Hari ini seperti biasa, aku dan Maul sedang berada kantin. Dengan menikmati sepiring nasi goreng yang memiliki rasa hambar, kami pun memakannya dengan senang hati. Asal kalian tau saja, walaupun rasanya hambar, tapi entah kenapa kami selalu ketagihan saat memakannya.
“Apa kau melihat Riki? Aku dari tadi belum melihatnya. Bahkan saat aku lewat di depan kelasnya, aku sama sekali tidak melihatnya.”
“Entahlah, palingan dia sedang di kelasnya Kirana.”
“Buat apa?”
“Nanti juga kau tau sendiri.”
Tidak lama kemudian, sesosok laki-laki berbadan besar datang dan duduk di hadapan kami. Kali ini dia tidak sendirian, di sampingnya sudah ada seorang perempuan yang menemani.
“Kalian berdua, perkenalkan ini adalah Kirana.”
Riki memperkenalkan perempuan itu dengan sangat bahagia sekali.
Hmmm… Jadi dia yang bernama Kirana. Aku akui kalau dia lumayan cantik, tapi sepertinya masih kalah dari Rina.
“Halo semuanya, namaku Kirana.”
“Amar.”
Sepertinya aku mengenalkan diri terlalu dingin.
“Maul.”
Rupanya ada orang yang sama denganku.
Kalau dia berada di sini, berarti mereka berdua sudah menjadi sepasang kekasih. Aku turut berbahagia kepadamu Riki.
Aku melihat ke arah Maul yang tidak bergeming sama sekali. Biasanya jika ada hal seperti ini, dia akan langsung bereaksi.
Riki dan Kirana pun duduk di hadapan kami, mereka memesan makanan yang ada di kantin dan makan bersama kami. Mereka pun sesekali bermesraan di hadapan kami. Sesekali aku mendengar suara bisikan yang berasal dari Maul sedang menghujat mereka.
Aku tidak suka suasana ini, rasanya aku dan Maul seperti seekor serangga yang sedang mengganggu mereka. Aku akan menghabiskan makananku dan segera pergi ke dalam kelas kalau begitu.
“Aku tidak percaya bisa duduk dekat dengan Kak Maul.”
Kirana memulai sebuah pembicaraan yang membuat Maul sedikit tertarik karenanya.
“Percayalah kepadaku, dia pasti mau memujiku supaya aku menerimanya berada di sini. Asal kau tau Mar, aku tidak akan menerimanya sama sekali.”
Maul dengan percaya dirinya sudah mengetahui maksud dan tujuan Kirana berbicara tentang hal itu.
“Memangnya kenapa?”
“Asal kamu tau Kak Riki, sekarang aku sedang duduk dengan seseorang yang sering dibicarakan oleh guru-guru. Bagaimana aku tidak senang ketika mendengar itu.”
Sepertinya apa yang baru saja kau katakan itu benar Mul. Jadi… Loh kenapa begini?
Saat aku menengok ke arah Maul, ternyata dia sudah melihat ke arah Kirana dengan tatapan yang sangat bersahabat. Dia sangat senang sekali ketika dipuji oleh seseorang, apalagi orang yang memujinya itu seorang perempuan cantik.
“Benarkah! Aku tidak sehebat itu loh.”
Maul mengusap belakang kepalanya dan sekarang dia malu-malu kucing ketika berbicara dengan Kirana.
Kemana rasa percaya dirimu tadi. Dasar jomblo, tidak bisa menahan perkataan dari perempuan cantik!
Catatan : Jomblo adalah seseorang yang tidak memiliki pasangan. Biasanya di Indonesia seseorang yang memiliki status ini akan merasa tersiksa karena diolok-olok oleh temannya yang sudah memiliki pasangan. Apa aku perlu memberitahu kalian tentang ini? Aku rasa kalian sudah mengetahuinya semua.
“Apalagi dengan Kak Amar…”
Setelah Maul kau taklukan, sekarang kau mau mencoba menaklukanku. Asal kau tau, aku tidak akan terhasut semudah Maul.
“Bertemu dengan seseorang yang sangat disegani oleh orang-orang di sekolah ini.”
Benarkah? Aku baru tau kalau orang-orang di sekolah ini menyeganiku.
“Dan juga seseorang yang memegang teguh prinsip untuk tidak pacaran, itu sangatlah hebat.”
