Hell Game
“Saya mau kau menugaskan tim yang paling handal untuk menjaga anak saya!” Seorang pria gemuk berbicara penuh emosi.
“Pak Enishi tenang saja, kami pasti akan melakukan yang terbaik untuk menjaga anak anda.” Pria setengah botak berbadan kekar yang duduk di sudut sofa menjawab dengan tenang.
“Saya sangat yakin ada orang yang berniat jahat kepada Lin!” Enishi dengan setelan jas yang tampak seperti kesusahan menutupi perutnya yang buncit masih tetap gusar. Temannya yang berkepala setengah botak mengambil telepon selular dari saku jas.
“Suruh Agent Ef masuk!” Pria botak melemparkan senyum –Kau seperti bocah saja- kepada teman buncitnya, kemudian menyalakan televisi yang ada di ruangan.
“*Sebuah video beredar luas di jagad sosial media baru-baru ini dan menjadi perbincangan hangat di semua kalangan. Video yang berasal dari situs terlarang ‘Hell Game’ menampilkan seorang pria kaukasoid sedang meregang nyawa setelah ditikam oleh pria Asia. Adegan pembunuhan sadis dan keji itu adalah pertarungan dua tim terakhir untuk meraih kemenangan di ‘Hell Game’. Seperti yang beredar luas di masyarakat, ‘Hell Game’ marak menjadi perbincangan tahun ini karena menyajikan tontonan pertarungan sadis antar anggota. Pihak interpol bekerja sama dengan semua kepolisian di beberapa negara, terus melakukan upaya pelacakan lokasi dan juga untuk mengungkap siapa pemilik dan penanggung jawab dari situs hell game. Untuk informasi terbaru, be*rikut adalah wawancara reporter kami kepada pihak interpol.”
“Hell Game menjadi perbincangan dimana-mana saat ini. Apakah Pak Enishi juga mengikuti perkembangan situs ini?” Pria botak mencoba memulai obrolan. Tapi dia tidak mendapatkan jawabat, pria buncit begitu fokus menatap televisi.
“Lihat itu, interpol sudah merilis nama-nama korban!” Pria buncit menunjuk-nunjuk layar televisi dengan telunjuknya yang besar. Memaksa pria botak untuk ikut fokus kepada berita yang sedang tayang. Saat televisi merilis satu per satu nama peserta Hell Game. “Hei Jhon, kau lihat, mereka semua adalah orang-orang terkenal di seluruh dunia. Hell game menculik mereka!” Enishi makin histeris.
“Biarkan interpol bekerja, kami juga sedang melakukan investigasi untuk masalah ini. Sekarang kita fokus kepada pengawalan anakmu.” Sesaat kemudian terdengan ketukan pintu.
“Masuk!” Perintah Jhon.
Seorang pria muda, dengan setelan jas hitam memasuki ruangan berukuran lima kali lima milik pimpinan organsasi. Penampilannya cukup impresif. Dengan tinggi lebih dari 170 cm, tubuh tegap dengan tonjolan otot yang tak mampu disembunyikan oleh setelan yang dipakainya. Tubuh sempurna itu juga ditunjang dengan wajah yang enak dipandang. Alis tebal melintang di atas mata yang tajam. Hidung mancung terlihat pongah. Sementara bibir tipisnya terkatup rapat. Dia tidak langsung duduk tetapi berdiri dengan sikap sempurna di ujung sofa.
“Enishi, Ini Agent Ef. Dia yang saya tunjuk untuk menjadi pengawal Lin.”
Enishi berbalik dan menatap pria yang sedang berdiri di belakangnya.
“Hanya satu orang? Apakah dia benar-benar mampu?” tanya Enishi kepada Jhon.
“Agen Ef sudah menjalani puluhan misi berbahaya hingga saat ini, dan dia juga pemilik nilai nyaris sempurna di sini.”
