Happy & Sad

Happy & Sad

Dia Fajar

Namanya Fajar Putra Satria. Jika mendengar namanya, kalian mungkin sudah tahu jika dia lahir dikala Fajar sedang menjelma dengan indahnya. Tangisan pertamanya muncul untuk membuka hari baru dihidupnya dan keluarganya. Tapi, perjalanan hidupnya, tak seindah nama yang tersemat padanya.

Dia adalah seorang anak dari Ibu yang sangat baik dan berhati malaikat dan ayah yang seorang pengatur, pemarah dan berhati batu. Ia tak segan mengatakan keburukan-keburukan tentang ayahnya kepada teman-temannya. Ayahnya yang selalu memukulnya jika ia melakukan sedikit kesalahan saja, ayahnya yang selalu memaki anaknya meski di depan orang lain, dan ayahnya yang selalu pergi dari pagi-pagi buta hingga malam gelap gulita dengan pikiran yang tak karuan karena mabuk-mabukan dengan teman kerjanya.

Dan Ibu, ia tak pernah marah sedikit pun, sifatnya sangat kontras dengan ayah. Ibu sangat lembut, pengertian, perhatian, dan penyayang. Tapi jika di depan ayah, Ibu tak berdaya. Jangankan membela Fajar, membela dirinya sendiri saja sangat sulit. Entah apa alasan Ibu mau menikah dengan ayah saat itu.

Dan Fajar memiliki sifat yang keras. Dalam hal positif, sifat kerasnya ini sangat luar biasa. Jika ia memiliki keinginan ia akan berusaha keras untuk mendapatkannya, tak peduli seberapa kali ia gagal. Sedangkan dalam hal negatif sifat kerasnya sangat buruk, ia sering kali mempertahankan keputusannya, entah itu baik ataupun tidak, ia selalu bersikeras dengan apa pun yang sudah diputuskannya. Tak peduli seperti apa pun orang-orang mencoba membuatnya berpikir kembali. Jika ia sudah berkata A, berarti A.

Selain itu, Ia juga seseorang yang senang membuat guru disekolahnya kesal. Sudah sering ia disebut sebagai anak yang tak baik, tapi meski begitu, ia masih memiliki teman yang setia. Masih ada lagi hal negatif dari Fajar yaitu ia senang membuat orang lain kesal dan tertawa di atas kekesalan mereka. Dan lagi, ia juga tak pernah memedulikan perasaan orang lain yang kesal karenanya. Yang ia inginkan hanya kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Ia berprinsip "YANG PENTING SAYA BAHAGIA. JIKA ORANG LAIN TIDAK SENANG DENGAN YANG SAYA LAKUKAN SAYA TIDAK PEDULI." Itulah yang ia pikirkan.

 

"Bu, hari ini masak apa?." Tanyanya seraya menghampiri Ibu yang sedang menyiapkan bahan makanan untuk dimasak.

"Masak omlet kesukaan kamu."

"Ya udah aku nunggu di meja makan." Saat hendak ke meja makan, di meja itu ternyata sudah ada ayahnya. Fajar mengurungkan niatnya untuk ke meja makan. Ia kembali ke dapur dan mendatangi Ibu.

"Bu, aku bantu ya?."

"Katanya tadi mau nunggu di meja makan."

"Males ah. Ada monster tahu Bu. Hih!." ujarnya sambil mengernyitkan dahi.

"Kamu ini. Ya udah ayo sini masak. Maaf ya, Ibu kesiangan masaknya jadi kamu baru sarapan jam segini." Ibu meminta maaf tentangnya yang memasak kesiangan. Karena biasanya Fajar sarapan lebih pagi dan lebih awal dengan Ibu agar ia tidak berhadapan dengan ayah.

“Enggak apa-apa Bu. Tapi maaf ya Bu, kalau ada ayah Fajar enggak bisa sarapan di meja makan. Padahal Fajar maunya sarapan sambil diliatin Ibu."

"Ish kamu ini. Masa sarapan mau diliatin Ibu."

"Kan biasanya Ibu kalau liat aku sarapan suka senyum. Jadi aku pengennya gitu terus."

"Iya.... terserah kamu."

Omlet telah selesai dimasak. Oleh Ibu dan anak lelakinya.

"Bu aku mau pisahin aja ya. Makannya di sini aja."

"Iya..."

Ibu sudah mengerti keinginan anaknya itu. Ia memisahkan omlet untuk anaknya dan meninggalkannya sendiri di dapur. Fajar segera makan, sambil memainkan HP. Membuka instagram, sosial media kesukaannya.

"Hih apaan sih ini. Instagram isinya cuman kampanye politik semua." tukasnya kesal.

Tak lama, seseorang yang paling ia tak suka datang ke dapur untuk mengambil minum. Ayahnya. Karena Ibu lupa menyiapkan minum, ayahnya harus datang ke dapur. Fajar hanya menunduk sambil sesekali melirik ke arah ayahnya.

Uhuk.... uhuk..... suara Fajar yang sedang terdesak membuat ayahnya melihatnya. Tapi ayahnya pergi menuju meja makan lagi. Fajar langsung minum dan mengelus-ngelus dadanya karena lega.

"Huuuh untung aja enggak lama-lama di sini. Kalau dia terus di sini nih. Bisa mati keselek Gue." ucap Fajar sambil menunjuk-nunjuk ke arah ruang makan.

Diruang makan terdengar suara obrolan ayah dan Ibu.

"Bu, ayah pergi kerja dulu ya."

"Hih. Bu, ayah pergi kerja dulu ya. Kerja apaan lagi libur lebaran gini? Kerja enggak mabuk-mabukan iya." Ujar Fajar yang mengejek ucapan ayahnya.

Ayah pergi keluar menaiki mobilnya. Dan pergi meninggalkan Ibu dan Fajar di rumah. Karena Fajar sedang berlibur. Fajar malah curiga kepada ayahnya.

"Bu ke mana sih dia?. Masa kerja lagi liburan gini."

"Iya ayah kamu itu katanya ada panggilan dadakan dari bosnya. Ya udah ayo bantuin Ibu beresin." Karena pembantunya sedang pulang kampung di liburan lebaran ini. Jadi Ibu harus melakukan semua pekerjaannya sendiri. Usai Fajar membantu Ibu membereskan meja makan, ia kembali ke kamar. Ya memangnya apalagi yang harus dilakukan untuk seseorang yang liburan di rumah dikala orang-orang lain pulang kampung?.

Trrrrt..... trrrrt. HP Fajar bergetar. Ada notifikasi dari aplikasi whatssapp.

"Jar sini yuk. Main ke rumah Gue. Kita main game atau apalah Gue bosen nih." sebuah pesan muncul dari Rendy, kawan Fajar yang rumahnya tak jauh dari rumah Fajar.

"Lo enggak pulang kampung ren?."

“Enggak, Gue males ikut mereka jadi Gue sendirian di rumah. Ya udah sini. Lo pasti lagi kesel sama bapak Lo kan? Ha ha."

"Lo tahu aja. Iya Gue kesel. Masa dia kerja pas lagi liburan gini kan aneh ya?."

"Ha ha ya udah lah cepetan kesini Gue tunggu." Dibandingkan teman-temannya yang lain. Rendi ini adalah salah satu orang yang paling mengerti tentang Fajar. Rendi ini memiliki sifat yang sangat mirip dengan Fajar. Ia sangat percaya diri, sangat ambisius dan suka membuat guru disekolahnya kesal. Hal yang berbeda antara Fajar dan Rendy yaitu tentang keluarganya. Berbeda dengan Fajar yang sangat ingin diberi kasih sayang, Rendy ini tak suka diberi kasih sayang yang berlebihan oleh kedua orang tuanya. Ia seperti ingin hidup sendiri. Karena menurutnya, kasih sayang yang berlebihan itu hanya untuk anak kecil. Maka dari itu ia memutuskan untuk tinggal sendiri dan tidak ikut pulang kampung. Ia lebih senang di rumah bersama bibi (pembantunya) yang akan ke rumah Rendy setiap pagi hingga sore.

