Aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat. Baru tadi siang aku datang ke kantornya, tapi dia tidak mau menemuiku. Lalu aku datang ke rumah Firman dan tiba-tiba dilamar. Dan sekarang Hendy datang berniat menemuiku, di sini, saat aku telah dilamar?
"Lintang, Firman, malah pada diem di sini. Sana makan dulu," suara Papa menarikku kembali kepada kenyataan.
Aku segera menarik tanganku dari genggaman Firman.
"Sebaiknya kita masuk ke dalam," ujarku sambil berdiri.
Setelah makan malam tak banyak yang dibahas. Aku pun tidak bisa berkonsetrasi pada apa yang kami bicarakan. Pikiranku terus melayang pada Hendy. Apa yang harus aku lakukan?
Akhirnya acara ini pun selesai. Firman dan keluarganya pulang dengan bahagia. Begitupun dengan Mama. Tak hentinya beliau bercerita tentang calon menantu dan besannya itu.
Kuseret kakiku ke atas tangga menuju kamarku yang nyaman. Entah apa yang ada di otakku sekarang.
Aku mulai membersihkan semua riasan di wajahku. Segera kulepaskan bobby pin di rambutku. Kujatuhkan tubuhku diatas kasur. Ingin menangis tapi tak setetes air mata pun yang keluar dari mata ini. Aku bingung dengan perasaanku sendiri.
Handphoneku berkedip. Sepertinya ada panggilan atau pesan yang masuk. Benar saja Firman mengirimiku sebuah pesan.
[Aku harap mimpi ini akan menjadi nyata. Tetaplah di sampingku dan terimalah curahan cinta dariku. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Selamat malam, Sweetheart. Cepat tidur dan mimpi yang indah.]
Apa yang lebih indah daripada mencintai? Ya, dicintai. Dan aku sudah memiliki seorang pria yang begitu mencintaiku. Apalagi yang aku butuhkan? Pria lain yang aku cintai tapi tidak mempercayaiku bahkan menuduhku yang tidak-tidak? Tentu saja tidak! Kulirik jari manisku. Cincin kecil dengan kilau cemerlang itu membuatku yakin akan sesuatu. Kuambil handphoneku, kuhapus kontak Hendy juga semua sosial media yang menyambungkanku dengannya. Kuhapus semua fotonya dalam galeriku.
Bye!!
Kuketik balasan untuk pesan Firman.
[Semua ini nyata, bukan mimpi. Jadi tetaplah buka matamu dan lihatlah aku. Aku akan terus berdiri di sini hingga aku yakin bisa membalas cintamu atau pergi meninggalkanmu. Selamat malam. Cepat tidur, jangan mimpikan aku, tapi dapatkan aku.]
Aku tersenyum. Kuletakkan benda pipih kesayanganku itu di atas nakas. Dan kupejamkan mataku.
...
"Lin, kata Tante Ratna, kalau kamu nggak sibuk, kamu disuruh main ke rumahnya. Mumpung keluarga Firman ada di Bandung. Besok mereka udah balik lagi ke Semarang," kata Mama saat aku mematut diri di depan cermin.
"Iya, Ma."
"Gitu doang?"
"Mama maunya gimana?"
"Ya bilang apa gitu, yang jelas."
"Kan itu juga jelas."
"Kamu cuma bilang, 'iya' perginya kapan atau kamu mau bawa apa ke sana buat buah tangan, nggak kamu sebutin," omel Mama.
"Ya, nanti Lintang kesana kalau kerjaan Lintang beres."
"Nggak mungkin kerjaanmu beres. Kerjaanmu kan nggak ada beresnya."
"Ya ampun, Ma. Nanti Lintang ke sana kalau Lintang udah pulang dari kantor. Tapi Lintang mau mampir dulu ke studio," jelasku panjang lebar.
"Ya udah, terserah kamu aja," Mama meninggalkan kamarku begitu saja. Aku menggeleng-gelengkan kepala.
Setelah memilih sebuah high heels, aku bergegas turun ke ruang makan.
Selesai makan aku bergegas berangkat ke kantor.
Waktu menunjukkan pukul 8.20 WIB saat aku memasuki parkiran gedung sembilan lantai itu. Aku mencoba menenangkan hati. Bukan tidak mungkin aku bertemu Hendy di parkiran atau bahkan di dalam gedung. Aku harus siap.
Kurapikan lagi rambutku. Kutambahkan lips gloss agar bibirku lebih segar. Kupastikan bulu mataku lentik maksimal. Aku terlihat casual hari ini dengan setelan long pants warna abu putih dengan atasan bertali ditambah dengan dua saku di depan.
Kulangkahkan kakiku dengan pasti keluar dari mobil. Tak lupa kutenteng tas laptop dan handbagku. Aku segera berjalan menuju lift. Namun, baru saja aku melewati pintu utama, seseorang sudah mencekal lenganku.
"Ternyata benar 'kan yang kupikirkan. Aku bener-bener nggak nyangka sekarang kamu kayak gini, Lin," Hendy mencekal kedua lenganku.