Pantas saja Maul dapat termakan pujiannya dengan mudah. Memang Kirana sangat hebat dalam mendapatkan hati seseorang.
“Tapi kenapa kau tidak mau berpacaran Kak?”
“Aku tidak mau berurusan dengan sesuatu yang bodoh dan tidak logis.”
“Tapi kau sangat terkenal dikalangan anak kelas dua, bahkan ada beberapa temanku yang ingin menjadi pacarmu.”
“Aku tidak percaya akan hal itu, pasti kau hanya memujiku saja kan.”
Aku memang senang dengan sebuah pujian, tapi aku sangat tidak senang jika pujian itu terlalu berlebihan.
“Tidak, aku mengatakan yang sebenarnya.”
“Benarkah itu?”
Aku menatapnya dengan tatapan sinis, sebenarnya aku tidak membencinya. Aku memang tidak punya masalah dengannya, tapi aku tidak suka dengan caranya ketika mencoba akrab denganku. Entah kenapa aku merasa teranggu dengan sikapnya itu.
“A-apakah ada yang aneh dariku?”
Kirana mulai tidak nyaman ketika aku menatapnya. Dia pun sesekali memalingkan wajahnya dariku dan sedikit bersembunyi dibalik badan Riki.
“Kau menakutinya Mar, lebih baik kau singkirkan pandanganmu itu.”
“Yaa..”
Aku pun memalingkan pandanganku darinya, karena aku sangat menghormati Riki. Aku tidak mau jika harus bertengkar dengannya saat ini.
“Terima kasih Kak Riki.”
“Tenang saja, sebenarnya Amar itu orang yang baik. Hanya saja dia tidak terbiasa dengan orang baru.”
Ada satu hal yang mengganjal pikiranku saat ini. Untuk apa perempuan secantik Kirana mau berpacaran dengan Riki?
Sebenarnya aku senang ketika melihat Riki mendapatkan pacar yang bisa membuatnya senang. Tapi entah kenapa aku masih merasakan kalau dibalik penembakannya itu ada maksud lain.
Sepertinya aku simpan saja pikiran burukku itu terlebih dahulu, lagi pula informasi yang aku kumpulkan belum begitu banyak. Aku tidak bisa menuduhnya tanpa bukti yang jelas.
Mungkin saat ini aku akan mencoba berteman dengannya… Mungkin, tapi aku tidak berani jamin itu.
“Aku kesal sekali ketika melihat kalian berdua memiliki pacar, sepertinya hanya aku saja yang tidak populer di sini.”
“Tenang saja Mul, aku pun sama denganmu.”
“Apanya yang sama!”
Maul tiba-tiba menjadi emosi.
Aku malas ketika emosinya mulai naik saat kami sedang berbicara tentang cinta. Dia tidak akan berpikiran logis seperti sebelumnya, apa pun yang aku katakan tidak akan didengar olehnya. Kalau seperti ini lebih baik aku mengabaikannya saja.
“Kalau kau masih beruntung Mar dapat dekat dengan Rina.”
“Hei! Mengapa kau membawa-bawa Rina ke masalah ini, dia tidak ada hubungannya di sini.”
Ahh… mengapa aku harus marah ketika mendengar nama itu. Tapi aku tidaklah salah, Rina tidak ada hubungannya dengan hal ini.
“Setahuku Kak Maul lumayan terkenal juga di kalangan anak kelas dua.”
Kirana berusaha melerai pertikaian kami, tapi aku rasa itu akan berhasil melihat Maul yang saat ini dikendalikan oleh emosinya.
“Benarkah itu! Aku jadi malu mendengarnya.”
Dan seperti yang aku katakan barusan, hal itu berhasil. Sekarang Maul sedang senyam-senyum sendiri memikirkan sesuatu yang aku sama sekali tidak mau mengetahuinya.
“Lagi pula, apa hubungan Kak Amar dengan Kak Rina?”
“Tidak ada sesuatu yang khusus, aku hanya teman sekelasnya dari kelas satu.”
“Heee… Jadi begitu, Oh iya! Aku juga pernah mendengar kalau Kakak dulu pernah menjadi pacarnya Kak Rina ya?”
“Dari mana kau tau hal itu?”
Hebat juga dia bisa mengetahui hal itu, setauku saat aku menjadi pacar pura-puranya Rina, Kirana masih belum berada di sekolah ini, dan jarang sekali ada orang yang membicarakan tentang hal itu, atau memang hanya aku saja yang tidak mengetahuinya.
