Empat hari ini aku benar-benar sibuk mengurusi pekerjaanku. Meskipun semua anggota timku adalah orang-orang profesional, tapi aku ingin memastikan semuanya berjalan sesuai dengan keinginanku. Miss Perfect, teman-teman sekantorku menyebutku demikian. Semua harus sempurna di bawah kendaliku.
Begitu pun dengan kerjasama antara Mama dan Satria, semua berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Tidak perlu menunggu lama, begitu Mama menyebarkan sample, orderan langsung berdatangan dalam jumlah besar.
Semua berjalan sesuai rencana.
Dan hari ini, aku sengaja mendatangi rumah Firman. Selain membawakan oleh-oleh untuk Arum, aku dan Firman sudah memiliki janji untuk berkunjung ke panti asuhan. Kami akan pergi ke panti asuhan yang biasa aku kunjungi untuk menepati kesepakatan yang sudah kami buat.
Aku menyapa Pak Diman ketika memasuki gerbang. Rumah ini kembali sepi seperti sebelumnya. Tak ada lagi mobil berjajar di halaman. Keluarga besar Firman sudah kembali ke Semarang tiga hari yang lalu.
Aku memarkirkan mobilku di samping sebuah mobil dengan plat B. Dahiku mengernyit. Mobil siapa ini? Selama aku menemani Firman, belum pernah ada tamu sebelumnya. Atau selalu ada tamu tapi saat aku tidak datang atau sudah pulang?
Kuambil handbag, paperbag berisi oleh-oleh, dan tas kameraku yang baru. Kamera Nikon D750. Firman mengirimnya langsung ke rumah ketika aku sedang berada di Garut. Katanya sebagai ganti kameraku yang rusak saat kecelakaan tempo hari.
Aku berjalan dengan riang. Banyak alasan yang membuatku senang hari ini. Selain proyekku yang lancar, hadiah kamera baru, aku pun senang karena hari ini akan bertemu dengan anak-anak di panti asuhan.
Kulihat seorang bapak paruh baya sedang duduk di kursi tamu yang diletakkan di teras. Bapak itu sedang menyesap secangkir kopi yang hampir habis.
"Assalamu 'alaikum," salamku.
"Wa 'alaikum salam," jawabnya.
"Bapak mau ketemu Firman?" tanyaku.
"Oh, nggak, Bu. Saya hanya mengantar Bu Angela untuk bertemu dengan Pak Firman," katanya dengan sopan, membuatku tidak enak hati karena Bapak itu jauh lebih tua daripada aku.
"Kalau gitu, nunggunya di dalem aja, Pak," tawarku.
"Nggak usah, Bu. Saya cuma sopir, biar saya nunggu disini aja," Bapak itu makin merendah.
"Nggak pa pa, Pak. Mari saya antar ke ruang tamu," baru saja aku mau menunjukkan jalan, seorang wanita keluar dari pintu dan menabrakku sampai aku terhuyung.
"Ayo, Pak!" perintah wanita itu dengan angkuhnya.
Bukannya meminta maaf, dia malah menatapku dengan sorot menantang.
Seandainya aku lupa bagaimana caranya bertata krama, sudah kulempar wajah songongnya dengan sepatu kets yang kupakai.
Wanita itu langsung pergi tanpa basa basi. Malah Pak Sopir itu yang meminta maaf sambil membungkuk dan buru-buru mengikuti si Wanita Angkuh.
Aku akhirnya memilih tidak peduli dan melangkah masuk ke dalam rumah.
Sepi. Kalau Firman baru saja menerima tamu, berarti dia ada di ruang tamu. Dan ternyata tebakanku benar. Kulihat Firman sedang duduk sendiri dengan laptop menyala di depannya.
Aku langsung menghentikan langkah, begitu aku melihat pemandangan yang tak biasa. Aku melihat Firman yang berbeda dengan Firman yang kukenal. Firman yang biasanya tersenyum, kini duduk dengan wajah dingin tanpa ekspresi. Rahangnya mengeras, seperti menahan amarah. Dan pandangan mata yang biasanya meneduhkan, sekarang terasa tajam menusuk.
"Assalamu 'alaikum," kuberanikan diri mengucap salam.
"Wa 'alaikum salam. Lintang...," dia terlihat terkejut.
Aku memasang senyum dan berjalan mendekat.
"Lagi sibuk?" tanyaku basa basi.
"Nggak, kok. Aku nggak sibuk." Wajahnya kembali ramah dengan senyumnya yang menyejukkan hati.
Aku duduk di sofa single yang dekat dengannya.
"Kalau sibuk, nggak pa pa, kok. Aku tungguin kamu beres," ujarku sambil memangku tas kamera baruku. "Sepi banget. Arum udah berangkat kuliah? Bi Sri kemana?"
"Arum udah berangkat dari tadi. Ada kelas pagi, katanya. Kalau Bi Sri lagi belanja ke pasar."
"O, pantesan. Ini aku bawain oleh-oleh buat kalian," kataku sambil meletakkan paperbag yang kubawa.
"Makasih. Gimana kerjaanmu, lancar?"
"Ya, sesuai dengan apa yang aku harapkan," sahutku.
"By the way, thanks banget yah, kameranya. Harusnya aku yang bayar semua biaya yang selama ini kamu keluarin, bukannya malah kamu yang jor-joran belanjain aku," aku benar-benar tidak nyaman atas semua yang dia lakukan untukku.