"Kayak gini gimana maksudmu?"
"Aku pikir kamu kemarin ke kantorku untuk menjelaskan semuanya. Tapi apa? Ternyata kamu hanya mau pamer calon suami baru."
Aku yang kaget diberondong pernyataan seperti itu langsung naik pitam.
"Aku sudah berulang kali mau menjelaskan, tapi apa kamu mau dengar? Tidak! Jadi jangan salahkan aku kalau sekarang aku lebih memilih lelaki yang benar-benar mencintaiku!" teriakku sambil menghempaskan tangannya dari lenganku.
"Tapi aku mencintaimu!"
"Kalau kamu mencintaiku, nggak mungkin kamu membiarkanku memohon dan menjadi tontonan orang lain sambil hujan-hujanan."
Hendy terdiam.
"Maaf, aku sibuk," aku berjalan ke arah lift. Tiba-tiba aku menghentikan langkahku dan berbalik. "Satu lagi, sekarang statusku tunangan orang."
Dan aku segera memencet tombol ke lantai enam. Kuhapus air mata yang tiba-tiba memaksa keluar. Aku sudah tidak bisa mundur lagi.
...
Seharian ini kuhabiskan di kantor bersama Mas Bima. Aku butuh banyak masukan dan support dari seluruh tim apabila aku akan mengerjakan rangkaian proyek yang diberikan oleh Satria.
Meskipun pikiranku kacau, aku berusaha profesional. Rancanganku sudah benar-benar matang dan siap direalisasikan secepatnya.
"Mas, aku pulang, ya," izinku pada Mas Bima. "Nggak berasa udah sore."
"Oke, Lin. Kalau perlu apa-apa tinggal bilang aja. Biar nanti dibantuin sama yang lain."
"Siap, Mas."
Aku bergegas keluar dari kantor. Kulajukan mobilku diantara padatnya jalanan sore ini.
Aku menyapa Pak Samad yang membukakan pintu untukku begitu aku sampai di depan studio.
"Kak Lintang!!" teriak Sasa memekakan telingaku. Dia langsung memelukku begitu aku berjalan mendekatinya.
"Apaan sih? Udah kayak di kebun binatang aja," sindirku.
"Iih, Kakak. Aku udah liat foto-foto Kakak yang semalam. Kakak cantik banget. Kenapa Kakak nggak dari dulu aja jadiannya sama Mas Firman, daripada sama Pak Hendy," celotehnya.
"Ini apaan sih? Datang-datang udah ditodong yang begituan."
"Tadinya kita cuma mengira-ngira, kayak gimana sih Firman, cowok yang hampir tiap hari ngirimin Kakak bunga mawar. Tapi ternyata ganteng juga, Kak. Cocok sama Kakak."
"Tar aku bilangin sama dia, biar kamu ditraktir makan sebulan," kataku sambil berlalu.
"Kak Lintang, serius...."
Aku hanya menanggapi teriakan Sasa dengan tawa. Aku segera memasuki ruang editing dimana ada Reza, editor kami, sedang bekerja.
"Kak Lintang," sapa Reza.
"Za, fotoku kemaren udah diedit semua?" tanyaku.
"Udah, Kak. By the way, selamat ya atas lamarannya."
"Makasih, Za. Aku minta dikopi kesini ya," kusodorkan sebuah flashdisc padanya.
Reza mengkopi semua fotoku yang telah dieditnya. Sambil menunggu, aku iseng melihat foto-foto itu di layar komputer. Beberapa kali wajah Firman dishoot. Begitu juga wajahku. Dan banyak lagi foto saat kami berdua. Ada sesuatu yang aku tidak bisa ungkapkan apa itu. Jelas ini hasil jepretan fotografer profesional. Tapi ini bukan tentang hasil fotonya, juga bukan tentang editannya, tapi ini tentang feelnya. Biasanya kalau aku sedang memotret, dan subyeknya adalah makhluk hidup, aku harus mendapatkan feelnya. Dan aku bisa melihat itu di foto-foto ini. Tapi bukan di fotoku. Namun, di setiap foto Firman.
Aku tersenyum. Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa yang kulakukan sudah benar. Dan tak akan ada penyesalan dikemudian hari.
"Aku membuka hatiku untukmu, Man. Berusahalah mengisinya sampai tidak ada tempat lagi untuk pria lain di sana," lirihku sambil menatap fotonya yang sedang tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Yeezzz gitu dong Lin..👍👍👍
2024-08-23
0
Qaisaa Nazarudin
Aku pasti selama ini hanya kamu yg mencintai Hendy..Makanya dia kebanyakan alasan saat kamu mintak dia ngelamar mu, Pasti dia punya cewek lain di balakang mu,dasar kamu aja yg polos,Makanya dgn mudah menuduh dan mencerca mu..Buang aja ke laut orang kek gitu.. Sekarang udah bener banget tindakan kamu Lin,aku dukung kamu 👍👍👍👍👏👏👏
2024-08-23
0
Qaisaa Nazarudin
Ya lah mama kamu bahagia,wing dapat mantu tajir..
2024-08-23
0