“Aku mengetahuinya dari temanku yang memiliki teman di kelas tiga.”
“Oh begitu.”
Tapi untuk apa dia mencari tau tentang hal itu, bukankah hal itu adalah sesuatu yang tidak penting sampai-sampai dia mencari taunya. Ini mencurigakan.
“Apa ada yang kakak pikirkan?”
Kirana dengan senyumannya bertanya kepadaku seakan dia dapat mengetahui kalau aku sedang memikirkan sesuatu.
“Tidak ada.”
Ah sial, ini mengganjal pikiranku. Mengapa aku tidak bisa berpikiran baik dan mencoba bersahabat kepadanya? Setiap kali aku melihatnya bertanya sambil tersenyum aku merasakan kalau dibalik senyumannya itu ada maksud lain.
Untuk sekarang sepertinya aku akan membiarkannya terlebih dulu, aku belum memiliki bukti yang kuat kalau dia memiliki maksud lain. Siapa tau memang seperti itulah sifatnya dan aku saja yang terlalu buruk berpikiran tentangnya.
***
“Ar, aku mau minta saran ke kamu.”
Rina memberikanku setumpuk kertas yang sudah di jilid dengan rapi. Ternyata kertas itu adalah skrip novel yang baru saja dia tulis.
“OK. Aku baca dulu ya.”
Aku pun membaca novel itu, walaupun aku tidak begitu suka membaca novel yang berkaitan tentang romansa. Aku lebih suka ketika membaca sesuatu yang berkaitan tentang sejarah.
“Menurutku ini bagus.”
“Benarkah! Syukurlah kalau begitu, tadinya aku berpikir kau akan mengoreksiku habis-habisan.”
“Itu tidak mungkin.”
Aku hanya tersenyum kecil kepadanya.
Tentu saja aku tidak mungkin mengoreksinya, karena aku mengetahui satu hal yang pasti jika aku mengoreksinya. Aku akan diminta untuk membuat cerita yang menurutku bagus dan nantinya akan dia gabungkan dengan skrip yang baru saja dia kerjakan. Tentu aku tidak mau melakukan hal yang melelahkan seperti itu.
Lagi pula, skrip novel yang baru saja aku baca barusan, seharusnya sudah bisa mendapatkan nilai yang bagus jika pembacanya memang menyukai sesuatu yang berbau tentang romansa.
“Rina, apa aku boleh bertanya sesuatu kepadamu?”
Aku baru mengingatnya ketika membaca novel Rina barusan. Aku yakin Rina mengetahui sesuatu tentang Kirana.
“Ada apa Ar?”
“Apa kau mengetahui Kirana?”
“Kirana?”
“Iya, adik kelas yang katanya cantik itu.”
“Heee…”
Rina langsung terlihat tidak senang dan malas untuk melanjutkan pembicaraan tentang hal itu.
Biasanya kalau terjadi seperti itu, aku akan mengganti topik pembicaraan dengan sesuatu yang dia senangi. Tapi saat ini aku sedang ingin mencari informasi tentang Kirana.
“Jadi kamu sekarang tertarik sama perempuan Ar?”
“Bukannya begitu, cuman ada sesuatu yang mau aku cari tau.”
“Memangnya kenapa?”
“Soalnya dia sudah berpacaran dengan Riki.”
“Hah! Yang benar?”
Apa kau perlu terkejut hingga seperti itu? Aku rasa kau terlalu berlebihan, Riki tidaklah seburuk itu loh.
“Iya, barusan dia berkumpul dengan kami di kantin.”
“Tapi kalau memang dia sudah menjadi pacarnya Riki, mengapa kamu tidak tanya langsung?”
“Sebenernya aku sedikit mencurigainya.”
“Moo.. Kamu tidak boleh begitu Ar, kamu seharusnya bersikap baik kepadanya.”
“Mau bagaimana lagi, sudah seperti ini sikapku.”
Rina hanya menghela nafas dan sekarang dia duduk di bangku yang ada di depanku.
“Apa yang mau kamu tau Ar?”
“Dia orang yang seperti apa?”
“Aku tidak begitu tau kalau masalah itu, tapi aku pernah mendengar dari teman-temanku kalau dia adalah anak yang baik.”
“Apa kalian sedang membicarakan Kirana?”
Seorang teman sebangkuku datang dan bergabung dengan pembicaraan kami.
“Iya, kau tau sesuatu tentang dia?”
“Aku tidak tau banyak, tapi setauku dia adalah perempuan yang menjadi rebutan anak kelas dua saat ini.”
“Benarkah? Aku baru tau tentang hal ini.”
“Kemana saja selama ini kau Mar.”
“Hehehehe…”
Sepertinya informasiku bertambah lagi, hal ini semakin membuatku curiga kepadanya. Aku semakin yakin kalau dia memiliki sebuah rencana di balik ini.
“Kamu pasti sedang memikirkan yang tidak-tidak Ar.”
Tanpa aku sadari, Rina sedang memperhatikanku dengan sangat seksama.
“Hahaha… Ketahuan ya.”
“Kamu harus mengurangi kebiasaan burukmu itu Ar, bagaimana kalau nanti kamu tidak mendapatkan teman.”
“Kalau untuk itu tenang saja, aku pasti bisa mengatasinya.”
“Kamu jangan terlalu menggampangkan semua urusan Ar. Suatu saat nanti, hal itu pasti akan membebanimu.”
“Kalian berdua seperti sepasang kekasih saja ya.”
Tanpa pikir panjang dan pertimbangan apapun teman sebangkuku mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak ingin aku dengar.
“Sepertinya aku harus kembali ke kursiku.”
Rina pun kembali ke kursinya dengan membawa skripnya. Tapi aku tidak tau apa yang terjadi, dia sering sekali tersandung kaki meja yang ada di depannya. Apa dia tidak memperhatikan jalan ketika melangkah?
“Hal bodoh apa yang baru saja kau katakan.”
“Lagian kau sendiri yang memancingku untuk mengatakan hal itu.”
“Kaunya saja yang terlalu cepat menyimpulkan, hanya karena Rina bersikap seperti itu kepadaku tidak akan membuat kami terlihat seperti sepasang kekasih. Apa kau bodoh?”
“Tapi Rina bersikap seperti itu hanya kepadamu.”
“Kau saja yang kurang memperhatikannya, memang seperti itulah sikapnya.”
“Kau memang orang yang tidak peka ya?”
“Terserah kau saja.”
Setelah itu, aku melihat Maul berada di depan kelasku dan mengisyaratkan dengan tangannya supaya aku menghampirinya.
Aku mengetahui dengan jelas kalau dia pasti memiliki sebuah kepentingan yang mendadak.
“Ada apa?”
“Pulang sekolah nanti kau ada acara?”
Sebentar, biar aku luruskan ini terlebih dahulu.
Entah kenapa perkataan itu menjadi sesuatu yang keramat bagiku, aku merasa hal yang tidak beres akan terjadi nanti.
“Memangnya kenapa?”
“Aku mau membuntuti Riki dan Kirana kencan sepulang sekolah nanti.”
“Kau serius? Bukannya kau sudah menerimanya tadi.”
“Mana mungkin, sebenarnya aku sedang mencurigainya.”
“Tapi aku melihatmu senang ketika dipuji olehnya.”
“Aku tidak senang.”
Aku pun menatapnya curiga, karena firasatku sangatlah kuat dan aku tau betul kalau saat itu Maul sangat senang.
“...Ya sedikit, tapi yang lebih penting dari itu. Aku yakin dia memiliki sebuah tujuan dibalik semua ini.”
“Sebenarnya aku berpikiran yang sama denganmu, tapi bukti yang aku punya masih sedikit, jadi aku tidak mau asal bertindak.”
“Jadi bagaimana? Apa kita mau menyelidikinya bersama-sama.”
Maul pun menjulurkan tangannya kepadaku, dan tatapannya sangat meyakinkan bagiku.
“Tidak, kau saja yang menyelidikinya. Aku tidak mau melakukan sesuatu yang merepotkan.”
“Ayolah! Kapan kita beraksi bersama-sama lagi.”
“Kita memang tidak pernah beraksi bersama.”
“Kau benar… Bagaimana kalau setelah ini, kau aku traktir nasi goreng kantin besok.”
Penawaran yang menarik, tapi…
“Dua hari, kalau kau mentraktirku dua hari, aku akan menerimanya.”
Maul menatapku dengan pasrah.
“...Baik, dua hari aku akan mentraktirmu nasi goreng kantin.”
“Deal.”
Aku pun bersalaman dengan Maul, dan rencana memata-matai Kirana pun dimulai.
-End Chapter 7-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments