Larangan

"Ref, Refina..." teriak Rendy untuk memanggil Refina yang sedang berjalan jauh di depannya melewati koridor sekolah.

"Eh Rendy... apaan ren?." Ujar Refina saat berbalik dan melihat Rendy ada di sana. Ia lalu berhenti dan menunggu Rendy berlari menghampirinya.

"Mmmmm. Gimana kalau nanti malem

kita... nonton, mau enggak?."

"Mmm gimana ya, Gue belum izin."

"Nanti aja Gue izin sama orang tua Lo pulang sekolah. Nanti Gue izinnya pake surat izin mengemudi deh."

"Ya ampun. Lo itu gimana sih. Lo kira Ibu Gue kendaraan bermotor!." Tukas Refina sambil tertawa.

"Maaf he he."

"Eh iya. Si Fajar diajak enggak?."

"Oh dia enggak mau katanya, biasa lah, dia lagi PDKT sama Andini." Ucap Rendy bohong.

"Oh ya udah deh. Gimana nanti aja."

"Kalau gitu, kita ke kelas aja yuk!."

"Mmmm Gue mau ke sana sebentar ren,

ada perlu. Lo aja duluan."

"Oke. Dah."

Hari ini saatnya Lo tahu semuanya ref. Gue enggak akan nyembunyiin apa-apa lagi dari Lo. Ucap Rendy dalam hati sambil berjalan menuju kelas.

Saat dikelas, Rendy berbisik pada Fajar memberitahu tentang apa yang akan ia lakukan. Untungnya saat itu Refina sedang pergi keluar dan bel masuk belum berbunyi, jadi sangat aman untuk bercerita.

"Jar Gue bakal bilang sama Refina hari ini." ujar Rendy pelan.

"Ha serius? Bagus lah. Biar hati Lo enggak ada beban."

"Iya.. tapi Gue masih takut banget sumpah."

"Pake takut segala, let it flow kata Lo juga. Hasilnya gimana nanti. Tapi Lo harus siap sama setiap kemungkinan."

"Iyalah. Semoga aja Gue berhasil."

"Iya semoga Lo berhasil, berhasil hore, wididit." ucap Fajar sambil menyanyikan ucapannya.

"Terserah Lo ah."

***

Bel masuk sudah berbunyi, guru tak juga datang. Ternyata jam pelajaran pertama jam kosong, dan yang lebih menyenangkan tidak ada tugas. Rendy dan Refina sibuk mengobrol dan bermain HP. Sementara itu, Fajar mengajak Andini mengobrol saat Andini sedang menggambar.

"An kamu lagi gambar apa?." Tanya Fajar penasaran.

"Lagi gambar Gue sama temen Gue."

"Siapa? Aku? Wii keren tuh pasti."

"Bukan. Gue lagi gambar diri Gue sama Rendy Refina."

"Loh kok enggak ada akunya sih?. Mereka kan temen-temen aku. Kan aku itu temen kamu satu satunya."

"Udah enggak jar."

"Sejak kapan kamu mau temenan sama mereka?."

"Sejak sekarang. Ren, Ref Lo berdua mau kan jadi temen Gue?." Ajak Andini sambil menoleh ke belakang, ke arah Rendy dan Refina yang sedang sibuk mengobrol dan bermain HP. Seketika Rendy dan Refina berhenti dengan kegiatannya lalu fokus menatap Andini.

"Eh... i.... iya mau kok mau." jawab Refina sambil tersenyum dan sesekali menatap senang ke arah Fajar.

"Gue juga mau. Dari sebelum Lo sekolah kesini juga Gue mau temenan sama Lo." ucap Rendy bercanda menanggapi ajakan Andini.

"Dia emang gila An, jadi Lo harus sabar." Refina berbisik pada Andini. Tapi Rendy tetap mendengarnya dan menatapnya dengan tatapan sinis. Mereka berempat seketika tertawa sangat bahagia.

Waktu terus berjalan, semua hal tak akan selalu sama. Adakalanya seseorang yang senang di kesendirian, membutuhkan keramaian. Adakalanya yang senang di keramaian, membutuhkan waktu luang untuk menyendiri. Semua hal akan berubah seiring berjalannya waktu. Entah itu lebih cepat atau lebih lambat. Jika lebih cepat, semua itu karena ada seseorang yang merubah kita dengan cara yang hebat. - Andini.

"An, kenapa?."

"Kenapa-apanya?." Refina malah kembali bertanya dengan tangan dan pandangan yang fokus menggambar.

"Kenapa tiba-tiba mau temenan sama mereka? Aneh."

"Udah saatnya jar."

"Hmmm." Fajar menatap heran.

