Dua orang yang disayangi

"An, duduk di sini!." Fajar berkata begitu pada Andini sebelum ia meninggalkannya.

"Eh. Jar. Jangan tinggalin Gue di sini. Lo mau ke mana?."

"Tunggu sebentar aja!!."

Selang beberapa menit Fajar datang kembali.

"Nah, ini nih." Fajar datang dengan membawa satu hal yang membuat Andini bahagia.

"Catur? Lo dapet dari mana nih papannya?." Andini kegirangan dengan sesuatu yang dibawa oleh Fajar.

"Mmmm. Minjem. Aku bawa ke sekolah terus aku titipin deh di Ibu kantin. Udah ayo main."

"Eh jar Lo ngapain?." Rendy dan Refina menghampiri Fajar dan Andini.

"Lagi mau main catur."

"Main catur sama cewek. Eh emang Lo

bisa jar?."

"Justru Andini lebih jago dari Gue. Dan Gue minta dia buat ngajarin Gue."

"Ah enggak percaya Gue. Awas biar Gue aja yang lawan Andini. Kalau Gue menang, kalian Gue traktir." Rendy menyuruh Fajar beranjak dari kursinya.

"Wiii keren banget. Ayo main-main. Keluarin dadunya." Refina kegirangan.

"Apaan sih Lo. Catur itu enggak pake dadu ya ampun." Fajar menepuk jidatnya. Sementara Rendy dan Andini hanya menahan tertawa.

"Gue kan cuman bercanda. He he. Ya udah ayo mulai."

Rendy duduk berhadapan dengan Andini. Fajar dan Refina mendukung Andini supaya menang. Siswa yang lain penasaran lalu menghampiri Andini dan Rendy yang sedang bersiap siap bermain catur. Meja itu menjadi tempat kerumunan banyak orang. Andini merasa gugup, ia menatap Fajar dan mengisyaratkan gimana nih Gue gugup. Dan Fajar hanya tersenyum padanya dan mengepalkan tangan untuk memberi semangat.

Ya ampun kenapa rame gini. Di manamana, permainan catur itu harus sepi dan konsentrasi, ini malah rame banget. Ujar Andini kesal dalam hatinya.

Fajar pun menyuruh mereka semua diam. Karena ia mengerti jika Andini tak bisa di tempat ramai-ramai seperti ini. Permainan pun dimulai. Andini dan Rendy mulai menjalankan setiap buah catur caturnya. Rendy sudah sangat pandai bermain catur. Jadi ia berniat untuk mengalah saja melawan Andini kasihan perempuan, ngalah aja. Pikir Rendy. Tapi lama kelamaan, Andini mulai mengalahkannya. Rendy pun berniat untuk serius melawan perempuan di hadapannya itu. Semua siswa yang ada di kantin hanya Fokus memperhatikan mereka berdua. Meski beberapa dari mereka tidak mengerti.

Sudah lumayan lama mereka bermain dan saling memakan. Hingga akhirnya.

"Sekak mat!!." Seru Andini pada Rendy.

"Whoooooo." semua siswa yang menonton bertepuk tangan dan bersorak.

Sementara Rendy, ia tertegun melihat Andini yang memenangkan permainan ini.

"Kenapa bengong Ren? Kata Gue juga apa dia udah jago. Berarti Lo traktir kita!!" ejek Fajar.

"Yaa si Rendy. Gue kira Lo jago." Refina menertawakan Rendy.

"Pak!! Pak!! Pak satpam. Sini." teriak Fajar memanggil pak satpam yang melewati kantin.

Lalu pak satpam itu menghampirinya.

"Ada apa?."

"Sini pak. Main catur. Bapak kalahin nih temen cewek saya kalau bisa. Kalau bapak menang, nanti temen saya ini ngasih bakso deh, bapak laper kan?." Fajar menepuk pundak Rendy.

"Loh kok Gue sih?." Protes Rendy.

"Udah ayo. Ayo main."

"Ah. Gampang main catur mah atuh. Saya udah biasa. Ayo neng main!!."

"Lawan, lawan, lawan!!." Teriak semua siswa yang semakin banyak berkerumun di sana. Andini mengiyakan ajakan untuk bermain. Karena hal ini sangat menyenangkan menurutnya.

Mereka pun bermain, belasan menit kemudian.

"Sekak mat pak!!." Andini mengalahkan pak satpam. Lagi-lagi semua siswa berteriak dan bertepuk tangan.

"Wah hebat banget nih cewek." ucap salah seorang dari siswa yang berkerumun.

"Pak!! Pak!! Sini pak!." Fajar lagi-lagi berteriak. Kali ini ia berteriak pada seorang guru.

"Ada apa?."

"Bapak bisa main catur enggak?."

"Bisa lah. Jago saya."

