Kamu Kemana? Aku Khawatir

"Fajar..... bangun.... mau sekolah atau enggak nak?." Teriak Ibu dari bawah.

Setelah beberapa kali Ibu memanggilnya, Fajar akhirnya terbangun. Ia menggosok kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya dengan posisi terduduk. Matanya yang masih mengantuk itu menatap ke arah jendela. Sinar matahari perlahan mulai masuk melewati jendela yang gordennya tidak ditutup. Beberapa saat kemudian.

"Astaga!! Ini jam berapa?. Semoga masih pagi." harap Fajar sambil mengarahkan pandangannya ke arah jam di atas meja. Saat melihat jam itu, ia kaget karena waktu sudah menunjukkan pukul 6.15 pagi.

"Ya ampun Gue kesiangan." ia lekas berlari mengambil handuk lalu ke kamar mandi. Waktu yang ia butuh kan untuk mandi biasanya sepuluh menit. Untuk ganti baju sepuluh menit. Sarapan sepuluh menit. Dan untuk berangkat ke sekolah dengan sepeda lima belas menit. Jadi ia butuh waktu 45 menit untuk sampai disekolah.

“Enggak usah mandi lah. Cuci muka aja Gue. Haduh males banget. enggak apa-apa deh muka kaya gorden warteg juga."

Setelah cuci muka dan membasahi rambutnya, ia berganti baju dengan tergesa gesa. Lalu turun ke bawah untuk sarapan. Ia pergi ke arah dapur, mengambil roti dan mengoleskan selai cokelat. Ia makan dengan cepat lalu meminum air putih. Setelah itu ia berlari sambil berpamitan.

"Bu Fajar berangkat!!." Seketika ia berhenti lalu kembali.

"Eh lupa. Assalamualaikum." Fajar mencium tangan Ibunya dan mengucapkan salam.

Wushhh..... sepedanya berjalan sangat cepat melewati udara dingin di jalanan itu. Setelah hampir sampai disekolah ia semakin mempercepat kayuhannya. Karena gerbang sepertinya akan ditutup.

"Eh pak, pak!! Bentar dulu, tanggung ini sepeda saya setengah lagi belum masuk." protes Fajar.

"Mas Fajar, Mas Fajar sudah telat. Jadi gerbangnya harus saya tutup." ucap pak satpam lembut.

"Yaelah pak. Ini cuman setengah lagi. Masa enggak boleh masuk sih."

"Ya sudah. Kalau mau masuk, sepedanya bawanya setengah, setengah lagi simpen di sini." "Ya ampun bapak, gimana ceritanya ituuu? " Gerutu Fajar sambil memegang kepalanya.

"Ya sudah. Ayo masuk cepet sudah siang."

"Wah oke. Nih buat bapak." Fajar mengulurkan tangannya ke tangan pak satpam."

"Apa ini?."

"Terima kasih." jawabnya dengan nada mengejek.

"Yaaaa. Makasih mah bilang aja atuh. enggak usah dikasih pake tangan segala. Dasar. Anak muda zaman sekarang kayak gitu sama yang lebih tua. Suka mempermainkan. Padahal kan hati ini bukan permainan."

Fajar meninggalkan sepedanya yang sudah terparkir lalu masuk ke dalam kelas. Untungnya di sana belum ada guru jadi Fajar masih aman. Tapi, ada yang kurang di sana. Andini tidak ada di samping mejanya.

"Eh Ref, Andini ke mana?." Tanya Fajar pada Refina dengan menoleh ke belakang. “Enggak hadir kali."

"Iya Gue tahu dia enggak hadir.

Maksudnya tuh enggak hadir kenapa?."

"Tanya sekretaris coba!."

Saat bertanya pada sekretaris, Fajar hanya mendapat jawaban "izin".

"Izin? Dia izin kenapa ya?. Aduh Gue takut dia kenapa-napa. Kok Gue jadi khawatir gini sih" Gumam Fajar dalam hati. Karena ia khawatir, ia keluar dari kelas menuju tempat parkir. Dengan sigap ia menaiki sepedanya untuk pergi ke rumah Andini. Segala hal tak ia pedulikan, ia juga bahkan tak memikirkan bahwa gerbang sudah dikunci rapat-rapat. Entah apa yang sedang ia pikirkan dan apa yang akan ia lakukan saat itu.

"Eh tunggu. Gue kan dilarang buat ke rumah dia lagi. Nanti kalau Gue ke rumahnya, di enggak suka lagi sama Gue."

Akhirnya ia memutuskan untuk tidak pergi, ia menyimpan lagi sepedanya dan kembali ke kelas dengan rasa khawatir yang masih menggunung dan tak terobati. Di sana sudah ada guru yang sedang mengabsen. Fajar hanya berkata padanya bahwa ia tadi izin keluar sebentar.

Saat pembelajaran berlangsung Fajar terlihat tidak bersemangat, diajak bicara juga kadang tidak nyambung. Saat istirahat juga begitu, tak ada hal lain yang dilakukannya. Apel yang ia bawa juga tak ia makan karena tak ada Andini di sana. Rasa khawatirnya terhadap Andini semakin menghantui, dikepalanya hanya ada Andini dan ketakutan akan hal-hal buruk yang akan terjadi padanya.

"Eh jar Lo kenapa?." Rendy menepuk pundak Fajar.

"Eh Ren. Gue khawatir Andini kenapa-napa."

"Oh gitu ya. Lo susul aja ke rumahnya!."

"Dia enggak ngebolehin Gue ke rumahnya Ren. Bingung Gue. Udah lah urusan Gue mah belakangan. Eh iya Lo sama Refina gimana?."

"Gue? Ya gitu aja. Gue masih enggak

berani bilang sama dia tapi disatu sisi Gue takut dia jadian sama yang lain. Gue takut dia enggak ngerti apa yang Gue rasain dan dia malah nganggep Gue cuman temen dan berpaling dari Gue."

"Yaaaa... Lo gimana sih. Bilang aja kali. Nih dengerin ya. Semakin lama Lo memendam perasaan sama dia. Dia malah akan semakin ngejauh sama Lo dan nyari yang lain. Karena cewek itu sejatinya dimengerti bukan harus mengerti. Jadi kalau dia enggak ngerti apa yang Lo rasain ya wajar. Semua cewek pengennya dikejar. Jadi kalau Lo suka tembak aja. Mendem atau ngasih kode sama cewek mah enggak bakal mempan!!."

"Udah kayak kultum aja Gue." sahut Fajar dalam hatinya.

"Tapi kalau dia nolak Gue gimana?."

"Kata siapa dia bakal nolak Lo? Nyatain dulu, Lo enggak bakal tahu dia bakal nerima atau nolak Lo sebelum Lo nyatain perasaan Lo. Ayolah berani berani!!" tegas Fajar memberi semangat pada temannya.

Bener juga ucapan Fajar. Ujar Rendy dalam hati membenarkan apa yang dikatakan Fajar. Ia terlalu khawatir, takut bahwa ia akan mendapat penolakan. Padahal hal itu belum tentu. Dia itu bukan peramal yang bisa menebak isi hati seseorang. Jadi kenapa harus takut untuk mengungkapkan perasaan? Dia belum tentu akan mendapat penolakan karena dia tidak akan tahu bagaimana perasaan seseorang yang disayanginya sebelum ia mengungkapkan perasaannya.

"Mmmm. Gimana nanti aja. Let it flow aja dah."

"Gimana nanti? Nanti gimana kalau dia keburu jadian sama yang lain? Nanti dia jadian sama Gue nih gimana?"

"Ah Lo jangan kayak gitu dong jar. Gue lagi nunggu waktu yang tepat buat bener-bener nyatainnya."