Fajar mandi dan bersiap siap. Mengganti bajunya, menyisir rambutnya, dan menyiapkan sepatunya. Saat mau pergi ia ditanya oleh Ibu. Dan ia hanya menjawab "pergi main sama Rendy." karena Ibu sudah sangat kenal dengan Rendy, jadi Ibu tidak terlalu khawatir dan mengizinkannya.

Setelah pamitan kepada Ibu, Fajar berjalan kaki ke rumah Rendy yang memang lumayan dekat. Sesampainya di sana Rendy sedang mengeluarkan mobilnya.

"Lah. Lo ngapain ngeluarin mobil?. Katanya mau main game."

"Niat Gue berubah ayo cepetan naik."

"Gue udah menduga ini. Kalau Lo ngajak Gue ke rumah. Ujung ujungnya pasti pergi keluar juga. Ha ha. Untung Gue mandi dulu."

"Ya udah ayo naik. Si Refina juga mau ikut katanya."

"Dia yang mau ikut atau Lo yang ngajak dia?."

"Iya... itu Lo tahu."

Refina ini adalah teman mereka berdua. Refina memiliki sifat yang jauh dengan Fajar dan Rendy. Ia tak senang mempunyai banyak masalah yang disebabkan oleh dirinya. Ia juga sangat taat dengan peraturan yang diberikan di mana pun. Refina ini adalah seseorang yang disukai oleh Rendy. Tapi Rendy tidak berani mengungkapkan perasaannya karena takut ditolak katanya. Kalau kata Fajar. "Penakut. Sebelum perang udah menduga duga bakalan kalah!."

Mereka pergi menjemput Refina yang juga tak berlibur ke kampung halaman karena memang semua keluarganya tinggal di daerah yang sama. Hal itulah yang membuatnya kurang suka berkumpul dengan keluarganya. Karena setiap mereka berkumpul entah itu hari-hari biasa ataupun hari lebaran, semuanya sama saja. Padahal yang Refina inginkan adalah pergi menemui keluarganya yang jauh untuk saling melepas rindu dan menceritakan banyak hal. Tapi hal itu memang tidak mungkin untuk sekarang.

Setelah Refina naik mobil, dia bertanya.

"Kita mau ke mana ren?."

"Ke bioskop. Kita nonton film horor yang seru."

"Nah gitu dong ngajak Gue yang lagi gabut di rumah. Terus Lo jar, Lo juga enggak liburan?." Tanya Refina sambil menengok ke jok belakang tempat Fajar duduk di sana.

“Enggak lah. Ayah Gue kerja."

"Ha kerja? Lo enggak salah?."

"Kagak. Bingung Gue juga. Punya bapak aneh banget."

"Ha ha. Ya udah lah biarin. Kalau si Rendy lebih aneh lagi ya?. Masa keluarganya pulang kampung dia malah pengen stay di rumah sendirian. Kenapa ren?."

"Gue enggak suka pulang kampung. Apalagi ketemu sama keluarga gitu kan. Mereka suka pada ngomong gini 'eh nak Rendy, udah gede aja. Padahal dulu waktu kesini masih kecil banget' ya iya lah ya kan Gue tumbuh. Mereka kira Gue jenglot kali yang hidupnya bakalan segede gitu aja." Ucapan Rendy sontak membuat Fajar dan Refina tertawa keras.

 

Sesampainya di tempat yang di tuju, Fajar memutuskan untuk tidak ikut menonton. Ia ingin membeli buku saja. Selain itu ia juga tak ingin mengganggu Rendy dan Refina. Tanpa basa basi Rendy langsung mengiyakan.

Rendy dan Refina menonton film horor di bioskop. Sebenarnya Rendy sudah memesan tiketnya terlebih dahulu jadi ia langsung saja menonton filmnya tanpa harus menunggu. Saat menonton, sesekali Refina memegang tangan Rendy saat hantunya muncul. Dan yang namanya Rendy, saat ia dipeluk oleh seseorang yang ia sayang senangnya bukan main. Ia seperti tidak fokus menonton film. Ia hanya fokus memperhatikan Refina.

"Aaaaaa. Ren takut Gue." teriak Refina sambil memegang tangan Rendy dan menempelkan kepalanya di bahu Rendy.