"Nah bapak lawan nih temen saya kalau jago!!."

"Ha cewek?."

"Yeee. Jangan ngeremehin pak. Lawan

dulu."

"Okelah oke."

Permainan catur dimulai kembali. Pak satpam beranjak dari tempat duduknya. Pak guru duduk di tempat pak satpam tadi duduk dan mulai menjalankan buah catur-buah catur catur untuk melawan Andini. Setelah berlama-lama bermain, lagi-lagi Andini memenangkan permainan itu. Ia seperti menjadi superstar dalam sekejap. Semua siswa menjadi kagum padanya.

Setelah itu, mereka pun memutuskan untuk menghentikan permainan dan bubar.

Andini dan tiga sekawan duduk di satu meja. Ternyata bener ya, bahagia itu sederhana. Gumam Andini dalam hati.

Andini meninggalkan meja itu sebentar untuk memesan bakso dan minuman botol. Setelah pesanannya siap, ia pergi ke pos satpam untuk memberikannya pada pak satpam. Fajar hanya tersenyum melihat sikap Andini itu.

"Pak. Ini buat bapak! Makasih udah nemenin saya main catur tadi. He he."

"Loh neng saya kan kalah!."

“Enggak pak. Ini sebagai rasa terima kasih aja. Baru kali ini Loh pak saya ngerasa bahagia banget disekolah ini. Ayo pak dimakan. Bapak kan laper."

"Wah makasih ya neng. Neng baik banget. Alhamdulillah kalau neng bisa bahagia main catur sama bapak. Kalau gitu mah kita main aja setiap hari."

"He he. Bapak bisa aja. Saya ke sana lagi ya pak."

"Iya neng terima kasih."

Andini berjalan kembali menuju kantin.

"An, abis dari mana?." Fajar menghampiri Andini yang sedang menuju ke kantin.

"Ketemuan sama pak satpam. Ngasih

bakso."

"Jangan terlalu lama sama dia. Aku cemburu."

"Cemburu? Sama pak satpam cemburu?."

"Sama bayangan kamu aja aku cemburu an. Dia bareng kamu terus soalnya."

"Udah ayo ke kantin ah."

Baru saja mereka menginjakkan kakinya di kantin, bel berbunyi menandakan mereka harus masuk. Fajar yang mendengar hal itu menggerutu sendiri karena Rendy tidak jadi mentraktirnya. Mereka pun memutuskan untuk masuk ke kelas. Sebelum itu, Fajar menitipkan papan catur terlebih dahulu ke Ibu kantin.

"Woy, jangan pacaran mulu. Udah bel ini. Masuk, masuk." hardik Fajar pada Rendy dan Refina saat hendak mengambil papan catur.

"Apaan sih jar. Iya Gue masuk. Ayo ref!!." Rendy dan Refina beranjak dari tempat duduk mereka dan pergi ke kelas.

***

"Pa, tadi aku disekolah main catur asik banget!."

"Tumben kamu. Disekolah hari ini

seneng-seneng."

"He he iya enggak tahu aku juga."

"Main catur sama siapa?."

"Sama Rendy, pak satpam sama guru juga. Pokoknya seru banget."

"Waaah. Rendy itu siapa? Temen baru kamu?."

"Oh itu temennya Fajar."

"Fajar?. Oh, jangan jangan dia juga yang bikin kamu main catur ngelawan mereka semua."

"Iya. Emang."

"Harusnya kamu berterima kasih sama Fajar. Dia itu udah bikin kamu bahagia banget hari ini."

Makasih ya jar, karena Lo, Gue bahagia banget hari ini. Lo itu bener bener kayak Fajar.

Ngebuat Gue memulai sesuatu yang baru. Sesuatu yang lebih cerah dari hidup gelap yang Gue alami. Andini melamun sambil bergumam dalam hatinya. Entah kenapa, wajah Fajar tibatiba muncul dalam pikirannya.

"An, an!! Kenapa?. Kok ngelamun?."

“Enggak apa-apa kok, aku ke kamar aja ya Pa, mau tidur. Selamat malam."

"Eh an."

"Iya apa?."

"Mungkin sekarang kamu harus nambah

temen lagi."

"Iya aku pikirin nanti. Udah ya. Selamat malam lagi!." Andini berlari ke kamarnya lalu melanjutkan khayalannya tadi. Di depan jendela, ia menatap langit malam yang gelap dengan separuh cahaya bulan yang dikelilingi oleh bintang bintang. Ia tersenyum dan bergumam dalam hatinya.

