"An, berangkat sekolah pake sepeda ya." Ucap Fajar di kolom chat whatssapp.
"Kamu mau sekolah?."
"Iya. Kenapa emang?."
"Udah sembuh?."
"Belum."
"Terus?."
"Kangen."
"Terserah ah."
***
Usai mandi, Fajar akan mengganti bajunya dengan baju seragam dan mengambil sepatu dan peralatan sekolah lainnya dalam koper. Saat koper dibuka, ia menemukan secarik kertas yang berisi catatan yang ditulis oleh Ibu.
Fajar, Ibu tahu kamu pasti sakit hati. Kamu pasti kecewa sama Ibu karena Ibu enggak pernah ngasih tahu kamu. Sekarang Ibu akan membiarkan kamu sendiri dulu jika kamu butuh waktu. Tapi Ibu harap, kamu bisa kembali lagi kesini. Jangan pergi lama-lama nak. Ibu sayang Fajar.
Tulis Ibu di kertas itu.
Setelah selesai membacanya, Fajar
menahan tangisnya, matanya berkaca kaca. Ia tak membiarkan air matanya keluar meski ia sudah sangat tidak tahan.
Bu maafin Fajar, Fajar belum bisa pulang, Fajar enggak mau ayah ngebenci Ibu lagi karena Fajar kembali ke rumah itu. Fajar enggak mau Bu. Hati Fajar bergumam. Ia lekas melipat kembali kertas itu dan memasukkannya ke dalam koper.
Dengan gegas, Fajar mengganti bajunya dan menyiapkan semua perlatan sekolahnya. Dari mengikat sepatu hingga mengambil satu buku kosong dan sebuah pulpen untuk dimasukkan ke dalam tasnya.
Fajar berangkat menaiki sepedanya menuju sekolah. Meski kakinya masih sakit, tapi ia tetap memaksakan diri untuk pergi sekolah. Bukan karena ingin belajar, tapi karena bosan diam di kafe. Ia berpamitan pada Bang Ipan yang sudah ada di meja kasirnya lalu berjalan keluar dari kafe.
Disekolah, Fajar menunggu Andini
diparkiran. Ia mengeluarkan earphone di tasnya untuk mendengarkan lagu di HP-nya agar tidak terlalu bosan. Ia memilih lagu secara acak. Yang penting bosannya hilang.
Karena hari ini Fajar datang terlalu cepat, jadi ia harus menunggu Andini agak lama. Tapi akhirnya Andini datang juga. Dengan senyum yang merekah, Andini menyapa Fajar. Fajar menyambutnya dengan sebuah pertanyaan tidak normal.
"Kamu kok lama banget."
"Kan pake sepeda."
"Oh iya. Ya udah ayo ke kelas." Mereka berjalan menjauhi parkiran.
"Kenapa sih ngajak pake sepeda?." Tanya Andini heran saat mereka sedang berjalan.
“Enggak apa-apa."
"Issssh." Andini kesal dan menghentikan langkahnya.
"Kenapa?."
"Kesel aja."
"Kesel kenapa?."
"Gara gara kamu."
"Emangnya aku kenapa?."
"Nyuruh aku berangkat pake sepeda. Tapi ternyata enggak ada alasan khusus kenapa aku harus pake sepeda. Aku kira kamu mau ngajak aku ke mana gitu." Ucap Andini memberi kode bahwa ia ingin diajak pergi oleh Fajar.
"Oh gitu. Ya udah ayo." Fajar menarik tangan Andini. Untuk kembali lagi ke parkiran. Andini mencoba menahannya dan menarik ke arah kelas.
"Udah mau masuk Fajar~."
"Katanya mau main."
"Ya nanti aja pulang sekolah."
"Kan maunya sekarang."
“Enggak. enggak jadi mau. Udah ayo masuk kelas. Masa mau bolos?." Andini mencoba menarik Fajar kembali. Ia tak mau Fajar benar-benar mengajaknya bermain hingga ia harus bolos sekolah.