“Baiklah, saya percaya kepadamu, Jhon. Saya yakin kau tidak akan mempertaruhkan reputasi CIA di tangan anak ini jika dia tidak mumpuni.” Enishi menerima rekomendasi rekannya.
“Sekarang kita bahas tugasmu, anak muda!”
***
Ef duduk di balkon apartemennya sembari membaca berkas yang berisi segala informasi tentang anaknya Enishi. Dia bernama Erlin Hanako, 27 tahun, berat badan 48 kilogram, 157 cm, memiliki penyakit mata miopi, minus dua dan masih lajang. Ia berprofesi sebagai penulis, dan saat ini sedang berada dipuncak karir. Tertulis di kertas yang berada di tangan Ef, berbagai penghargaan yang pernah Lin capai. Ia baru saja dinobatkan sebagai novelis muda paling berbakat oleh majalah Zone dan memiliki karya sekuel berpredikat international best seller. Lin adalah anak tunggal dari Enishi Hanako dan Mutia Aulia. Lin berkewarganegaraan Amerika Serikat, berbeda dengan orang tuanya yang masih tetap berkewarganegaraan sesuai asal mereka, Enishi dari Jepang dan ibu Mutia Aulia berkewarganegaraan Indonesia.
Lembar demi lembar telah Ef baca dengan seksama. Kemudian dia beralih kembali ke halaman pertama. Di sudut kanan atas, tersemat foto diri gadis itu. Wajahnya oval dengan kulit kuning khas Asia. Rambutnya pirang keemasan, jelas itu adalah pirang buatan. Karena orang Asia jarang yang memiliki rambut pirang sejak lahir. Ef tampak fokus mengamati foto di tangannya.
“Keras kepala, moody, introvert. Sepertinya ini akan menjadi misi yang sulit.” Pria itu menggumamkan analisanya terhadap calon majikannya sebentar lagi. Tepatnya dua jam lagi dia akan memulai misi yang baru. Menjadi pengawal Erlin Hanako.
Setelah menghabiskan segelas kopi dan tiga potong sandwich salmon, Ef berlalu masuk dan mempersiapakan diri. Pukul delapan pagi ini dia harus sudah tiba di kediaman Enishi dan akan di perkenalkan langsung kepada Lin. Ef harus berangkat lebih pagi agar tidak telat, karena jalanan kota Manhattan di musim semi seperti ini akan sangat ramai.
Di pertemuan pertama ini Ef mengenakan setelan resmi, setelan jas hitam menutupi kemeja abu-abu tua. Sebuah pistol lengkap dengan holder ikut bersembunyi di balik jasnya.
Pria dua puluh sembilan tahun itu berjalan santai menuruni anak tangga menuju halaman parkir. Hari masih pukul tujuh pagi, dia bisa mengendarai fordnya dengan santai sambil menikmati aroma khas musim semi.
Tidak terlalu sulit untuk mencari kediaman Enishi Hanako. Pengusaha asal jepang itu membangun istana megah di sisi sungai Hudson. Istananya yang tampak mencolok dengan kubah putih meniru gaya asitektur white house, berbeda sekali dari rumah penduduk lain yang hanya berbentuk kotak seperti tahu.
Ef baru bisa masuk ke dalam setelah dia memperkenalkan diri dan harus meninggalkan senjatanya di pos keamanan depan. Pintu utama rumah itu terbuka lebar. Saat hendak melangkah masuk, Ef mendengar pertengkaran kecil dari dalam.
“Aku tidak mau di kawal, aku bukan anak kecil lagi, Daddy!”
“Ini semua demi keselamatanmu, dia bertugas menjagamu dengan nyawanya!”
“Aku tidak suka! Kenapa Daddy tidak bertanya terlebih dahulu kepadaku?”
“Untuk kali ini tidak ada bantahan, kamu harus nurut. Atau semua fasilitasmu akan dicabut dan kamu harus pulang ke rumah ini. Tidak boleh tinggal di apartemenmu lagi!”