Jar, Lo itu aneh. Lo bisa tiba-tiba ngebuat Gue jadi seseorang yang lain dalam sekejap. Lo bisa ngebuat Gue kesel secara tiba-tiba. Dan Lo bisa ngebuat Gue nerima segala ajakan Lo yang sebenernya pengen Gue tolak. Dan yang paling Gue kesel mulu tapi kadang-kadang bikin Gue nahan senyum, Lo itu seka bercanda pake rayuan-rayuan Lo. Lo kadang bilang sayang, bilang bakalan temenin Gue, atau apalah. Tapi Gue yakin Lo itu bercanda.

Seketika Andini memukul pipinya, membuat dirinya sendiri sadar dari ocehannya yang terlalu jauh tentang Fajar.

"Andini.... Lo kenapa sih? Aneh banget. Kenapa Lo mikirin Fajar?. Lo jangan kebawa perasaan sama setiap rayuannya dia. Si Fajar juga lagian, ngapain muncul-muncul dikepala Gue." Andini memukul-mukul kepalanya agar setiap ingatan tentang Fajar menghilang dari kepalanya.

***

Suara HP Andini berdering, dengan cepat ia mengambil telepon di kasurnya itu,

"Fajar?." Andini terlihat senang dengan sebuah panggilan yang datang dari seseorang yang namanya tertulis matahari terbit.

"Eh bersikap biasa aja Andini. Dia ini cuman si Fajar. Lo aneh deh." Andini bergumam dengan dirinya sendiri sebelum mengangkat panggilan dari Fajar.

"Halo. Apaan jar?. Ganggu mulu malemmalem." Andini mencoba bersikap dingin terhadap Fajar, entah apa yang terjadi padanya hari ini, ia sangat bahagia dengan setiap hal yang berhubungan dengan Fajar. Tapi ia tetap mencoba menepis semua itu karena ia tak ingin Fajar terlalu dekat dengannya.

"Eh Andini, kamu bahagia enggak hari

ini?."

"Emangnya kenapa?."

"Ya.... aku mau mastiin aja, kalu bahagia enggak hari ini. Kalau enggak, berarti aku masih harus bikin kamu lebih bahagia."

"Kalau iya?."

"Kalau iya, berarti aku harus terus membuat kamu bahagia setiap hari seperti hari ini."

"Loh kok sama aja?."

"Kan emang itu tujuanku, membuatmu bahagia apa pun keadaanmu."

"Bisa aja Lo. Biasanya orang yang suka gombal itu ceweknya banyak!!."

"Enggak."

“Enggak bohong!!."

“Enggak, cuman ke dua orang."

"Dua?." Andini kaget. Eh, kenapa Gue kaget, ya terserah dia lah mau gimana-gimana juga. Itu bukan urusan Gue. Hatinya lagi-lagi mengelak.

"Ciee kaget. Cemburu ya?. Sekarang udah mulai cemburu sama aku nih."

“Enggak. Biasa aja. E.... emangnya siapa aja dua orang itu?."

"Tuh kan penasaran.. berarti cemburu

nih."

"Udah lah Gue tutup aja. Lo ngeselin!!."

"Tunggu... aku jawab. Dua orang itu kamu sama seseorang yang paling aku sayangi."

"Siapa?."

"Andini."

"Udah ah tutup aja. Dah!!."

Jar kenapa? Kenapa Lo bersikap seolah olah Lo akan memiliki Gue seutuhnya. Tapi saat ini atau mungkin seterusnya, Gue enggak akan bisa nerima Lo. Sebenernya Gue pengen ngebuat Lo benci sama Gue sebenci bencinya setelah Gue berhasil ngebuat Lo bahagia di kesendirian seperti yang Lo minta. Tapi itu sulit.

Semakin Gue nyoba buat jauh, semakin gue deket sama Lo. Semakin Gue nyoba ngebuat Lo benci, semakin Gue nyaman sama Lo.

Ucap Andini tegas dalam hatinya. Dari awal ia menerima Fajar untuk menjadi temannya, ia hanya kasihan. Ia hanya tak ingin Fajar berlarut larut dalam kesedihan tentang kehidupannya yang menurutnya sangat buruk. Jadi tujuan Andini ada untuknya hanya untuk membuatnya yakin bahwa sebenarnya ia berhak bahagia meski ia merasa sendiri didunianya. Sudah itu saja. Tapi ia sudah berjalan terlalu jauh dan merasa tak ingin kembali.

“Padahal, tadinya aku berteman denganmu hanya untuk melakukan tujuan tertentu. Tapi usai tujuan itu selesai aku lakukan, kenapa aku malah semain nyaman denganmu?.” – Andini

Terpopuler

Comments

witing tresna jalaran saka kulina....
adanya cinta karena terbiasa..
* terbiasa bertemu
*terbiasa berantem
* terbiasa jalan bareng
* terbiasa ngobrol
* dan terbiasa2 lainnya
suka dengan karyamu thor.

2022-01-12

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!