"Emangnya kalau bolos kenapa?."
"Itu tandanya kamu bukan murid yang
baik."
"Kenapa harus jadi murid yang baik?. Kan enggak ada yang nyuruh kita buat kayak gitu."
"Kalah mulu kalau bicara sama kamu.
Udah ah ke kelas aja oke!?."
"Iya." Ucap Fajar malas.
"Ngambek? Liat sini!."
"Apa?. Aduh!."
Andini mencubit hidung Fajar dan langsung berlari meninggalkannya. Fajar hanya tersenyum dan berteriak.
"Nanti dibales Loh!."
"Wleeee." Andini menjulurkan lidahnya.
***
"Ren, Ref, Lo kenapa?." Tanya Fajar pada Rendy dan Refina yang sedang diam diaman. Di antara mereka berdua tak menjawab pertanyaan Fajar. Fajar dan Andini saling tatap mengangkat bahu, menandakan tidak tahu apa-apa.
"Jawab dong woy!!." Bentak Fajar kesal.
"Ini jar. Si Rendy. Kan Gue tuh pengen kita bikin baju couple. Tapi dianya enggak mau, katanya nanti bakal putus. Padahal kan itu cuma mitos!."
"Ya kalau kejadian gimana ref?." Sanggah Rendy.
"Putus atau enggaknya itu terserah kita. Bukan karena baju!."
"Ya ampun. Masalah bikin baju doang ribet amat!. Kita bikin aja berempat gimana?."
"Wah ide bagus tuh!." Andini kegirangan.
"Mmmm. Ya udah deh iya. Kita bikin bajunya berempat aja." Ucap Rendy pasrah.
"Oke, oke. Nah yang Design bajunya Andini aja. Gambar dia kan keren keren. Ya enggak?"
"Wah bagus tuh ref. Mau enggak an?." "Siap. Nanti Gue gambar!."
***
"Eh an, mau ke mana?." Tanya Fajar saat Andini hendak menaiki sepedanya. Andini sedikit heran dengan apa yang ditanyakan Fajar. Sejenak ia berpikir lalu menjawabnya dengan tegas.
"Pulang lah!."
"Oh. Oke." Balas Fajar singkat. Andini lagi-lagi keheranan saat Fajar hanya mengucapkan dua kata singkat itu.
"Kenapa sih?."
"Kenapa apanya?."
"Kamu kenapa?."
"Kamu yang kenapa. Kok bisa lupa!." "Lupa apa?......" pikir Andini sejenak.
"Oh iya. Ayo, ayo. Mau main kan?. Iya ayo~." Andini mencoba membujuk Fajar dan menarik tangannya. Mereka berdua pun mendorong sepeda hingga keluar gerbang.
"Mau main ke mana?." Tanya Andini.
"Ke mana aja." Jawab Fajar dengan malas.
"Kok marah sih?. Gitu doang juga. Ya udah pulang aja lah." Kini Andininyang berbalik marah.
"Eh iya. Iya. Ayo main ya... main. Ke...... ke mana aja yuk!." Fajar yang tadinya marah kini berbalik membujuk Andini. Entah kenapa ia tak bisa marah pada Andini. Andini selalu membuatnya berbalik harus meminta maaf.
"Maaf dong. Tadi itu aku cuma kesel doang karena kamu lupa. Udah ayo berangkat."
"Iya lah. Dasar, padahal kan wajar lupa. Aku kan cuma manusia biasa."
"Iya, iya... wajar. Udah dong. Ayo!."
Fajar pun berhasil membujuk Andini, meski Andini agak terlihat malas. Andini berjalan mengikuti Fajar yang ada di depannya.
Perjalanan yang mereka tempuh cukup singkat, hanya membutuhkan waktu beberapa menit. Andini juga merasa keheranan kenapa perjalanannya secepat ini. Dari tadi Andini tidak memperhatikan sekeliling, ia hanya terfokus pada Fajar. Fajar segera turun dari sepedanya dan mengajak Andini untuk masuk
"Ayo. Aku pegang tangannya ya?." Tanya Fajar lembut. Andini hanya menjawabnya dengan mengangguk. Mereka pun masuk ke dalam sebuah gedung, karena Fajar sudah sering kesini, sesekali Fajar menyapa orang-orang di sana. Saat masuk, Andini terpukau melihat lukisan-lukisan yang berjejer menggantung di tembok.
"Wah... keren banget!!. Ini tempat apa
jar?."
"Eh, kamu enggak liat tadi plang gede di depan?."
“Enggak."
"Yah, kamu Fokus liatin aku terus sih."
"Kebiasaan gombal!!."
"Ini tempat ikatan wanita pelukis Indonesia. Ini kayak komunitas gitu. Ibu aku biasanya beli kain batik di sini. Karena aku tahu kamu pasti suka di sini. Jadi aku ajak deh." Fajar fokus menjelaskan sementara Andini tidak memedulikannya, Andini sudah berjalan-jalan melihat lihat.
"Eh Andini!!. Malah langsung pergi aja." Fajar langsung kembali menghampiri Andini yang masih diam karena terpukau melihat lukisan-lukisan yang sangat indah.
"Eh Fajar, kamu mau ngapain kesini?. Beli kain?." Tanya seorang perempuan yang merupakan teman Ibu Fajar.
"Eh tante santi, ini tante saya main aja kesini, ngajak...." ucap Fajar dengan mata yang diarahkan pada Andini.
"Oh... siapa?." Tanya tante santi berbisik.
"Andini."
"Pacar?."
"Almost."
"Kenapa?."
“Enggak tahu, ada tembok pelindungnya kali, jadi hatinya susah ditembus." Meski Fajar berbisik, tapi Andini tetap mendengar obrolan mereka. Ucapan Fajar tadi membuat Andini tersenyum.
"Ah lama."
"Eh tante. Saya boleh beli keramik polos yang kecil sama catnya sekalian enggak?. Ini temen saya suka lukis, siapa tahu dia pengen."
"Boleh. Tunggu." Sementara tante santi mengambilkan keramik, Andini menghampiri Fajar dan mengobrol dengannya.
"Makasih ya jar, aku jadi.."
"Jadi makin sayang?. Jadi suka?. Jadi pengen peluk."
"Jadi seneng ih apaan sih?." Protes Andini sambil mencubit perut Fajar.
"Aduh iya... seneng."
Bu santi pun datang dengan membawa keramiknya, Fajar memberikannya pada Andini. Andini terlihat heran kenapa Fajar memberikan keramik itu padanya. Andini sempat menolak untuk melukis di sana karena ia tidak biasa menggunakan cat. Tapi Fajar membujuknya dan membuatnya mencoba dulu. Mereka pun duduk di kursi, Andini mulai melukis di sana, ia mulai dengan memberi warna dasar di sekeliling keramik. Sementara Fajar, ia hanya memperhatikan wajah Andini yang terlihat bahagia.
An, aku harap kamu terus kayak gini. Terus bahagia, terus senyum dan terus sama aku. Ucapnya dalam hati.
"Eh an, pinjem sebentar kuasnya." Pinta Fajar saat Andini tengah sibuk melukis. Andini terlihat heran, tapi ia segera memberikannya.
"Apa?. Aduh!!." Fajar mengoleskan cat ke hidung Andini. Ia tertawa sementara Andini terlihat kesal. Andini murung dan tidak menatap Fajar sama sekali.
"Bercanda... udah nih kuasnya, liat sini dong!." Fajar memberikan kuasnya dan membersihkan hidung Andini dari cat yang menempel dengan jarinya. Mereka berdua saling menatap, Andini dengan wajah kesalnya dan Fajar yang memberikan senyumannya.
"Udah, lanjut lagi ngelukisnya."
Andini menempelkan satu warna cat ke kuasnya. Dan dengan sigap, ia mengoleskan catnya ke pipi Fajar.