Ef tetap berdiri di depan pintu masuk bersama seorang petugas keamanan Enishi. Sepertinya petugas itu juga takut untuk masuk ketika boss besar dan nona muda sedang bertengkar.
“Apakah kita harus masuk saat ini? tampaknya Boss Besar sedang marah.” Petugas itu menoleh kepada Ef, seperti meminta masukan.
Ef hanya membalas dengan senyuman –itu kan bosmu, lapor sana!-
Petugas itu tampak melangkah maju dengan ragu-ragu. Beruntung para penghuni rumah tampak menyadari kedatangannya. Mereka menghentikan pertengkarannya sejenak. Tak lama kemudian petugas itu kembali dan mempersilahkan Ef masuk.
“Good luck, Dude!” Dia menepuk pundak Ef sekilas. Seolah agen ini akan menjalankan sebuah mission imposible, misi yang tidak mungkin berhasil.
“Langsung saja. Aku tidak suka dengan setelanmu. Gunakan baju santai saja. Aku tidak mau tampak dikawal oleh orang-orang kaku macam kalian!” Cercahan Lin langsung menyambut Ef, bahkan sebelum pria itu memperkenalkan diri. “Gunakan t-shirt dan jeans seperti orang-orang normal lain. Dan ingat, jarakmu tidak boleh lebih dekat dari satu meter dariku!”
Ef membalas ocehan lin dengan sikap tenang. Dia menoleh kepada sang boss besar, pria buncit itu menghela napasnya.
“Apakah ada hal lain yang perlu saya sesuaikan, Nona?”
“Dont call me like that, just call me, Lin!” hardik Lin emosi. “Aku tidak suka dengan aroma parfum yang menyengat!” Gadis itu mendekati Ef, mencoba menghidu aroma sang pengawal. “Tidak terlalu menyengat. Its, okay!”
Lin hendak melangkah keluar, kemudian berbalik ke arah Ef.
“Hari ini jadwalku menghadiri talk show pukul sembilan pagi. Aku tidak mau kau terlihat seperti pengawal!”
“Aku harus mengaku sebagai apa?”
Lin berfikir sejenak, dia tampak belum memikirkan sampai sejauh itu.
“Katakan saja kita sepupu!”
Di perjalanan mereka tidak berbicara sepatah katapun. Ef mengemudikan mobil dengan kecepatan normal. Tidak lambat dan tidak juga ngebut. Pria itu baru bersuara saat hendak mampir ke toko busana pria. Membeli pakaian yang sesuai dengan permintaan nona boss. Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk Ef kembali lagi ke mobil dan melanjutkan perjalanan menuju studio tempat acara talk show berlangsung.
Setelah breafing dan membenarkan riasan wajah Lin, acara pun berlangsung. Gadis itu mengikuti sesi satu dengan sangat baik. Saat jeda iklan, Lin kembali ke dalam untuk membenahi make upnya. Ef baru saja hendak kembali masuk, saat listrik studio mendadak padam. Suasana menjadi gelap gulita. Suara-suara panik terdengar seperti dengungan lebah. Beberapa orang berteriak memanggil teknisi. Ef berusaha menyeruak masuk menuju kamar rias tempat Erlin berada.
Dalam tiga menit, listrik sudah kembali menyala.
Namun, Lin telah menghilang.
***
Halo teman-teman.
terima kasih telah sudi mampir ke sini. cerita Hell Game ikut lomba menulis Fiksi kategori pria.
jadi mohon bantuan teman-teman untuk Like, Favorit dan selalu meninggalkan komen di tiap chapter.
terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Rosida maghrib
ceritanya bagus thor lain dari pada yg lain semangat thor nulisnya
2024-06-23
0
Rosida maghrib
ceritanya bagus ...unik lain dari pada yg lain....semangat thor
2024-06-23
0
Siti Syamsiah
Ceritanya bagus.
2022-09-12
0