"Iya udah saatnya. Udah saatnya sekarang Gue berhenti menutup diri Gue. Gue sadar Gue butuh orang lain agar Gue bisa hidup lebih bahagia. Semenjak kita kemarin main catur, Gue ngerasain gimana rasanya punya temen lagi. Meskipun sampai saat ini, Gue tetep takut ngebuat mereka kehilangan Gue saat suatu saat Gue ninggalin mereka."

"Oh gitu ya?. Mmmm karena kamu udah punya temen baru. Berarti aku boleh dong jadi seseorang yang lebih dari temen di kehidupan kamu."

“Enggak."

"Boleh."

“Enggak."

"Boleh."

“Enggak."

"Ya udah aku tunggu sampe boleh."

"Ya udah Gue akan terus jawab enggak."

"Hmmmm." Fajar hanya tersenyum melihat wajah Andini yang kesal karenanya.

Memang benar, rasa tak bisa dipaksa. Tapi Fajar yakin, perlahan lahan, perasaan bisa berubah. Perasaan yang tadinya keras bisa melunak, perasaan yang tadinya beku bisa mencair seiring waktu berlalu. Setiap kemungkinan pasti ada. Dan Fajar akan terus berusaha hingga kemungkinan itu menjadi nyata.

"Nah, udah beres nih. Liat jar keren enggak."

"Waaah keren. Apalagi ini dia nih ganteng banget!." Puji Fajar sambil menunjuk ke arah gambar dirinya.

"Halah. Ngaca dulu padahal."

"Emang ganteng."

“Enggak. Percaya deh. Lo itu enggak ganteng."

"Tapi apa?."

"Tapi?."

"Iya. Aku kan enggak ganteng... tapi..."

"Tapi..... ngeselin!!."

"Yaaaah. Sekali kali bikin aku seneng gitu sama kata-kata kamu."

"Ya udah iya. Lo itu baik. Makasih ya jar, karena Lo Gue bisa punya temen-temen baru di tempat yang sangat asing menurut Gue." ucap Andini dengan wajah yang memberikan senyuman manis yang tak pernah diberikan kepada semua orang

"Iya." Fajar hanya menjawabnya singkat sambil terus tersenyum.

"Kenapa?."

"Kamu cantik kalau senyum gitu. Aku jadi ikut bahagia kalau ngeliat kamu senyum."

"Gombal lagi kan."

“Enggak lah. Emang iya."

"Eh an apaan tuh? Liat, liat." Refina mengambil kertas yang sedang dipegang Andini.

"Ini gambar kita berempat."

"Waaah gambarnya keren banget tuh kalau ada Gue." seru Rendy percaya diri.

"Gambarnya keren kalau Lo dihapus!!." Hardik Refina.

"Jadi sekarang kita temenan ya?." Tanya Andini membuat sebuah keheningan di antara mereka. Beberapa saat kemudian Fajar menjawab pertanyaannya.

"Bukan an. Bukan temen, tapi KELUARGA." Fajar mengukir senyum di bibirnya. Rendy dan Refina mengangguk kepada Andini, menandakan bahwa memang mulai saat ini mereka sudah menjadi keluarga.

Andini kembali tersenyum, ada kebahagiaan yang ia dapatkan saat ini. Semoga kebahagiaan itu tak segera berakhir. Semoga kebahagiaan itu tak kan pernah berganti dengan kesedihan.

***

"Assalamualaikum tante, refi!" Salam Rendy di depan rumah Refina yang gerbangnya sedang tertutup. Ia masih menunggu dan menekan-nekan bel yang berada di hadapannya.

Saat ada di depan sana, Refina memperhatikannya dari jendela kamarnya yang di atas, Rendy yang sadar akan hal itu melambai padanya. Refina hanya tersenyum.

"Iya... sebentar." jawab seseorang dari dalam rumah.

"Tante..." sapa Rendy.

"Eh Rendy, ada apa ya?."

"Mmm gini tante. Nanti malem, saya itu mau ngajak refi nonton. Boleh atau enggak?." "Sama Fajar juga?."

"Mmm enggak tante."

"Oh. Kenapa?. Biasanya kalian bertiga Loh."

"Fajarnya lagi enggak bisa tante."

"Mmm. Gimana ya?. Kalau berdua juga enggak apa-apa sih. Tapi.... nunggu si Fajar bisa deh. Tante agak takut kenapa-napa gitu."

"Saya yakin akan jagain Refina tante. Pasti saya jagain."

"Iya tante tahu. Kamu kan temenan sama dia udah lama. Tante percaya sama kamu. Tapi kalau berdua meningan mainnya di rumah aja jangan keluar."

"Mmmm. Ya udah deh tante, kapan-kapan

aja kalau si Fajar udah bisa diajak."

"Oh iya, kamu jangan ngambek dong."

"He he. enggak tante, enggak apa-apa kok. Wajar kalau tante khawatir, ya udah saya pulang dulu ya tante. Assalamualaikum"

"Wa ’alaikumsalam."

Rendy mencium tangan Ibu Refina lalu naik kembali ke dalam mobilnya dan pergi pulang. Refina yang memperhatikannya melalui jendela dari tadi langsung melambaikan tangan pada Rendy dan menutup gorden jendelanya.

Rendy pulang dengan perasaan hampa, tidak ada luka serius, hanya ada sedikit goresan kecil dihatinya. Apakah Ibu Refina tidak percaya padanya? Apakah Ibu Refina hanya percaya pada Fajar? Apakah ia tidak pantas untuk Refina? Ribuan tanya muncul dalam pikirannya. Tapi ia mencoba tenang kembali. Mencoba berpikir positif dari setiap hal yang ia alami. Mungkin ibu Refina memang khawatir terhadap anaknya itu.

Ia tak bisa memaksakan kehendaknya, karena Ibu Refina lebih berhak atas Refina. Termasuk berhak mengatur apa yang harus anaknya lakukan.

Gak apa-apa lah. Main doang. Disekolah juga ketemu tiap hari. Pikir Rendy untuk menenangkan dirinya sendiri.

***

Malam-malam, Rendy mengajak Fajar main di rumahnya. Entah itu main PS atau main di komputernya yang penting Fajar ke rumahnya. Fajar mengiyakan ajakan Rendy lalu berpamitan dan bergegas pergi.

"Ren gimana?." Tanya Fajar yang sedang sibuk dengan stik PS yang ia pegang.

"Gimana apanya?." Tanya Rendy kembali.

"Ya Lo sama Refina. Gimana sih!."

"Oh enggak jadi. Gue enggak jadi nonton sama dia. Orang tuanya enggak ngebolehin Gue main kalau enggak ada Lo!."

"Gue?." Fajar keheranan lalu menghentikan permainannya.

"Iya. enggak tahu. Katanya kalau pergi berdua khawatir."

"Iya mungkin emang gitu... terus berjuang aja jangan nyerah cuman karena satu penolakan."

"Oke.. oke... tapi jar Gue mau nanya nih."

"Apaan?."

"E..... mungkin enggak sih, kalau Ibunya

Refina setuju kalau Lo berjodoh sama Refina." "Apaan sih Lo. Jangan mikir yang enggakenggak. enggak mungkin lah." Fajar menepuk pundak Rendy untuk meyakinkannya.

"Kenapa enggak mungkin?."

"Mmmm ya enggak mungkin aja. Masa dia rela anaknya berjodoh sama Gue yang enggak jelas kayak gini. Ha ha udah lah jangan mikir kayak gitu."

"He he. Emang dasar Gue."

"Gini aja ren. Gimana kalau nanti kita main ber empat. Nah Gue sama Andini, Lo sama Refina. Pasti dibolehin sama orang tuanya!."

"Mmmm gimana nanti aja deh!."

"Tapi kalau mau main, jangan sabtu sama minggu, Gue kerja soalnya."

"Yoi.."

***

Dikelas, sebelum masuk Fajar mengajak Refina dan Andini untuk ikut bersamanya dan Rendy.

"Hei, nanti malem kita nonton yuk sama si Rendy? Dia mau jajanin kita katanya." Ajak Fajar sambil menoleh ke arah Refina dan Andini.

"Ayo. Aja Gue mah." Refina mengiyakan ajakan Fajar. Rendy mengangkat jempolnya pada Fajar, menandakan jika itu adalah hal yang bagus.

"Ya udah nanti aja Gue sama si Rendy pergi ke rumah kalian buat jemput."

"Tapi Lo izin sama mama ya jar?. Soalnya Gue takut enggak dibolehin."

"Iya an, aku minta izin sama orang tua kamu. Mau izin apa? Izin buat menjadikan kamu temen hidup aku?."

"Gombal mulu Lo. Kayak sule." Hardik Refina sambil memukul Fajar. Andini yang mendengar hal itu hanya menahan tawa.

"Woy sule itu ngelawak kali."

"Oh ya salah ya?."

"Gombal itu yang suka pake baju compang-camping ya?."

"Itu mah Lo kan? GEMBEL!!." Hardik Refina membuat Rendy cemberut.

"Ha ha." Fajar, Andini dan Refina tertawa medengar celotehan Refina. Andini juga kini mulai terbiasa dengan hal itu. Terbiasa dengan setiap candaan dan keramaian di antara temanteman barunya.

Sepulang sekolah, mereka pulang ke rumah masing-masing. Dan malamnya mereka bersiap siap untuk pergi menonton nanti malam.

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!