"He he. Iya semoga berhasil aja."

"Makasih jar."

Saat waktu pulang ia teringat satu hal.

"Eh tunggu. Gue kayak keinget satu hal." gumam Fajar dengan tangan yang memegangi sepeda. Ia terus berpikir apa yang ia akan lakukan.

"Oh iya, Gue kan punya nomor HP-nya Andini. Ya ampun Fajar, Lo bodoh banget sih." ia merasa sangat orang bodoh karena kepanikannya sendiri. Ia mengeluarkan HP lalu mencari nomor telepon Andini yang ia minta dari ayah Andini. Di sana tertulis sebuah nama "jangan kepo deh Lo." ia hanya menatap nama di nomor itu sambil tertawa. Nama itu ia berikan untuk nomor HP Andini, karena saat perkenalan dengan Andini, Andini menyebutkan nama itu.

Saat mulai menelepon Andini, ia tidak mendapat jawaban. Ia terus mencobanya berulang ulang tapi tetap tak bisa. Ia kesal dengan dirinya sendiri.

"Arrrgggh. enggak guna!!"

Fajar pulang menaiki sepedanya dengan rasa marah. Tapi di satu sisi, ia semakin merasa khawatir, kenapa Andini tidak mengangkat teleponnya. Ia takut Andini kenapa-napa, ia takut hal-hal yang buruk terjadi pada Andini. Ia takut apa yang Andini katakan terjadi. bahwa suatu saat Andini akan pergi meninggalkannya.

Saat malam hari, ia terus mencoba menelepon Andini, tapi tetap tak ada jawaban di sana, beberapa kali ia mencoba hasilnya sama. Karena kesal, ia melemparkan HP-nya ke kasur.

Tapi ia langsung mengambilnya kembali.

"Aduh. Rusak enggak, Rusak enggak. Untung enggak." ucap Fajar sambil membolakbalikan HP-nya.

Fajar memutuskan untuk menunggu, siapa tahu Andini akan meneleponnya karena melihat panggilan darinya tak terjawab.

Beberapa menit kemudian, yang ditunggu tunggu ternyata terjadi. Andini menelepon Fajar. Dengan sigap, Fajar langsung mengangkatnya.

"Halo! Andini. Kamu kenapa?. Kok enggak sekolah? Kok telepon dari aku enggak diangkat sih. Kamu ke mana aja?."

"Tenang woy!!. Satu-satu dong. Gue ada urusan. Gue udah izin sama kepala sekolah kalau tiap hari kamis Gue bakal izin. Soal telepon Lo yang enggak diangkat, HP Gue ketinggalan. Udah?."

"Yah, masa tiap kamis enggak sekolah sih. Kalau kangen gimana?."

"Lo bisa enggak sih, enggak gombal sehari aja. Ketimbang sehari doang masa kangen."

"Ya udah. Aku juga enggak akan sekolah tiap kamis lah."

"Dih ngapain?."

"Nemenin kamu."

“Enggak usah. Bye."

"Eh tunggu dulu."

"Apaan lagi?."

"Aku harap kamu enggak bakal ninggalin aku."

Andini terdiam sejenak sebelum menjawab apa yang Fajar katakan.

"Mungkin." ucapnya tegas sambil menutup telepon.

Percakapan singkat itu berakhir, rasa khawatir Fajar menghilang, ternyata Andini tidak apa-apa. Tapi ia memikirkan izin apa Andini setiap hari kamis. Ia memutuskan tidur dan akan memikirkannya besok saat disekolah.

 

Esoknya, Fajar berangkat ke sekolah pagipagi. Kali ini ia tidak terlambat. Ia menjalankan sepedanya di jalanan yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Ia mengayuh sepedanya dengan santai dan tenang.

"Mas, serius amat sepedaannya!." Teriak seseorang di belakang Fajar.

"Apaan sih ganggu Lo. Terserah Gue!!."

"Mas, kok gitu sih. Saya susul nih!."

"Terser..... eh Andini!."

"Kenapa mas. Saya duluan ya."

"Yeee. Liat aja siapa yang menang."

"Wleee." Andini menjulurkan lidahnya sambil menghadap ke belakang. Mereka saling susul menyusul, berlomba siapa yang lebih dulu akan menang.

"Kalau Gue menang Lo kasih Gue apel selama seminggu!!" Teriak Andini.

"Kalau aku menang kita jadian." Teriak

Fajar tegas.

Mendengar ucapan itu, Andini kaget dan fokus mengendarai sepedanya.

Setelah sampai disekolah, Fajar menang, mengalahkan Andini. Mereka memarkirkan sepedanya lalu turun dan Fajar menanyakan satu hal padanya.

"Aku menang kan? Berarti kita jadian." Fajar sangat senang dan perasaannya menggebu gebu.

"Hhhhh." Andini menunduk dan memegang jidatnya.

"Denger ya. Lo itu kenapa sih?. Aneh banget. Kita ini baru kenal. Dan Lo tiba-tiba ngomongin masalah jadian-jadian." jelas Andini

"Ya gimana dong. Perasaan itu enggak bisa disembunyiin. Aku itu sayang sama kamu. Saat kemarin kamu enggak ada pun aku khawatir banget. Takut banget kamu kenapa-napa."

"Ya itu mungkin karena Lo temen Gue."

"Temen? Aku tahu gimana perasaan aku kalau sama temen biasa dan sama kamu. Rasanya itu beda." Andini meninggalkan Fajar di sana .

"Aku merasa pengen lebih deket sama kamu." tegas Fajar. Langkah Andini terhenti

"Terserah Lo. Tapi untuk saat ini atau mungkin seterusnya, kita temenan aja Jar." ia melanjutkan langkahnya menuju ruang kelas.

Aku akan menunggu Andini. Aku tahu setiap perasaan bisa berubah. Seperti cerita-cerita yang kubaca. Dua orang yang saling benci saja bisa saling cinta. Kuharap kau begitu juga padaku. Kuharap perasaanmu akan berubah suatu saat.

 

Saat jam istirahat, Fajar mengajak Andini ke kantin. Ia mencoba bersikap seperti biasa lagi setelah kejadian tadi pagi. Saat keluar, mereka berdua tak bicara sepatah kata pun.

"Eh Andini awas itu." Fajar mengangkat kakinya seperti hendak melewati sesuatu.

"Apaan." Andini ketakutan sambil melihat ke bawah kakinya.

“Enggak deng canda. Haha."

“Enggak lucu Lo!." gerutu Andini dengan kaki yang menginjak kaki Fajar.

"Aw. Aw. Gitu doang marah. Hidup itu

jangan terlalu serius."

"Terserah Gue. Gue sukanya serius. enggak suka main-main."

"Oh ya udah. Berarti hubungan kita serius

aja."

“Enggak gitu..... matahari terbit ah Lo."

"Fajar mbak" Fajar menatap dengan wajah cemberut kepada Andini.

"Terserah Gue dong!!"

"Ya udah aku panggil kamu...."

"Jangan aneh aneh Lo. Gue tonjok nih." Andini mengepalkan tangannya.

"Kan belum. Aku panggil kamu din aja. Din..... udiiin pulang yu. Udah sore. Ha ha."

"Woy. Gue Andini."

"Terserah aku lah. Ayo ke kantin." Fajar memegang tangan Andini lalu menariknya.

Anehnya, kita selalu mengkhawatirkan sesuatu yang bahkan belum tentu akan terjadi. Kita mengkhawatirkan sesuatu yang kita takutkan. Padahal tenang saja. Tuhan tahu apa yang harus dilakukanNya. Jika mungkin sesuatu yang kita takutkan memang terjadi. Tuhan pasti akan memberikan hal yang lebih baik pada kita. – Fajar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!