Rendy hanya diam saat diperlakukan seperti itu. Karena itu memang sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Rendy. Dia yang selalu kesulitan saat sedang mencoba mendekatkan hatinya pada Refina. Kali ini merupakan awal yang bagus untuk kedekatan mereka berdua.

Sementara Rendy dengan Refina menonton. Fajar lebih memilih membeli dan membaca buku. Selain karena dia tak ingin mengganggu Rendy yang sedang pdkt. Ia juga tak suka suara teriakan orang-orang saat sedang menonton film horor.

Di toko buku, Ia memilih membeli buku roman dan komik. Setelah membeli buku, Fajar pergi ke tempat makan, duduk di sebuah meja, memesan sebuah cappucino, sambil membaca buku yang tadi ia beli. Kali ini ia membaca sebuah novel tentang kisah cinta remaja.

"Cerita dalam novel selalu bercanda. Dua anak remaja yang tadinya saling benci bisa jadi saling mencintai hingga mempunyai anak dan cucu. Memang ada ya kisah cinta yang seperti itu di kehidupan nyata?." Fajar bergumam sendiri dengan batinnya. Setelah dari novel, ia beralih membaca komik super hero kesukaannya sambil sesekali menyeruput capuchino yang sudah ia pesan. Setelah belasan halaman ia baca, ia beralih lagi ke novel. Terus saja begitu.

Lalu Rendy dengan Refina mengirim pesan pada Fajar.

"Lo di mana sih katanya cuman beli buku. Tapi ko enggak ada?."

"Oh Gue lagi di tempat makan nih, Lo cepet dateng aja kesini. Soalnya Gue belum bayar. Ha ha."

"Hadeeeh. Lo ada-ada aja. Giliran bayar Lo suruh Gue cepet dateng."

Rendy dan Refina lalu menghampiri Fajar dan duduk di satu meja. Mereka makan dan mengobrolkan masalah-masalah yang akhir-akhir ini sedang menimpa mereka. Dan hal itu bukan hal yang aneh. Mereka bertiga sudah saling mempercayai satu sama lain. Hingga mereka tidak segan untuk membicarakan setiap hal. Bahkan untuk hal-hal yang sangat rahasia bagi mereka sekalipun.

Ucapan Fajar akhirnya membuat suasana agak hening.

"Eh Ref. Katanya tadi si Rendy mau ngomong sesuatu sama Lo."

"Ha? Sesuatu? Sama Gue?." Mereka bertiga langsung terdiam.

"Iya Lo doang yang belum dia kasih tahu."

"Loh kok gitu sih Ren. Si Fajar udah dikasih tahu tapi kok Lo ngerahasia in dari Gue sih."

"Ha? gu... Gue..." Ucap Rendy gugup sambil melirik ke arah Fajar dan mengisyaratkan harus ngomong apa Gue?

"Omongin aja Ren jangan segan segan. Atau mau Gue aja yang ngomong?." Fajar menekan terus agar Rendy mau bicara.

"Gue itu.."

"Dia itu suka....." sebelum Fajar menyelesaikan ucapannya Rendy langsung memotongnya.

"Gue itu suka banget nonton drama korea gitu."

"Ha? Sejak kapan? Ih Lo mah bercanda kali." ujar Refina heran.

Gue itu suka sama Lo. hati Rendy geregetan untuk membicarakan hal itu.

"Ha ha dasar ya si Rendy." Fajar tertawa sambil menepuk bahu Rendy.

Obrolan mereka di sana begitu hangat, mereka seperti sebuah keluarga yang saling menyapa dikala lebaran tiba. Setiap obrolan yang membuat mereka nyaman, senang, dan bahagia sepertinya hanya didapat saat berkumpul seperti ini. Bukan berkumpul bersama keluarga mereka.

Kadang orang-orang yang kita anggap seperti keluarga lebih berharga. Dibandingkan orang-orang yang memiliki ikatan keluarga dengan kita. Tapi tak pernah menganggap kita ada.

-Fajar

Terpopuler

Comments

fanilia

fanilia

nasibnya sama bangett

2023-08-06

0

Kipi

Kipi

Kek nya seru

2023-01-09

0

OFF AJA

OFF AJA

mulai baca sprtinya bagus

2020-12-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!