"Eh. Malah ngebales." Ujar Fajar yang dilanjutkan dengan menggelengkan kepala sambil tersenyum dan membersihkan cat yang menempel di wajahnya. Tapi lagi-lagi Andini mengoleskan cat ke wajah Fajar dan tertawa.
"Yeee. Malah ditambahin lagi, sini!!." Fajar mencoba membalasnya dan mereka kini saling berbalas mengoleskan cat. Tawa bahagia muncul di antara mereka. Apalagi yang Fajar tunggu?, apalagi yang membuat Andini ragu?. Mereka sudah saling bahagia. Kenapa mereka terus mengulur waktu untuk bersatu?.
***Jika definisi jatuh cinta itu adalah ketika kita sangat ingin dibuat bahagia oleh seseorang yang berada di hadapan kita, maka saat ini aku sedang jatuh cinta. Jika definisi jatuh cinta itu adalah ketika kita ingin selalu dekat dengan dia yang dapat membuat kita bahagia, maka saat ini aku sedang jatuh cinta. - Andini.
Jika jatuh cinta itu adalah ketika kita berjuang mati-matian untuk membahagiakannya meski ia tak menerima, maka saat ini aku sedang jatuh cinta. - Fajar***.
Mereka kembali duduk di kursi mereka, Andini mendekatkan kursinya di samping Fajar dan bersandar dibahunya. Jarinya lalu menyentuh pipi Fajar dan mengoleskan cat yang tadi menempel dijarinya.
"Hmmm." Mereka berdua tersenyum.
***
"Udah selesai gambarnya?."
"Udah."
"Gambar apa?."
"Liat aja."
"Ini wajah orang lagi sedih, terus ada matahari, dan ini wajah orang lagi seneng. Maksudnya apa?."
"Ini aku."
"Gimana?."
"Ini aku yang lagi sedih, terus ketemu sama matahari yang tiba-tiba dateng dan ngerusuh di kehidupan aku dan bikin aku bahagia terus." Jelas Andini sambil tersenyum, pun dengan Fajar, ia juga tersenyum saat Andini menjelaskan maksud dari gambarnya.
"Tante kira-kira keringnya sampe kapan?."
"Dua hari lagi aja kesini."
"Oh oke."
Mereka pun bergegas pulang dengan menaiki sepeda mereka, Fajar mengikuti Andini sampai ke rumahnya karena takut Andini kenapa-napa.
Di depan gerbang rumah Andini, mereka mengobrol sejenak.
“Enggak mau masuk?."
“Enggak usah, salam aja buat mama kamu."
"Mmm. Ya udah aku masuk ya?."
"Iya. enggak mau peluk dulu?."
"Iiiiih." Andini mencubit Fajar.
"Aduh... iya, iya... enggak. Udah cepet masuk, mama kamu nungguin."
Tiba-tiba Andini menatap Fajar dalam-dalam, Fajar pun membalas tatapannya. Mereka saling menatap, tersenyum dan diam cukup lama.
"Makasiiiiiiih." Ucap Andini sambil mencubit pipi Fajar.
"Yah. Kirain mau peluk."
Andini perlahan berjalan menjauh sambil tersenyum. Ia melambaikan tangannya, Fajar pun membalasnya sambil tersenyum.
Kenapa aku harus jatuh cinta?. Padahal sedari awal aku tak ingin mengenal hal itu. Aku harap perasaan ini hilang dengan cepat. Aku tak ingin berjalan terlalu jauh pada sesuatu yang disebut cinta itu.
-*** Andini.
Andini bergumam menolak dalam hatinya. Ada apa dengannya? Kenapa ia harus mencoba menyangkal perasaannya meski ia sadar bahwa ia sedang jatuh cinta***?.
Jika jatuh cinta hanya memberi dan menerima rasa bahagia tanpa memberi dan menerima luka aku mau. Tapi ternyata jatuh cinta tidak se-menyenangkan itu. – Andini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments