan makanan kami dan melakukan salat Ashar, kami langsung pulang ke rumah menggunakan angkot. Karena rumah Miyuki lumayan dekat dengan rumahku, jadi kami pun memutuskan untuk pulang bersama.
***
Aku benci kondisi seperti ini.
Kalian pasti sudah mengetahui bagaimana kondisinya angkot ketika banyak penumpang kan, kita dipaksa untuk memepetkan tubuh kita dengan penumpang yang lain agar angkot itu dapat menampung penumpang lebih banyak.
Karena kondisiku saat ini aku harus memepetkan tubuhku dengan Miyuki yang duduk di sebelah kiriku.
“Apa ada masalah Amar?”
“Tidak ada.”
Ah.. mengapa hari ini terasa panjang sekali. Aku ingin cepat sampai di rumah.
Ngomong-ngomong aroma harum ini berasal dari mana?
Aku pun mencoba mempertajam penciumanku dan aku menemukan kalau bau itu berasal dari parfum yang digunakan oleh Miyuki.
Harumnya... Padahal sudah seharian beraktifitas, tapi dia masih seharum ini.
Mengingat itu aku langsung memeriksa bau badanku sendiri. Kalian tau sendiri, seharian ini aku baru saja berlari dan mengeluarkan banyak sekali keringat, aku harap dia tidak mencium bau badanku.
“Kau lebih diam dibandingkan biasanya.”
“Hanya perasaanmu saja.”
Bagaimana aku tidak diam saat ini, sekarang banyak sekali mata lelaki yang ada di angkot ini sedang memandang ke arahku. Aku merasakan aura keirian yang sangat kuat sekali. Jika tau seperti ini aku lebih baik pulang sendiri tadi.
Semoga aku tidak perlu berurusan lagi dengan sesuatu yang merepotkan. Ditambah saat ini tidak ada Riki, pelindung terbaikku sedang tidak ada sekarang.
“Jadi seperti ini rasanya naik angkot.”
Miyuki terlihat senang dan memandang ke sekeliling ruangan angkot yang sangat sempit itu.
“Kau tidak pernah naik angkot?”
“Tidak, ini baru pertama kalinya bagiku... Ngomong-ngomong apa kamu ada uang lebih? Aku tidak membawa uang tunai sekarang.”
Yang aku harapkan dari tuan putri.
***
“Jadi rumahmu ke arah sini juga?”
“Iya.”
Kebetulan macam apa ini!
Akhirnya kami pun menyusuri pinggir jalan kampung yang saat itu sepi tidak ada kendaraan yang melintas.
“Tidak terasa ternyata sudah mau akhir dari sekolah saja ya.”
Miyuki menatap langit dengan senyumannya yang kala itu langit sedang memancarkan cahaya jingga yang sangat indah.
“Apa kamu sudah ada tujuan mau ke mana Mar setelah lulus nanti?”
“Aku tidak ada rencana apa pun, tergantung nilaiku nanti.”
“Begitu ya... Sepertinya kalau kita satu sekolah akan sangat menyenangkan.”
Aku hanya membalasnya dengan senyuman
Tidak mungkin aku mendapatkan kesenangan jika berada bersamamu, malah hal merepotkan akan selalu datang menghampiriku.
“Kalau begitu aku lewat sini ya.”
“...Iya.”
“Semoga suatu saat kita bertemu lagi.”
Miyuki melambaikan tangan dan perlahan berpisah denganku. Aku pun melambaikan tanganku balik kepadanya.
Itu hanya harapanmu saja.
Aku harap ini terakhir kalinya aku bertemu denganmu. Jika berada di dekatmu yang ada aku hanya ditimpa oleh berbagai macam permasalahan.
Huh... hari ini sangat merepotkan.
-End Chapter 3-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Puan Harahap
semangat
2020-11-18
0