Aku bisa memperkirakan berapa banyak uang yang dia habiskan untuk memberiku satu set diamond, sebagai bawaan lamaran. Belum termasuk cincin yang kini kukenakan di jari manisku. Juga semua bawaan mewah mulai dari pakaian, tas dan sepatu yang kesemuanya merupakan barang bermerek.
"Apapun akan aku berikan, asal itu bisa bikin kamu bahagia, Lin," matanya kembali meredup memberikan ketenangan.
"Tapi bukan dengan cara kayak gini, Man. Aku minta kamu jangan lagi ngirimin aku bunga, bukan berarti aku mau barang yang lain. Dan lihat, kemarin kamu malah ngirimin kamera buat aku."
"Aku sering bilang 'kan, kamu cukup diam dan aku akan menghujanimu dengan cintaku."
"Ya, kamu bilang akan menghujaniku dengan cintamu, bukan dengan uangmu."
Aku tersenyum kecil.
"Nggak ada wanita yang nggak suka dimanjain, Man, termasuk dengan materi. Tapi aku akan lebih menghargai kalau kamu lebih bijaksana dalam membuang uangmu."
Firman tersenyum. Auranya benar-benar jauh berbeda dengan yang tadi, saat aku baru saja datang.
Aku jadi ingat pada wanita yang tadi disebut sebagai Angela oleh Pak Sopir itu. Siapa dia? Kenapa setelah bertemu dengannya, Firman berubah dingin dan terlihat marah? Apa aku harus bertanya?
"Lain kali aku akan meminta izin dulu sama kamu, Lin, untuk semua yang akan aku lakukan," kata-kata Firman membuatku mengurungkan niatku untuk bertanya tentang wanita itu.
"Tapi kamu suka 'kan kameranya?" tanyanya.
"Pasti aku suka. Ini kamera yang bagus, Man. Kameraku yang rusak juga nggak semahal kamera ini. Ini kamera yang biasa dipakai sama para fotografer profesional. Tapi ini lebih ringan daripada kamera DSLR biasanya. Resolusinya 24,3 megapiksel, ISO-nya aja sampai 12.800. Belum lagi segala macam effectnya. Pokoknya keren deh, Man. Kamu tahu dari mana yang beginian?"
"Aku nggak tahu soal kamera. Aku cuma nanya sama seorang teman. Dan dia merekomendasikan kamera itu," jawabnya.
"Sayang kalau kamu nggak ngerti, Man. Sini aku ajarin, biar bisa kita pake barengan," aku berpindah duduk di sampingnya. Kunyalakan kameranya.
"Ada banyak jenis foto, ada potrait, landscape, makro, street photography...."
"Lin.. Lin..," potong Firman.
"Ya?"
"Bisa lain kali aja jelasinnya?"
"Kenapa? Kamu nggak minat, ya?"
"Bukan, aku takut khilaf aja. Kamu tahu kan, kalau aku sangat menginginkanmu? Dengan duduk bersamamu sedekat ini, melihatmu seperti ini, ditambah nggak ada orang di rumah, aku takut nggak bisa mengendalikan diri."
Hah? Pernyataan macam apa itu?
Aku buru-buru bergeser. Aku melihat diriku sendiri. Aku memakai jumpsuit berwarna putih tanpa lengan, dengan kancing yang tertutup sempurna nyaris sampai leher.
"Apa aku terlihat menggoda?" tanyaku dalam hati.
"Aku nggak terbuka 'kan, Man?" tanyaku. "Kalau segini aja kamu bilang aku terbuka, apa kabar perempuan yang tadi keluar dari sini?" aku keceplosan membicarakan Angela.
"Perempuan?" tanyanya sambil mengerutkan kening.
"Perempuan dengan rok span diatas lutut dan kemeja berenda dengan belahan dada rendah. Yang tadi nabrak aku di depan pintu," sungutku kesal.
"Dia nabrak kamu?" ada nada marah disuaranya.
"Iya. Udah gitu bukannya minta maaf, dia malah melototin aku kayak mau nelen aku bulet-bulet. Untung aja nggak aku lempar pake sepatu. Tapi kayaknya kalau lain kali aku ketemu dia lagi, aku mau jegal dia dan pura-pura nggak tahu," ujarku masih terbawa emosi.
Tidak disangka, Firman yang tadinya mulai terlihat marah, tiba-tiba terbawa terbahak-bahak.
"Kenapa sih?" tanyaku heran.
Firman hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, masih belum bisa berhenti tertawa.
"Firman! Jadi dia itu siapa?" tanyaku mulai kesal.
"Dia anak atasanku, Lin," jawab Firman setelah dia mulai bisa mengontrol tawanya.
"Ngapain anak atasanmu kesini?" tanyaku ketus.
"Jangan bilang kamu lagi cemburu ya, Lin?" Firman memicingkan matanya sambil tersenyum smirk.
"Cemburu sama perempuan model begitu? NO!" teriakku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
NurUmala S
seru .. bagus ceritanya. ringan
suka.
2022-02-04
0
sumiati
karya yang bagus 👍👍👍
2021-09-13
0
Rokinah Mamasurya
bagus ceritanya kak..semoga gak ada konflik...
2021-07-26
0